Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.
Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!
Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.
“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Surat Perjanjian
Hari menjelang petang, Iffah—ibunya Shanum sudah siuman, hanya saja tidak bisa dijenguk. Keluarga hanya bisa melihat dari jendela ruang HCU yang saat ini dibuka. Shanum bisa melihat wajah ibunya yang tampak lemas dan pucat, ingin sekali ia masuk dan memohon maaf berkali-kali. Namun, apa daya hanya bisa melihat dari kejauhan.
“Keadaan Ibumu ini, gara-gara kamu! Dasar anak tidak tahu diri!” sergah Ayah Aiman ketus dan penuh kebencian padanya.
Shanum hanya bisa menatap ayahnya, ia tidak menyanggah sama sekali, ia akui semua yang terjadi pada ibunya karena ulahnya.
“Dididik, dirawat dengan baik, malah dibalas dengan keburukan! Karma apa yang aku terima punya anak sulung seperti ini!” gumam Ayah Aiman pelan, tapi masih terdengar oleh Shanum.
Susah payah Shanum menelan ludahnya, pandangannya kembali menatap ibunya. Lalu, tak lama kemudian bergerak mundur menjauh dari depan ruang HCU seorang diri.
Ia mengusap ujung matanya yang mulai kembali basah. Ingin rasanya ia berteriak, ‘Shanum juga hancur, Ayah! Shanum sangat menyesal! Shanum juga tidak ingin jadi seperti ini, Ayah! Tolong maafkan anakmu ini ’ Sayangnya ia hanya bisa berteriak di dalam hatinya saja.
Dan, langkah kakinya berhenti di depan lift, entah ke mana ia harus pergi, yang jelas ia pun ingin menenangkan dirinya. Sedangkan bibinya sejak tadi sudah pulang untuk mengurusi acara pernikahannya yang terbengkalai, walau sudah ada pak RT yang mewakilkan di sana setelah acara ijab kabul di rumah sakit.
Suara dentingan pintu lift terbuka, tanpa melihat dengan jelas Shanum masuk ke dalam, namun ada tangan besar yang menyentuh lengannya.
“Eh!”
“Mau ke mana?”
Shanum mengangkat kepalanya, melihat siapa yang bertanya padanya.
Gadis itu lantas tersenyum hambar saat melihat sosok pria tersebut. “Mau cari makan, kenapa? Ada keperluan dengan saya lagi?” tanyanya dengan matanya yang masih tampak basah.
Tanpa menjawab pria itu turut masuk ke kotak besi itu. “Kebetulan saya datang memang ingin bicara denganmu,” balasnya, suaranya terkesan dingin dan serasa menusuk jiwa yang sedang menangis dalam diam.
Shanum menghela napas, dan tak ada lagi yang bersuara sampai kotak besi tersebut turun ke lantai lobi rumah sakit. Dan, pria itu terlebih dahulu keluar dari sana. Kemudian disusul oleh langkah Shanum yang tidak terlalu dekat dengan pria yang berstatus suaminya.
Namun apakah Shanum mengikuti langkah suaminya? Tentu tidak, jika Ervan melangkah ke arah coffe shop yang terlihat mahal, maka Shanum berbelok menuju kantin yang harga makanannya cocok dengan kantongnya.
Dan, Ervan baru menyadari saat ia akan masuk ke dalam coffe shop. “Ck, ke mana dia? Bukannya ngikuti aku!” Pria itu tampak kesal, dan terpaksa ia tak jadi masuk. Pandangan matanya mengedari setiap sudut mencari keberadaan Shanum.
Lebih sialnya lagi Ervan yang mau mencoba menghubungi Shanum melalui ponselnya, ia baru teringat tidak memiliki nomornya. Dengan terpaksa ia harus mencarinya sendiri.
“Nambah kerjaan aja!” gerutu Ervan kesal. Tujuan ia langsung mencarinya ke kantin, mengingat gadis itu ingin mencari makanan. Dan, benar saja ia langsung menemukan gadis itu di depan counter makanan, terlihat sedang memilih makanan.
“Oh, bagus ya, kamu di sini enak-enakkan pesan makanan, dan saya disuruh keliling cari kamu!” seru Ervan terdengar menggema di telinga Shanum, saking dekatnya posisi pria itu.
Perlahan-lahan gadis itu menoleh, matanya mengerjap. “Lah, tadi saya kan udah bilang memang mau cari makanan. Terus kenapa Pak Ervan cari saya?” kata Shanum dengan santainya.
Mata elang Ervan agak menyipit, “Seharusnya tadi kamu itu ikuti saya, bukannya ke sini!” balas Ervan tanpa mengeluarkan suara tinggi tapi penuh penekanan.
“Memangnya tadi Pak Ervan minta saya ikuti? Enggak, kan?”
