Setelah bercerai, lalu mengundurkan diri sebagai seorang Ajudan pribadi. Akhirnya pria yang akrab disapa 'Jo' itu kembali menerima sebuah tawaran pekerjaan dari Denis yang tak lain adalah temannya saat sejak masih SMA.
Dia yang biasanya mengawal wanita-wanita paruh baya, seorang istri dari beberapa petinggi. Kini dia di hadapkan dengan seorang gadis keras kepala berusia 20 tahun, Jasmine Kiana Danuarta. Sosok anak pembangkang, dengan segala tingkah laku yang membuat kedua orang tuanya angkat tangan. Hampir setiap Minggu terkena razia, entah itu berkendara ugal-ugalan, membawa mobil di bawah pengaruh alkohol, ataupun melakukan balapan liar. Namun itu tak membuatnya jera.
Perlahan sifat Kiana berubah, saat Jo mendidiknya dengan begitu keras, membuat sang Ayah Danuarta meminta sang Bodyguard pribadi untuk menikahi putrinya dengan penuh permohonan, selain merasa mempunyai hutang budi, Danu pun percaya bahwa pria itu mampu menjaga putri semata wayangnya dengan baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggika15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ajakan!
"Bisa sendiri? Atau harus saya bantu?"
Tanya Jovian saat dia membukakan pintu depan sebelah kiri, dimana terdapat Kiana duduk disana, dengan sebuah kantong kecil berisikan obat-obatan di dalam genggaman, yang dia bawa dari rumah sakit setelah melakukan pemeriksaan beberapa waktu lalu.
"Aku bisa sendiri, Om. Kan pusing, bukan lumpuh!" Jawab Kiana dengan ekspresi wajah menyebabkan seperti biasa.
Gadis itu keluar, kemudian melenggang masuk ke dalam rumah, bersama Jovian yang mengikuti dari arah belakang.
"Om ngapain?" Tanya Kiana saat berbalik badan karena merasa di ikuti.
"Saya dipanggil Pak Danu, dia mengirimkan pesan untuk menemuinya setelah mengantarkan kamu ke kampus, … tapi nyatakan kita tidak berangkat kesana bukan?"
Kiana kembali berbalik badan, melanjutkan langkah kakinya memasuki rumah yang terasa sangat sunyi.
Dia berjalan melewati beberapa sofa ruang tamu, kemudian ruang tengah, dimana Danu dan Herlin terlihat berada disana, menatap sebuah layar laptop yang menyala dengan ekspresi wajah serius.
"Lho!" Herlin terkejut saat menyadari keberadaan Kiana, kemudian disusul Jovian yang kini sudah berdiri di belakang putrinya.
Perhatian Danu ikut beralih, yang tadinya menatap layar laptop kini menatap Kiana juga Jovian bergantian.
"Kia? Kamu membuat masalah? Ini bahkan belum sampai tengah hari, kamu sudah dipulangkan!?" Danu langsung berbicara denga nada yang cukup tinggi.
Gadis yang di maksud tidak menjawab, dia justru menoleh ke arah belakang dimana Jovian berdiri.
"Kan! Aku bilang juga apa, Om. Ke kampus saja, … Papa pasti berpikir yang tidak-tidak!" Cicit Kiana kesal.
"Jo, apa Kiana membuat masalah?" Danu beralih pada Bodyguard putrinya.
Belum sempat Jovian menjawab, Kiana justru langsung berlari menaiki tangga dengan sangat kencang. Rasa kesalnya jelas memenuhi dirinya, namun dia sedang tidak bisa berbuat apapun, apalagi berbicara dengan nada tinggi kepada ayahnya.
Bayang-bayang ancaman Danu terus berputar-putar di dalam kepala. Jangankan membayangkan, berpikiran sekilas saja Kiana tidak mau jika menyangkut sebuah asrama, dimana sebuah peraturan ketat, dan gaya hidup disiplin yang menurutnya sangat menyeramkan.
