Leona Sarasmitha tiba-tiba terbangun di dunia asing dan merasuki tubuh seorang bangsawan yang tak memiliki sihir?
Leona Arathena Castallio, di kenal sebagai sampah karena tidak memiliki sihir dan diabaikan keluarganya.
Bagaimana kehidupan nya setelah di dunia aneh ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Perjalanan kali ini sangat hening dan suram. Tidak ada yang memulai pembicaraan, baik dari pihak klien maupun akademi. Semuanya seakan sibuk dengan pemikiran masing-masing.
Pertemuan kedua saudara dari Castallio menguatkan asumsi mereka, jika hubungan mereka begitu buruk. Apalagi Leona menatap klien mereka dingin dan buru-buru pergi dari sana. Bahkan mereka tidak sempat berbasa basi sedikitpun.
Emillio hanya menatap Leona yang duduk di atas punggung panther hitam dengan sendu. Gadis itu bahkan tidak mau menghampiri nya dan memilih duduk di atas panther hitam.
Sementara Leona yang duduk di atas punggung Kei dengan ekspresi santai mengamati sekitar dengan waspada. Dia merasa beberapa pergerakan mencurigakan tak jauh dari sana. Lalu dia memberi kode pada rekan dan prajurit.
"Ada beberapa orang yang mengincar kita. Tetap waspada." Ucap Leona.
"Kau yakin, Nona? Bukankah Anda tidak memiliki mana?" Tanya seorang prajurit dengan nada mengejek.
Leona memilih diam dan mengabaikan hal itu. Sementara yang lainnya menatap Leona tak percaya. Dirinya sadar jika tidak memiliki mana. Tapi jangan salah, dia memiliki chakra yang melimpah dan termasuk tipe sensorik. Dia bahkan mampu menyadari keberadaan seseorang meskipun tidak memiliki mana sama sekali.
"Kau yakin, Leona?" Tanya Carl memastikan. Dia juga bisa merasakan beberapa orang yang kini mendekati mereka.
"Mereka berada dalam radius tiga ratus meter. Mereka berjumlah sepuluh orang. Dan mereka bandit." Jelas Leona serius.
"Berhenti bicara omong kosong, Leona! Kau itu tidak memiliki sihir, dasar memalukan!" Bentak Emillio. Leona terhenyak dan memilih diam.
Kei menggeram marah, namun Leona mengusap punggung panther hitam itu untuk menenangkan nya.
"Tenanglah, Kei. Aku tidak apa-apa. Hal ini sudah biasa."
"Kheuungg~" Kei menyahut dengan nada sedih. Dia segera memperlambat jalannya dan memilih berada jauh di belakang kereta kuda.
Sementara ke empat rekan Leona hanya menatap gadis itu dengan tak percaya, perlakuan keluarganya ternyata sangat kejam pada gadis itu yang notabene adik kandungnya sendiri.
"Aku tak menduga kau bisa mengetahui keberadaan mereka." Ujar Carl yang ikut menghentikan kudanya.
"Tidak juga, Guru. Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan." Tukas Leona sambil tersenyum lebar.
💠💠💠💠
Kereta kuda berhenti mendadak saat memasuki sebuah hutan. Terlihat beberapa orang bertudung hitam berdiri menghalangi jalan kereta. Para prajurit segera bersiaga dengan memegang gagang pedang mereka.
"Lindungi klien!" Seru Carl. Segera mereka membentuk formasi mengelilingi kereta, kecuali Leona yang malah melompat ke atas pohon bersama Kei.
"Serahkan nyawa kalian!" Seru ketua bandit sambil menodongkan senjatanya diikuti oleh beberapa anak buah mereka.
Leona memilih menonton perkelahian mereka sambil bersandar manja di tubuh panther hitam. Adegan ini seperti novel atau manhwa perpindahan jiwa yang selalu dia baca, di mana bandit selalu menghadang tokoh novel dan yah, dia malas untuk bertarung. Terlalu klise. Lebih baik dia rebahan sambil memakan buah berry yang dia sempat petik tadi.
Suara dentingan pedang serta ledakan sihir terdengar bersahutan menjadi nyanyian merdu di telinga Leona. Dia memperhatikan pertarungan antara bandit itu melawan ketiga teman-temannya.
Pertarungan itu terlihat seimbang, namun beberapa saat kemudian dia melihat Eura terdesak dan kewalahan.
Leona segera melempar sebuah kunai berisi kertas peledak tepat di depan bandit yang akan menebas Eura. Pemuda bersurai merah itu kaget saat melihat sebuah kunai yang tertancap indah tepat di depan selangkangannya dan segera pergi dari sana dengan buru-buru saat melihat kertas peledak itu mengeluarkan api.
Sementara bandit itu menatap kunai yang berisi kertas peledak yang menyala itu kebingungan. Dia memutuskan mendekati kunai itu, namun...
'DUAARR!!'
Tercipta sebuah ledakan yang menewaskan bandit itu. Sementara Eura terpental beberapa meter akibat gelombang kejut dari ledakkan itu. Eura mendongak dan menatap Leona yang asik memakan buah sambil menyender pada panther hitam dengan santai. Seketika kedutan kesal memenuhi wajah pemuda itu.
"Leona! Kau mau membunuhku, hah?!" Teriak Eura emosi lalu segera berdiri dari acara nyungsep nya.
"Maaf, aku tak sengaja, hehe." Sahut Leona sambil tersenyum tanpa dosa membuat Eura mencak-mencak tak jelas.
"Dasar pemalas! Cepat turun kau!" Maki Eura kesal.
"Ck. Iya, iya." Sungut Leona dan gadis itu segera turun dari pohon. Dia mendapati prajurit dan teman-temannya kelelahan dan sedikit kewalahan melawan beberapa bandit.