Ervan semakin geram melihat tanggapan gadis yang sudah dinikahinya menunjukkan ekspresi tak berdosa kepadanya.
“Ikut saya, sekarang juga! Dan, jangan banyak ngomong!” titahnya, tampak tak mau dibantah.
“Tapi Pak, saya mau makan.”
“Ikut saya, Shanum!” Suara Ervan meninggi, matanya mulai berkobar api.
“Hhmm.” Gadis itu mendesah kesal.
Shanum membatalkan pesanannya, dan mengekori langkah Ervan. Ia tidak ada niatan untuk berjalan berdampingan dengan pria tampan itu. Lebih tepatnya, harus tahu diri, sebelum kata-kata pedas meluncur dari bibir Ervan.
“Ren ... Ren, pantas saja kamu memilih kabur keluar negeri, rupanya pacarmu itu kurang se-ons,” sindir Ervan pelan.
Lagi-lagi Shanum bisa mendengarnya, apakah ia harus marah? Tidak. Ia menelan mentah-mentah begitu saja.
“Sabar ... sabar ... Shanum, biarlah orang terus menerus merendahkan kita. Hitung-hitung dosa kita berkurang, udah diambil sama yang nyindir. Semoga aja yang nyindir tidak jatuh cinta sama Shanum,” gumam Shanum sembari mengusap dadanya.
Sekejap, pria itu menoleh ke belakang bahu dengan lirikan tajamnya. Shanum pura-pura melihat ke arah lain ketimbang harus beradu pandang dengannya.
Lidah Ervan berdecak kesal, lalu kembali berjalan dan masuk ke dalam coffe shop. “Duduk!” Lagi-lagi Ervan memerintah layaknya seorang bos pada Shanum, ketika melihat ada meja kosong dekat jendela.
Tanpa banyak berkata gadis itu duduk, dan Ervan duduk berseberangan dengannya. Tak lama kemudian ia memanggil waiters untuk memesan makanan.
“Pilih apa yang mau kamu makan.”
Shanum yang sudah menerima buku menu, agak susah payah menelan ludahnya saat melihat harga menunya. Walau di tas kecilnya ada uang mahar dari Ervan, rasanya agak berat untuk membayar makannya yang cukup mahal itu. Lebih baik ia makan di kantin, atau cari nasi goreng di luar.
“Minum aja, air mineral,” ucap Shanum sembari menutup buku menunya.
Kening Ervan mengernyit heran. “Air mineral saja? Yakin? Bukannya tadi kamu katanya mau makan?”
“Tidak jadi, laparnya hilang. Kalau Pak Ervan mau makan ... makan saja.”
Ervan menarik napas dalam-dalam, kemudian menatap waiters yang masih menunggu pesanan mereka. “Pesankan yang tadi untuk dua orang, itu aja, Mbak, sama tambah air mineral dua, dan coffe latte satu,” pinta Ervan.
“Baik Pak.”
Shanum memilih melihat ke arah jendela selagi pria itu memesan.
Sepeninggalnya waiters tersebut, Ervan mendorong map coklat yang sejak tadi ia pegang ke arah gadis itu.
“Tanda tangan surat yang ada di dalam amplop ini. Dan patuhi segala peraturan yang ada di dalam ini,” titah Ervan dengan tatapan intimidasinya.
Gadis itu menatap amplop tersebut, dan lekas membukanya. Tanpa membacanya lagi ia mengambil pulpen yang sudah tergeletak di sisi map tersebut, kemudian langsung membubuhi tandatangan di kolom pihak kedua.
Kening Ervan mengernyit. “Kenapa langsung tanda tangan? Kamu tidak ingin membacanya dulu?” tanya Ervan penasaran dengan tingkah Shanum.
Shanum menegakkan pandangannya, lalu meletakkan pulpen di atas meja. Gadis itu tersenyum tipis dibalik paras ayu, yang sebenarnya amat cantik. Namun, karena statusnya hanya anak sopir jadi paras cantiknya tenggelam.
“Surat perjanjian ini pasti hanya menguntungkan pihak pertama saja, jadi untuk apa saya membacanya. Toh, saya juga tidak meminta apa pun pada Pak Ervan. Cukup hanya status saja, dan ... semua hanya sementara sampai anak yang saya kandung lahir. Terima kasih sudah membantu saya, Pak Ervan,” tegas Shanum sembari mengembalikan surat perjanjian kontrak.
Bersambung ... ✍️
pokok nya paa klo Ervan macam2 lg ma Shanum,,jauhkan Shanum sejauh jauh nya utk menjaga kewarasan Shanum..dn biar Ervan bisa introspeksi diri...
bener2 gedeg aq ma Mr.Arogaaann 😬😬