"Bapak …"
"Iyain aja, Om! Biar cepet, kan emang gitu biasanya juga aku di tuduh-tuduh." Sergah Kiana, dia segera berteriak bahkan ketika Jovian baru saja membuka mulu.
Pria itu menoleh, menengadahkan pandangan, menatap Kiana yang kembali pergi, dengan raut kemarahan yang begitu kentara.
Brakkk!!
Suara Pintu dibanting menggema hampir di setiap sudut.
"Kamu kebiasaan! Setidaknya dengarkan Kiana atau Jo dulu, baru kamu boleh berkomentar, … ini anaknya baru datang malah dicurigain bikin masalah, gimana sih!" Herlin menatap Danu dengan tatapan yang sangat menyeramkan.
Tentu saja, seorang ibu tidak akan rela melihat anaknya diperlakukan demikian oleh seseorang, termasuk oleh ayah dari anaknya sendiri.
Sementara Danu hanya diam. Dengan lirikan mata yang sesekali tertuju kepada pria muda di hadapannya.
Herlin segera beranjak, pergi meninggalkan ruangan itu, menaiki anak tangga berniat untuk menenangkan putrinya seperti biasa ketika Kiana marah.
"Kia, Mama masuk ya sayang?" Suara itu terdengar begitu jelas.
"Ah dia selalu memanjakan putrinya, jadi begitu. Kiana menjadi pribadi yang temperamen dan keras kepala." Kata Danu kepada Jovian.
"Emmmmm, … sepertinya anda salah paham, Pak! Kiana tidak saya antara ke Kampus, melainkan IGD karena tubuhnya demam, dan dia mengeluh pusing dari empat hari yang lalu." Jovian berujar.
Danu diam dengan rasa bersalah kepada putrinya. Beberapa detik pria itu menatap ke arah lantai dua, dimana sebuah pintu kamar tertutup dengan sangat rapat, lalu dia kembali menatap Jovian.
"Jo, bisa kita bicara di belakang? Ada beberapa hal penting yang harus saya sampaikan kepada dirimu."
"Baik." Jovian mengangguk.
Danu mengulum senyum, lalu berjalan terlebih dulu ke arah pintu belakang rumah besar itu. Dimana sebuah gazebo dan kolam ikan koi berada.
Suasana begitu sejuk. Apalagi ketika angin berhembus, sampai membuat dahan dan dedaunan saling bergesekan, hingga menimbulkan bunyi riuh menenangkan. Area yang cukup luas, rerumputan memang terlihat memenuhi area sana, dilengkapi beberapa pohon mangga yang sudah mulai berbunga, juga gazebo berukuran besar, yang berdiri kokoh tepat di samping sebuah kolam ikan koi, yang memiliki corak yang sangat indah dan menarik.
"Duduklah. Mau minum? Kopi? Atau minum apa yang kamu gemari?"
"Tidak usah, Pak." Jovian menarik kedua sudut bibirnya hingga membuat sebuah senyuman tipis.
Jovian mengusap kedua sisi jas yang dikenakannya, kemudian duduk di salah satu sofa yang tersedia di gazebo sana.
"Eheum." Danu membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering.
Sempat yakin atas keinginannya untuk menikahkan Kiana dan Jovian. Namun tiba-tiba dia merasa ragu, entah apa tapi rasanya cukup canggung ketika tiba-tiba harus berbicara hal pribadi dengan Jovian, padahal belum genap setahun pria itu mengabdi kepada dirinya.
"Jadi Bapak mau bahas apa? Soal Kiana kah?"
Danu mengangguk pelan.
"Kalau Kiana, saya pastikan dia tidak akan berulah lagi. Teman-temannya sudah menjauh, … dan Kiana pun tidak berusaha kembali mendekat, sedikit banyak sepertinya Kiana mulai tahu mana salah dan mana benar, mana yang patut dia dekati dan yang harus dijauhi." Jovian menjelaskan dengan senyuman.