"Awas!!" Teriak Leona sambil merapalkan segel tangan. Seketika mereka semua menatap gadis itu yang kini tengah menarik nafas dalam-dalam lalu sebuah bola api raksasa meluncur cepat ke arah mereka.
'Elemen api: Jurus bola api!' Batin Leona.
Mereka segera menghindari bola api itu dengan tergesa-gesa. Sementara para bandit itu menembakan sihir air pada bola api itu, namun sayangnya tidak berhasil. Beberapa bandit tewas terpanggang.
'BLAARR'
Tercipta asap tebal yang membuat mereka semua lengah. Tiba-tiba terdengar suara tebasan disusul teriakan serta suara tubuh yang terjatuh. Setelah asap menipis, mereka melihat Leona dengan santai membunuh bandit-bandit itu dengan kejam.
'Jleb'
Leona membunuh bandit itu sekali tebas dengan ekspresi datar. Sorot mata gadis itu terlihat dingin. Lalu dia merobek salah satu mayat bandit itu dan terlihat tatto lipan di punggungnya.
Leona mendekati beberapa bandit yang tak sadarkan diri. Dia merobek pakaian bandit itu dan terlihat tatto lipan di dadanya. Seketika ekspresi wajah gadis itu menggelap.
"Tunggu, Leona. Kita bisa mengorek informasi penting dari mereka." Tegur Carl.
'Jleb'
Leona tidak menggubris perkataan Carl. Dia menatap mereka dengan ekspresi dingin.
"Jika dengan menginterogasi membuat mereka buka mulut, seharusnya mereka membeberkan siapa dalang pembunuhan Duchess Castallio dan alasan mereka mencuri inti mana ku." Tukas Leona dengan nada dingin.
Tanpa berkata apapun, gadis itu segera pergi dari sana.
Perkataan Leona membuat mereka membisu, khususnya prajurit yang mengejek Leona dan Emillio. Seketika perasaan bersalah menghampiri hatinya.
Carl yang melihat suasana itu mencoba mencairkan suasana, "Nah, Tuan-tuan~ Mari kita lanjutkan perjalanan sebelum matahari condong ke barat."
💠💠💠💠
Leona duduk bersandar menatap taburan bintang yang indah bak permata yang menghiasi langit malam. Terlihat seekor tupai duduk nyaman sambil memakan biji-bijian di pundak gadis itu serta seekor panther hitam yang duduk di sebelahnya.
Leona tidak ikut bergabung bersama teman-temannya. Entah kenapa dia merasa insecure mengingat dirinya tidak memiliki mana maupun aura seperti yang lainnya.
Sementara ketiga pemuda yang menjadi rekan setimnya sibuk dengan pemikiran masing-masing. Mereka tidak mengetahui jika keluarga Castallio memperlakukan Leona begitu buruk. Mereka bertiga memutuskan mendekati Leona yang menyendiri tak jauh dari mereka.
Leona menyadari ketiga rekannya mendekatinya, dia hanya melirik mereka sekilas sebelum kembali menatap kosong pemandangan hutan yang gelap.
"Ada apa?" Tanya Leona tanpa menatap mereka. Tanpa aba-aba ketiga pemuda itu mendudukkan diri di sebelah Leona.
"Kenapa kau tidak bergabung bersama kami?" Tanya Iven.
"Tidak ingin saja. Aku hanya ingin sendirian." Sahutnya dengan nada datar.
"Kau itu rekan tim kami. Seharusnya kau bersama kami." Bujuk Eura.
"Aku tidak seperti kalian yang memiliki mana atau aura, jadi sampah sepertiku tidak pantas bersama kalian."
"Rekan tim tidak harus memiliki mana ataupun aura, Leona. Jika kau tidak memilikinya, kau bisa mempelajari medis untuk mengobati kami saat terluka." Celetuk Wei Tao bijak.
"Tadi kami melihat kau menyemburkan bola api, tapi aku tidak bisa merasakan energi mana di dalamnya." Iven mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
"Aku hanya mengeluarkan chakra dan mengubahnya menjadi elemen yang aku inginkan."
"Chakra?" Beo mereka bertiga penasaran.
"Hn. Energi tubuh. Aku mendapatkan nya setelah berlatih hingga melampaui batasan ku." Terang Leona singkat.
Mereka menganggukkan kepalanya paham.
"Tapi itu hebat sekali. Bahkan lebih kuat dari sihirku." Tukas Iven.
Sementara Emillio menatap Leona yang kini asik berbincang-bincang dengan tatapan sendu. Pertama kalinya dia melihat Leona begitu santai membunuh para bandit seperti seorang veteran perang.
Emillio masih menatap Leona yang kini mulai beranjak mendekati api unggun bersama ketiga rekannya dan seekor panther hitam.
Bahkan dia melihat Leona dengan santai merebahkan tubuhnya di atas tanah tanpa alas apapun kecuali sebuah tas yang menjadi bantal nya, seakan-akan gadis itu telah terbiasa menjalani kehidupan yang sulit.
Carl yang memperhatikan anak didiknya sambil tersenyum senang. Mereka terlihat akrab dan saling menyemangati. Namun dahinya berkerut dalam saat melihat Leona dengan santainya tiduran di atas tanah tanpa menggunakan alas apapun, selain menggunakan tas sebagai bantalnya. Gadis itu terlihat seperti terbiasa hidup di alam bebas.
Dia tidak mengetahui bagaimana kehidupan gadis yang menjadi anak didiknya selain rumor yang beredar di luar sana. Sepertinya gadis itu memiliki potensi yang terpendam untuk menjadi orang hebat suatu hari nanti.