Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamparan
Satu permintaan yang membuat semua kaget. Hesti dan Sanjaya menatap tajam Kara. Sungguh tidak disangka jika perceraian yang diminta.
"Kami akan membayar kerugianmu. Semua biaya kuliah Elno akan kami ganti," kata Sanjaya.
"Menantuku seorang dokter. Apa pantas dicampakkan begitu saja?" timpal Hesti.
Elno menggebrak meja dan hal itu membuat semua kaget. Finola menangis karena sang ayah, tetapi tidak menyurutkan kemarahan Elno. Sari lekas memanggil pelayan rumah untuk menitipkan Finola sebentar.
"Elno! Kamu mengagetkan Finola," kata Sari.
"Diam!" bentak Elno.
"Elno!" tegur Sanjaya dan Hesti.
"Memang seharusnya aku tidak pernah berbaikan pada kalian. Sepuluh tahun, tapi kalian masih tidak bisa menerima Kara. Kalian lupa pada janji? Salah satu alasanku menikahi Sari karena ingin kalian berdua merestui pernikahanku bersama Kara!"
Hesti meradang. "Dua wanita dalam hidupmu itu sangat berbeda. Yang satu mendatangkan masalah dan satu memperbaikinya. Kara cuma bisa membuat masalah."
"Masalah?" tanya Elno. "Masalah apa maksud Mama, hah? Bukankah sama saja Sari dan Kara? Kami menikah karena aku membuat mereka hamil."
"Elno!" tegur Sanjaya.
"Benar, kan? Apa bedanya mereka berdua?" tanya Elno. "Apa karena Sari dokter dan Kara tidak bekerja? Apa itu yang menjadi pilihan kalian? Ingat! Kara berkorban semua demi diriku."
"Kara membuatmu menjauh dari kami. Setelah Sari masuk dalam hidupmu, kita sekeluarga bisa berkumpul bersama," ucap Hesti.
"Kami memang berterima kasih padanya. Sekarang kami tanya, apa istri-istrimu bisa mendapatkan keadilan? Papa dengar pagi ini kamu ingin membelikan Kara mobil. Sementara Sari kamu suruh bayar kredit rumah. Itu namanya tidak adil," kata Sanjaya.
Sari tersentak mendengar ucapan ayah mertuanya. Tidak disangka jika curhatannya kepada mertua bisa tersampaikan. Memang istirahat siang tadi, Sari menelepon ibu mertuanya dan mengatakan segala hal.Elno menatap tajam Sari. Emosinya naik saat ini.
"Oh, jadi, kalian sudah tau kedatangan Kara dan berpura-pura. Kalian memang tidak berubah!" Elno meraih lengan Kara. "Ayo, Sayang. Lebih baik kita pergi saja dari sini."
"Elno! Berani kamu melangkah sekali lagi, tau sendiri akibatnya," ucap Hesti.
"Ancamanmu itu tidak mempan padaku. Bukan sekali ini aku terusir. Bila perlu detik ini juga aku akan kembali ke kehidupan lama. Aku akan berhenti bekerja dan kalian tidak akan bisa membanggakan diriku ini. Semua rasa bangga itu seharusnya kalian berikan pada istriku, Kara. Tapi kalian malah menyuruhnya untuk meninggalkanku. Kalian sungguh keterlaluan!"
Elno melangkah keluar bersama Kara. Sari ingin menyusulnya, tetapi dicegah oleh Sanjaya. Elno dalam keadaan emosi. Jika sampai Sari membuat kesal suaminya, maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
Keduanya masuk mobil. Elno menghidupkan mesin, lalu mengendarai kendaraan roda empatnya keluar dari halaman rumah Sanjaya.
Elno dan Kara saling diam. Kara sendiri tidak ingin bicara sebab ia tidak tahu harus mengatakan apa. Bangga atau sedih, Kara tidak bisa merasakannya.
"Maaf, ya, kejadiannya sama seperti dulu," ucap Elno kemudian.
Kara menoleh padanya. "Kita mau ke mana?" Ia tidak ingin membahas kejadian tadi
"Kamu lapar? Kita makan dulu."
"Di tempat biasa. Sudah lama aku enggak ke sana. Apa tempat makannya masih buka?" tanya Kara.
"Iya, kita ke sana," jawab Elno.
Kara tersenyum ketika sampai di warung makan yang biasa menjadi langganan mereka. Tempat sederhana yang menyediakan masakan sesuai selera Kara.
"Ayo," ajak Elno sembari mengulurkan tangan.
