Tak kunjung mendapat cinta dari suaminya, Delvin Rodriguez, Jingga memutuskan bercerai. Dia memilih membesarkan anak kembarnya seorang diri tanpa memberitahu kehadiran mereka pada sang mantan suami. Memilih menjauh dan memutus hubungan selamanya dengan keluarga Rodriguez.
Namun, alih-alih menjauh. 5 tahun kemudian dia kembali dan justru terlibat dengan paman mantan suaminya. Angkasa Rodriguez, pria yang terasingkan dan hampir tak di anggap oleh keluarganya sendiri.
Jingga seorang Single Mom, dan Angkasa yang seorang Single Dad membuat keduanya saling melengkapi. Apalagi, anak-anak mereka yang membutuhkan pelengkap cinta yang hilang.
"Aku Duda dan kamu Janda, bagaimana kalau kita bersatu?"
"Maksudmu, menikah?"
Bagaimana Jingga akan menanggapinya? Sementara Angkasa adalah paman mantan suaminya. Apa pantas keduanya bersama? Apalagi, seiring berjalannya waktu keduanya semakin mesra. Namun, kebencian Ferdi selaku ayah Jingga pada keluarga Rodriguez menghambat perjalanan cinta mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suami?!
Angkasa justru mengarahkan mobil Jingga menuju sebuah mall. Tentunya, hal itu menjadikan Jingga bingung di buatnya. Ia akan protes, tapi mobil itu sudah keburu masuk ke dalam parkiran dan terparkir dengan rapih.
"Kenapa kita ke Mall? Om mau turun disini?" Protes Jingga. Sebab, dia sama sekali tak ada rencana mau ke mall ini.
"Aku perlu mencukur rambut dan semalam Nara meminta main di playground. Akan lebih seru jika Arga dan Artan ikut juga kan? Biar Nara ada teman main." Ajak Angkasa.
Jingga terdiam, "Terus aku gimana?"
"Kalau mau, temani aku juga boleh." Balas Angkasa asal.
Jingga menatap kedua anaknya, Arga tampak memejamkan matanya sepertinya anak itu tertidur. Tapi, tidak dengan Artan. Mendengar acara bermain anak itu langsung melebarkan matanya dan bersiap menyambung obrolan.
"Altan nda papa Bunda temenin Cicil nenek lombeng ini main. Lela hati Altan, benelan!" Seru Artan dengan senyuman merekah.
"Teluuus! Teluuus bilang cicil nenek lombeng. Lama-lama bibil Altan Nala kunci yah bial jadi kelbo!"
"Yang milip kelbo kan Nala, kenapa jadi Altan?"
Kedua anak itu sibuk berdebat, sampai-sampai Arga terbangun dari tidurnya dan melihat sekitar. Dia menyadari ini bukan rumahnya melainkan parkiran Mall. Matanya menatap sang Bunda meminta penjelasan.
"Kita main sebentar, gak papa yah?" Ucap Jingga sedikit takut.
"Aku mau pulang."
"Main cebental aja abang! Kalau nda mau yacudah, tinggal cendili di palkilan. Nanti di ambil cetan palkil, balu tau laca!" Arta yang ingin main tentu saja mendukung Jingga. Ia menakut-nakuti abangnya itu berharap Arga takut di buatnya.
"Cetan kan lebih takut cama Alga." Cicit Nara yang mendapat pelototan tajam dari Artan.
"Kalau ngomong jangan cuka telalu jujul, nda cehat." Ucap Artan.
Angkasa keluar dari mobil lebih dulu, ia membuka pintu mobil bagian belakang untuk anak-anak. Nara dan Artan turun lebih dulu, keduanya berjalan bergandengan. Tinggal Arga yang sepertinya enggan dan melirk kesal pada Angkasa.
"Ayo, kita bisa makan siang setelah ini. Om tahu kamu lapar bukan?"
"Mana ada!" Saat Arga berucap seperti itu, tak lama perutnya berbunyi keras. Angkasa tersenyum mendengarnya.
"Ayo turun."
Terpaksa, Arga turun. Ia jalan lebih dulu dan meninggalkan Jingga bersama Angkasa. Tak hanya kesal pada Angkasa, Arga juga kesal dengan Jingga.
"Ayo." Ajak Angkasa sembari tangannya masuk ke dalam saku celananya.