Danu mengangguk lagi. Tiba-tiba saja lidahnya terasa sangat kaku, padahal dari awal dia sudah sangat yakin jika membicarakan ini dengan Jovian tidak akan terlalu sulit.
Pria paruh baya itu manatap Jovian cukup lama. Sampai membuat Jovian celingukan, mencari sesuatu yang mungkin salah pada dirinya saat ini.
"Maaf, Pak …"
"Kamu sudah mempunyai kekasih atau belum?" Ucapan itu akhirnya terlontar.
Kening Jovian menjengit kencang.
"Maksud Bapak?"
"Kamu sudah mempunyai kekasih? Atau ada niat menikah dalam waktu dekat?"
Jovian menggelengkan kepala.
"Sejauh ini belum. Saya masih menikmati kesendirian saya, Pak. Tapi ada beberapa yang sedang dekat, belum sampai tahap saling komitmen, … hanya menjalani dan mencoba saja." Jelas Jovian.
"Apa saya lancang jika menawarkan sesuatu kepadamu? Padahal belum setahun kita dekat sebagai penyedia jasa dan Clint."
"Memangnya apa yang mau Bapak katakan? Katakan saja, Pak. Saya orangnya santai!"
Danu menghirup oksigen sebanyak mungkin. Lalu menghembuskan nafasnya melalui mulut dengan perlahan.
"Setelah saya lihat bagaimana perkembangan Kiana setelah kamu tangani. Saya rasa didikanmu berhasil, Jo!"
"Terimakasih." Jovian tersenyum manis.
"Dan karena itu. Saya mempertimbangkan ini! Saya harap kamu mengerti maksud saya, dan tidak berpikir jika saya sedang memanfaatkan kamu."
Danu berhenti sebentar, kembali menarik dan menghembuskan nafasnya.
"Ada sesuatu yang serius dengan Kiana, Pak?"
"Tidak. Saya hanya merasa yakin kepada dirimu, kamu pria yang bertanggung jawab, memiliki pendirian yang teguh, lalu sikap yang tegas, saya rasa kamu bisa menangani Kiana."
Jovian diam, pria itu belum mengerti maksud Danu.
"Saya sedang tidak membahas soal kerjaan kamu. Tapi hal lain, hal yang lebih jauh dan lebih pribadi. Jika biasanya pria yang akan datang meminang wanitanya kepada kedua orang tua perempuan. Maka disini biarkan saya meminta kamu untuk menikahi Kiana."
Degg!!
Seperti mengalami mimpi di siang bolong. Tawaran itu Jovian dapatkan langsung dari atasan nya langsung, namun itu tentu saja membuatnya terkejut, bagaimana bisa, bukankah seorang ayah ingin calon pasangan putrinya adalah pria dengan bibit bebet bobot yang jelas? Lalu kenapa Danu memilih dirinya, yang sudah jelas statusnya sebagai duda cerai hidup.
"Saya mempunyai kepercayaan yang besar kepadamu. Sepertinya kamu bisa membuat Kiana lebih baik lagi, dan yang terpenting kamu bisa mengatasi keras kepala dia, … saya yakin kamu bisa menjadi suami yang baik untuk putri saya. Jasmine Kiana Danuarta!"
"Emmm…"
"Tidak usah di jawab langsung, … kamu bisa memikirkannya lebih dulu! Tapi saya minta Kiana jangan sampai tahu dulu, saya takut dia nekad lalu kabur lagi dari rumah." Danu tersenyum.
"Entah bagaimana, tapi hati saya begitu yakin. Kamu adalah laki-laki yang tepat untuk putri saya!"
Danu kembali berbicara. Namun yang Jovian rasakan bukan sebuah tawaran yang Danu berikan, melainkan sebuah ajakan yang sedikit memaksa untuk segera menikahi putinya.
"Yang benar saja! Aku harus menikahi gadis yang sangat muda!"