Kara menyambutnya, lalu keduanya jalan bersama masuk ke warung makan itu. Elno langsung memesan makanan kesukaan Kara serta es jeruk besar. Kebiasaan kalau makan di tempat ini, Kara memang suka memesan es jeruk.
"Kamu yakin ingin berhenti bekerja?" tanya Kara tiba-tiba.
"Kalau kamu menginginkannya, aku bersedia. Aku bisa kerja di kelab malam lagi jadi pelayan. Sudah biasa, kok," jawab Elno.
"Kamu punya dua istri dan satu anak. Yakin, bisa menghidupi kami."
Elno mengangkat bahu. "Dulu aku bisa menghidupimu. Walau tekadmu ingin jadi TKW tidak bisa aku cegah."
"Aku menginginkan suami yang kerja kantoran," kata Kara.
"Jika kehidupan lama bisa mengembalikan keadaan kita pada sebelumnya, maka aku akan bersedia. Sungguh aku berada dalam dilema, Kara. Ini bukan soal cinta, tapi lebih kepada tanggung jawab," ucap Elno.
"Kita makan saja dulu," kata Kara mengalihkan pembicaraan. Kebetulan pelayan sudah mengantar makanan pesanan mereka.
Kara mengerti maksud Elno. Jika Elno menceraikan Sari, maka wanita itu merasa tercampakkan. Jika menceraikan dirinya, Elno juga tidak rela. Cinta dan hidup pria itu berasal dari Kara. Salah satunya jalan adalah menerima pernikahan itu sendiri atau salah satu dari dua istri mengalah.
"Sayang, aku naik jabatan," ucap Elno.
"Sungguh!" Kara tersenyum. Seperti biasa, ia akan senang jika Elno memberitahu tentang kemajuannya. Sedetik kemudian raut bahagia itu berubah. "Oh, selamat untukmu."
"Tidak senang?" tanya Elno.
"Senang, kok."
Elno meraih tangan istrinya. "Aku diangkat menjadi manager umum. Minggu ini acaranya. Kita pergi bersama, ya."
"Kamu tidak malu membawaku?"
"Kamu istriku. Kenapa malu? Kamu siap-siap saja buat acara itu. Nanti aku kirim uang buat beli gaun," ucap Elno.
Kara mengangguk. "Iya, aku akan pergi bersamamu."
...****************...
Sari sampai di rumah lebih dulu. Ia duduk di ruang tamu sembari menunggu Kara dan Elno yang belum kembali. Sudah satu jam Sari menunggu, tetapi suami dan madunya belum juga pulang.
"Mereka ke mana lagi. Ini karena ayah yang bicara sembarangan. Elno pasti marah padaku. Aku harus membujuknya," gumam Sari.
Suara mobil terdengar. Sari lekas membuka pintu. Kara dan Elno keluar dari mobil sembari tertawa bersama. Sari tidak ingin tawa itu hadir di antara keduanya. Kara dan Elno berhenti melangkah saat melihat Sari.
"Kamu naik ke atas dulu," kata Elno pada Kara.
Kara mengiakan, lalu masuk ke dalam. Ia lekas menuju anak tangga. Elno masuk dengan menutup dan mengunci pintu.
"Finola mana?" tanya Elno.
"Sudah tidur di kamarnya. Kamu tega ...."
Mata Sari membelalak. Sontak ia memegang pipinya yang ditampar oleh Elno. Selama pernikahan mereka, baru ini Elno bermain tangan.
"Apa ini, El? Kamu berani memukulku!" teriak Sari.
"Ini pantas untuk istri sepertimu. Apa yang kamu katakan kepada orang tuaku? Beraninya kamu membicarakan aib rumah tangga. Maksudmu apa, Sari?" ucap Elno marah.
"Aku hanya cerita masalah mobil. Aku tidak bicara masalah aib rumah tangga kita!" kilah Sari.
"Sialan! Buat apa cerita kepada orang tuaku, hah? Maksudmu apa? Ingin minta dibela. Merasa paling tersakiti di sini. Merasa menjadi wanita yang tidak diperlakukan adil," kata Elno.
"Maaf, El. Aku cuma keceplosan."
Elno menggeleng. "Aku tidak percaya padamu! Kamu pasti sudah memberitahu orang tuaku sejak Kara datang, kan?"
"Maafin aku, El," ucap Sari.
"Ini peringatan untukmu. Jika kejadian ini terulang lagi, kamu tau akibatnya."
Elno berjalan menuju anak tangga meninggalkan istri keduanya. Sari mengusap pipinya yang panas dan terasa bengkak sebab Elno memukulnya begitu keras.
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya