NovelToon NovelToon
Pelacur Milik Sang CEO

Pelacur Milik Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Terlarang / Mengubah Takdir
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gaji Malam

Ruangan CEO

Ayla berdiri tegak di dalam ruangan yang luas dan mewah, dengan langit-langit tinggi dan pencahayaan elegan yang memberikan kesan megah. Udara di dalam ruangan terasa lebih dingin dari biasanya, entah karena AC yang diatur pada suhu rendah atau mungkin karena aura pria yang duduk di balik meja besar itu—seorang pria yang jelas memiliki kuasa di tempat ini.

Leonard Aryasatya menatapnya tajam, sorot matanya tajam dan dalam, mencerminkan kewibawaan yang sulit diabaikan. Ekspresinya tetap tenang, namun ada sesuatu dalam caranya mengamati yang membuat Ayla merasa seolah-olah sedang diukur dan dinilai. Tangannya terlipat di atas meja, posturnya tegap, menegaskan bahwa setiap gerakannya adalah hasil dari pertimbangan matang.

"Ayla Hana, bukan?" Suara Leonard terdengar berat dan dalam, begitu berwibawa hingga Ayla secara refleks menelan ludah sebelum mengangguk pelan.

"Iya, Pak," jawabnya dengan nada setenang mungkin, meski ada ketegangan yang menggelayuti dirinya.

Leonard mengamati selembar dokumen di tangannya, membaca dengan seksama sebelum akhirnya kembali menatap Ayla, kali ini dengan sorot yang lebih tajam.

"Kamu sudah tahu tugasmu sebagai resepsionis sementara di sini?" tanyanya, suaranya tetap datar tetapi mengandung makna yang tak bisa diabaikan.

"Sudah, Pak. Saya akan memastikan semua tamu yang datang mendapatkan pelayanan terbaik dan mengatur jadwal pertemuan dengan rapi."

Leonard mengangguk kecil. "Bagus. Aku ingin memastikan pegawai di sini bekerja dengan profesional. Jika kamu bisa menjalankan tugasmu dengan baik, gajimu akan dinaikkan. Aku tidak mau ada kesalahan sekecil apa pun. Mengerti?"

Ayla menghembuskan napas lega. Dia tidak mengenalinya. Ini hanya pertemuan biasa antara atasan dan pegawai. Tidak ada tanda-tanda Leonard Aryasatya menyadari siapa dirinya yang sebenarnya.

"Saya mengerti, Pak. Saya akan bekerja sebaik mungkin," jawab Ayla dengan suara stabil.

"Baik." Leonard mengalihkan pandangannya ke komputer, seakan obrolan ini sudah cukup baginya. "Kamu boleh kembali ke meja kerja."

Ayla menundukkan kepala dengan sopan sebelum berbalik dan melangkah keluar dengan hati yang lebih ringan. Tidak ada yang mencurigakan. Dan yang lebih penting, kenaikan gaji itu... Dengan tambahan uang tip yang ia dapat, ia bisa lebih dekat untuk membantu biaya operasi adiknya.

---

[Malam Hari – Klub Malam Mami Jenny]

Ayla berjalan melewati koridor belakang dengan langkah cepat, seakan ingin segera menjauh dari hiruk-pikuk yang masih terdengar samar dari lantai dansa. Musik berdentum pelan di kejauhan, namun di sini, di area khusus karyawan, suasana jauh lebih sepi. Lampu-lampu di langit-langit menerangi lorong dengan cahaya putih dingin, memantulkan bayangannya di lantai keramik yang mengkilap.

Napasnya sedikit tertahan saat ia mendekati sebuah pintu di ujung lorong, pintu yang sudah begitu familiar baginya. Dengan satu tarikan napas, ia mengangkat tangannya dan mengetuk permukaannya dengan ketukan tegas namun tidak tergesa-gesa.

Dari dalam terdengar suara seorang wanita. "Masuk," suara Mami Jenny terdengar, lembut namun tetap memiliki nada otoritas yang tak bisa diabaikan.

Ayla meraih gagang pintu, membukanya perlahan, lalu melangkah masuk. Aroma khas campuran parfum mahal dan asap rokok segera menyambutnya. Di dalam ruangan yang tidak terlalu luas itu, Mami Jenny sedang duduk di sofa berlapis beludru merah tua, kaki bersilang dengan elegan. Sebatang rokok terselip di antara jemarinya, asap tipis mengepul ke udara.

Begitu melihat Ayla, ekspresi wanita itu sedikit berubah. Ada sekejap ketegangan yang muncul di matanya. Namun, dalam hitungan detik, ketegangan itu sirna, tergantikan oleh senyuman tipis yang lebih mirip topeng yang biasa ia kenakan dalam menghadapi siapa pun.

"Kamu datang lebih cepat dari dugaanku," ujar Mami Jenny sambil menghembuskan napas pelan, lalu meletakkan rokoknya di atas asbak kristal di meja kecil di samping sofa. Asap tipis masih mengepul dari ujungnya, melayang di udara sebelum perlahan menghilang. Tatapan wanita itu mengarah lurus ke Ayla, ekspresinya tetap tenang, namun ada sedikit ketertarikan yang tersirat dalam sorot matanya. "Apa yang bisa kubantu, Sayang?" lanjutnya dengan nada suara yang lembut, tetapi penuh perhitungan.

Ayla tidak mengubah ekspresinya. Dia berdiri tegap, kedua tangannya mengepal ringan di sisi tubuhnya, menunjukkan bahwa dia tidak ingin berlama-lama berbasa-basi. "Bayaranku, Mami. Aku ingin segera mendapatkan uangnya," ujarnya langsung ke inti pembicaraan, suaranya mantap, tanpa ragu-ragu.

Mami Jenny mengamati Ayla beberapa detik lebih lama, seakan sedang mempertimbangkan sesuatu dalam pikirannya. Wajahnya tetap tersenyum, tetapi ada sedikit ketegangan halus di balik ekspresi santainya. Ia menahan napas sejenak sebelum akhirnya menghela napas pelan, lalu mengangguk kecil. "Tentu, tentu. Aku sudah menyiapkannya," katanya, suaranya masih terdengar ramah, meskipun ada sesuatu di balik nada bicaranya yang sulit diartikan.

Dengan gerakan anggun yang sudah menjadi ciri khasnya, Mami Jenny bangkit dari sofa. Tumit tingginya berbunyi pelan saat ia berjalan menuju meja kerjanya yang terbuat dari kayu mahoni gelap, berkilauan di bawah cahaya lampu. Ia membuka salah satu laci dengan santai, lalu merogoh sesuatu dari dalamnya. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan sebuah amplop tebal berwarna cokelat, sedikit menepuk-nepuknya sebelum akhirnya menoleh kembali ke Ayla.

"Ini," katanya sambil mengulurkan amplop itu. "Sesuai kesepakatan kita."

Ayla tidak langsung mengambilnya. Tatapannya tetap waspada, memastikan bahwa tidak ada hal lain yang tersembunyi di balik sikap tenang Mami Jenny. Namun, setelah beberapa detik, ia akhirnya mengulurkan tangannya dan meraih amplop itu, merasakan beratnya yang menandakan isinya cukup banyak.

Untuk sesaat, tidak ada yang berbicara. Hanya ada suara samar musik dari kejauhan dan bunyi detik jam di ruangan itu. Sesuatu dalam atmosfer seolah menegang, namun belum ada yang memecahnya.

Ayla mengambil amplop itu dan menghitung isinya dengan cepat. Semua sesuai. Ia mengangguk kecil.

"Terima kasih."

Mami Jenny memperhatikannya dengan seksama, lalu bertanya dengan nada hati-hati. "Ayla, kamu tidak mau menanyakan sesuatu padaku?"

Ayla mengerutkan kening. "Menanyakan apa?"

Mami Jenny menatapnya seolah sedang membaca pikirannya. "Semalam... semuanya baik-baik saja, kan? Maksudku, kamu tidak mengalami hal... yang tidak diinginkan?"

Ayla menghela napas. "Mami, aku hanya ingin uangku. Aku tidak peduli dengan hal lain."

Mami Jenny menggigit bibirnya, ekspresinya sedikit tegang. Ia tidak bisa memastikan apakah Ayla benar-benar tidak sadar atau hanya berpura-pura tidak tahu.

Namun, jika gadis itu tidak menanyakan tentang kotak merah itu... artinya dia memang tidak menyadarinya.

"Baiklah," Mami Jenny akhirnya berkata sambil tersenyum. "Kalau begitu, jaga dirimu baik-baik, Sayang. Kamu tahu di mana mencariku jika butuh sesuatu."

Ayla mengangguk, lalu berbalik dan keluar dari ruangan tanpa banyak bicara lagi.

Begitu pintu tertutup, Mami Jenny menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya. Jemarinya secara refleks membuka laci lain di meja kerjanya dan menarik keluar kotak merah kecil yang masih terkunci rapat.

Ia menggigit bibirnya, hatinya tidak tenang.

Ayla tidak menyadari apa pun. Tapi... sampai kapan? Dan lebih penting lagi—bagaimana kalau Leonard menyadarinya lebih dulu?

Dengan hati yang gelisah, Mami Jenny menutup laci itu kembali dan menguncinya.

Untuk saat ini, rahasia ini masih aman.

Namun, ia tidak yakin sampai kapan bisa menyimpannya.

1
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!