Jingga berjalan beriringan dengan Angkasa, mengikuti ketiga anak di depan mereka. Dia baru sadar, ketiga anak itu sudah seperti anak kembar. Nara yang menggandeng tangan Artan dan Arga yang berjalan sendiri memantau keduanya.
"Artan dan Nara suka sekali berdebat. Tapi, lihat sekarang? Jalan saja harus bergandengan." Gumam Angkasa menahan tawanya.
"Benar, sangat lucu." Jingga juga gemas dengan keduanya.
"Aku lucu?" Ucapan Angkasa membuat Jingga terheran-heran.
"Om udah tua bangka, apanya yang lucu?" Jingga berlari kecil menyusul anaknya. Meninggalkan Angkasa yang menggelengkan kepalanya.
"Tingkahnya tidak pernah berubah, sangat menggemaskan." Angkasa jadi senyum-senyum sendiri melihat tingkah Jingga.
.
.
.
Setelah mengantar ketiganya ke playground, Jingga menemani Angkasa di barbershop. Tadinya Jingga ingin menemani anak-anak di sana, tapi tidak boleh orang dewasa yang masuk. Anak-anak sendiri sudah ada pegawai yang mengawasi, jadi Jingga sedikit tenang dengan itu. Dari pada menunggu di luar, lebih baik ia menemani Angkasa.
"Kalau lapar pesan makan saja." Ucap Angkasa menatap Jingga dari pantulan cermin di depannya.
"Iya, aku belum lapar." Balas Jingga dan kembali bermain ponselnya.
"Mau potong seperti apa Pak?" Tanya Barber saat akan mengerjakan rambut Angkasa. Ia memberi beberapa pilihan terbaik, tapi Angkasa bingung ingin memilih yang mana. Sampai, dia melihat ke arah Jingga yang sedang menatapnya.
"Coba tanya wanita di sana." Unjuk Angkasa.
Barber itu menurut, ia mendekati Jingga dan menunjukkan gambar yang ada. Tentu saja, Jingga yang tiba-tiba di sodorkan seperti itu sangat bingung di buatnya.
"Suaminya minta di pilihkan Kak." Ucap Barber itu.
"Su-suami? Tapi kami ...,"
"Tolong pilihkan, aku bingung ingin memilih yang mana. Menurutmu, mana yang bagus?" Angkasa menyela perkataan Jingga yang ingin membenarkan status mereka.
Terjebak dengan perkataan Angkasa, Jingga memutuskan untuk memilih. Dia melihat beberapa gambar dan pilihannya jatuh pada model undercut. Sepertinya cocok untuk Angkasa agar pria itu terlihat lebih muda dari umurnya.
"Ini saja, biar Om gak kelihatan tua walau udah punya cucu." Ucap Jingga sambil menatap pada Angkasa yang menatapnya tan terima.
"Memangnya aku tua? Mana cucuku? Nara saja masih kecil!" Protes Angkasa.
"Arga dan Artan kan secara gak langsung cucu Om juga dari Papa Erwin, iya kan?" Kata Jingga tak mampu membuat Angkasa protes. Benar, secara tak langsung si kembar juga cucunya. Hais, Angkasa di buat mengg4ruk kepalanya yang tak gatal.
"Tapi kan beda!"
"Beda apanya? Marga kalian sama bukan?"
Ya, Angkasa tak bisa lagi protes. Dia pasrah saat Barber mulai mengerjakan rambutnya. Jingga berhasil membuat Angkasa tak bisa lagi membalasnya.
"Aku keluar sebentar, mau beli minum." Jingga pamit pada Angkasa.
Jingga mencari stand minuman di sekitar barbershop agar tak terlalu jauh. Sampai, matanya menangkap sebuah stand minuman yang terlihat menggiurkan. Gegas, ia menghampiri stand itu. Bertepatan dengan itu, ada seorang wanita berkursi roda yang juga berada di sisinya.
"Greentea satu!"
"Greentea satu!"
Keduanya kompak mengatakan itu berbarengan. Hal tersebut, reflek membuat keduanya saling pandang. Mata Jingga menatap pada seorang wanita yang tak asing di matanya. Keningnya mengerut dalam, otaknya mencoba berpikir keras.
"Selva?"
______
Maap kemaleman😁
adil gak rebutan dedek gemoy"