Sebuah permintaan mengejutkan dari Maria, mama Paramitha yang sedang sakit untuk menikahi Elang, kakak kandungnya yang tinggal di London membuat keduanya menjerit histeris. Bagaimana bisa seorang ibu menyuruh sesama saudara untuk menikah? padahal ini bukan jaman nabi Adam dan Hawa yang terpaksa menikahkan anak-anak kandung mereka karena tidak ada jodoh yang lain. Apa yang bisa kakak beradik itu dilakukan jika Abimanyu, sang papa juga mendukung penuh kemauan istrinya? Siapa juga yang harus dipercaya oleh Mitha tentang statusnya? kedua orang tuanya ataukah Elang yang selalu mengatakan jika dirinya adalah anak haram.
Mampukah Elang dan Mitha bertahan dalam pernikahan untuk mewujudkan bayangan dan angan-angan kedua orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sushanty areta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjemput Zahra
"Mitha....kamu Paramitha kan?" tanya seorang gadis teman sekampusnya saat mereka bertemu di pintu kantin. Tadinya Mitha akan pulang, tapi mampir dulu ke kantin untuk membeli jus jeruk favoritnya sebelum pulang. Hari itu matahari sangat terik hingga membuat kerongkongannya terasa kering. Apalagi dosen yang barusan masuk dan mengajar di kelasnya super duber menguras tenaganya.
"Ehh..iya. Ada apa ya?"
"Ada yang nyariin tuh. Om-om kayaknya. Tapi cakep sih." sahut gadis berambut sebahu itu cuek.
"Ditungguin di gerbang. Buruan kesana! Ntar tuh om-om ngiranya aku nggak sampein ke kamu." lanjutnya lagi.
"Ohh ok ...makasih ya."
"ok, bye." gadis itupun berlari menuju kelasnya. Tampaknya dia sedikit terlambat tadi.
Dahi Mitha berkerut, om-om? apa mungkin papanya? mungkin saja begitu. Meski berusia menjelang setengah abad, Abi masih terlihat gagah dan tampan. Mitha setengah berlari ke gerbang. Bola matanya membulat sempurna saat melihat Elang berdiri menatap ke arahnya dengan tubuh menempel ke badan mobil. Sesekali pria itu melirik pergelangan tangannya.
"Kau terlambat lima belas menit!" ketus Elang dengan menatapnya sangat tajam. Mitha menjadi rikuh karenanya.
"Maaf kak, aku..tadi aku ke kantin dulu." sahut Mitha grogi. Elang seperti menguliti tubuhnya hingga ke dalam rongga terdalam.
"Kakak kenapa menjemputku?"
"Masuk!" Dalam hati Mitha mengumpat kesal. Dia tidak perlu dijemput dengan wajah terpaksa seorang Elang. Dia itu gadis mandiri, bisa pergi dan pulang sendiri tanpa dia antar-antar atau dijemput-jemput. Lagian dia juga hafal jalan pulang, tak perlu takut kesasar. Dasar Elang saja yang sok-sokan rajin memjemput. Dasar pria aneh!!
"Tidak usaha menyumpahiku!" Tubuh Mitha menegang karenanya. Tangannya sibuk memilin tali tas di pangkuannya.
"Tunjukkan dimana Zahra tinggal!"
"Zahra??" beo Mitha dengan berbagai pertanyaan dikepalanya.
"Iya Zahra. Bukannya dia temanmu?"
"Dia sahabatku."
"Sama saja!"
"Tentu saja tidak. Sahabat itu lebih dari teman biasa." protes Mitha ngeyel. Elang melengos.
"Terserah kau bagaimana menyebut. Yang kubutuhkan itu Zahra, bukannya sebutanmu untuknya." geram Elang tertahan. Dia sampai mencengkeram setir mobil karena kesal.
"Depan belok kiri."
"lalu?"
"Kakak masuk saja dulu." kali ini Mitha juga berubah kesal karenanya. Elang menjalankan kendaraannya sesuai arahan Zahra hingga mereka memasuki gerbang kost.
"Tapi apa Zahra ada dirumah ya?" gumam Mitha membuat Elang makin kesal.
"Kau bisa telepon dia kan? Kenapa semua hal kau tidak bisa? otakmu juga cetek seperti parit pinggir sungai. Dasar tidak cerdas!" Mitha menundukkan wajahnya lemas. Elang selalu saja menghina dan berkata yang tidak enak di dengar didepannya. Kadang dia sakit hati, kadang juga merasa sudah kebal karenanya. Tak ingin berdebat, Mitha meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Zahra. Belum sempat terhubung, matanya kembali membulat karena melihat Zahra keluar dari kamar kostnya sembari menyeret kopernya. Bergegas Mitha turun dari mobilnya.
"Ra, mau kemana?" tanyanya ragu. Zahra berhenti di dekat mobil Elang.
"Kerumahmu."
"Rumahku? Ngapain??" Mitha merasa sangat bingung karena melihat Zahra yang sepertinya mau pindah ke rumahnya. Tapi sekelebat pembicaraan dengan mama maupun papanya kembali terbayang. Apa mungkin mamanya sudah bertemu Zahra??
"Ya jadi perawat mama kamulah. Tadi beliau ke rumah sakit dan meminta pada atasanku agar aku dipindahkan sementara waktu merawat mamamu dan atasanku setuju." jelas Zahra lugas. Berarti Maria sudah melakukan gerak cepat untuk mewujudkan keinginannya. Mamanya itu sangat cerdik.
"Masuklah!" Elang memotong pembicaraan dua gadis didepannya dengan membuka pintu penumpang. Dia juga membantu Zahra menaikkan kopernya.
"Kau mau kemana?" suara Elang menahan langkah Mitha yang akan menyusul Zahra naik dan duduk disampingnya.
"Duduk." jawab Mitha lirih, tak berani menatap wajah suami galaknya.
"Aku bukan sopir kalian. Kembali ke tempatmu!" sergah Elang cepat membuat Mitha menekuk wajahnya kesal. Mau tidak mau dia berjalan ke pintu depan, membukanya dan duduk manis disamping Elang.
"Kau sudah makan?" tanya Elang pada Zahra saat mereka sudah berada di jalan raya.
"Sudah kak." balas Zahra pendek. Lama-lama dia merasa kikuk juga berada diantara suami istri itu.
"hmmmm." hanya itu yang keluar dari bibir Elang sambil melajukan kendaraannya menuju rumah.