Judul buku "Menikahi Calon Suami Kakakku".
Nesya dipaksa menjadi pengantin pengganti bagi sang kakak yang diam-diam telah mengandung benih dari pria lain. Demi menjaga nama baik keluarganya, Nesya bersedia mengalah.
Namun ternyata kehamilan sang kakak, Narra, ada campur tangan dari calon suaminya sendiri, Evan, berdasarkan dendam pribadi terhadap Narra.
Selain berhasil merancang kehamilan Narra dengan pria lain, Evan kini mengatur rencana untuk merusak hidup Nesya setelah resmi menikahinya.
Kesalahan apa yang pernah Narra lakukan kepada Evan?
Bagaimanakah nasib Nesya nantinya?
Baca terus sampai habis ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Nesya bangun dari tidur sambil menghela napas panjang, perlahan menyibak selimut tipisnya lalu menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang berukuran sedang itu.
Sejak semalam, ia sudah berjanji untuk menerima jalan hidupnya yang telah di tetapkan oleh Tuhan, dan juga berjanji untuk tidak akan menikah lagi karena Nesya yakin tak akan ada lelaki di luar sana yang mau menerima seorang janda dengan tulus kecuali modus.
Kebiasaan bangun subuh sudah mendarah daging, tampak Kinan masuk ke kamar itu dari arah luar lalu tersenyum saat melihat Nesya yang sudah berdiri menatapnya.
“Sudah bangun? Istirahat saja kalau kamu masih lelah, sayang,” ucap Kinan yang masih dalam keadaan mengenakan mukena.
“Ibu tidak marah pada Nesya?” Tanya Nesya, membuat Kinan mengerutkan kedua alisnya karena merasa heran.
“Marah? Untuk apa?” Kinan balik bertanya, putrinya itu lah yang telah mengorbankan dirinya, lalu kenapa Kinan yang marah?
“Karena Nesya tidak cepat kembali dan segera bertukar dengan Kak Narra, dan malah menjadi istri Evan selama dua minggu,” sahut Nesya, saat menyebut nama Evan, wajah tampan itu langsung melintas di pikirannya.
Kinan pun tersenyum lalu terkekeh pelan sebelum menjawab, “Bukankah di hari pernikahan itu ibu mendoakanmu, agar pernikahan itu menjadi jalan kebahagiaan untukmu? Ibu sama sekali tak pernah berkata agar kamu harus bertukar lagi dengan Narra.”
Kali ini Nesya yang mengerutkan kedua alisnya. “Apa maksud ibu?” Tanyanya tak mengerti.
Kinan masih tersenyum, dia bergerak melepas mukenanya lalu menggantungnya ke dalam lemari dua pintu di kamar tersebut. Setelah itu dia berjalan mendekati Nesya, satu tangannya terangkat memperbaiki rambut Nesya yang berantakan akibat baru bangun tidur.
“Sayang, jalan hidup yang terjadi pada kita merupakan takdir, jangan sesali itu kecuali jika kita sedang menipu orang lain atau berbuat jahat. Saat ibu mengetahui dari wali hakim bahwa Evan mengucap namamu di hari pernikahan itu, ibu merasa senang dan merasa ini adalah takdir yang baik. Bayangkan bagaimana jadinya jika saja saat itu kakakmu yang menikah? Dalam keadaan hamil dengan orang lain, tidak hanya dirinya saja yang akan menanggung akibatnya tetapi kita semua juga,” terang Kinan dengan lembut.
“Tapi apa Ibu tidak merasa heran, mengapa bisa Evan menyebut nama Nesya?”
Kinan menggeleng pelan. “Ibu tidak tahu dan tak ingin tahu tentang itu, tapi yang ibu tahu adalah bahwa mereka bukanlah keluarga sembarangan, perbuatan kakakmu sudah pasti bisa mereka ketahui sehingga keputusan harus segera di buat. Sekali lagi, ini semua adalah takdir.”
Nesya kembali teringat tentang Evan dan seluruh keluarganya, apa yang tengah terjadi dalam keluarga itu dan bagaimana sosok orang-orang di dalamnya. Nesya pun membenarkan ucapan ibunya, bahwa keluarga Maris bukanlah keluarga sembarangan.
“Sebaiknya kamu sholat dulu,” ucap Kinan.
Nesya pun mengangguk dan langsung keluar kamar menuju kamar mandi di dapur mini rumah itu, setelah melakukan ibadah dengan khusyuk, hati Nesya kini menjadi lebih tenang.
Pukul delapan pagi, suasana rumah yang sibuk kembali di rasakan oleh Nesya, aktivitas memasak yang di kerjakan oleh ibu dan bude sangatlah Nesya rindukan. Tak lama setelahnya suara salam dari arah luar mengejutkan Nesya, ketika membuka pintu wajahnya langsung cerah ceria saat bertemu lagi dengan sahabatnya, Sifa.
“Astaga! Putri Cinderella sudah kembali!” Ucap Sifa, berseru heboh.
***
Evan sedang dalam mode seriusnya saat memimpin rapat rahasia yang hanya di hadiri olehnya, Farrel, Ian dan dua orang kepercayaan lainnya. Ian sendiri sampai harus datang dari luar negeri dan meninggalkan perusahaan mereka setelah Evan memintanya semalam.
Farrel dan Evan sudah tak lagi membahas perihal kejadian semalam yang menyangkut Nesya, meski begitu Farrel masih menyimpan rasa patah hatinya sendirian setelah mendengar pengakuan Evan perihal perasannya pada Nesya.
Wajah Evan masih tegang sejak beberapa menit yang lalu, itu terjadi setelah Farrel memberikan bukti laporan medis milik Baskara kepadanya.
“Apa ini asli?” Tanya Evan, yang tertuju pada Farrel namun tatapannya masih fokus pada selembar kertas diatas mejanya.
“Ya, aku jamin itu asli. Maaf aku sudah membacanya dan aku juga sangat tak percaya.” Farrel jadi merasa tak enak karena sudah lancang duluan membaca rekam medis tersebut, akan tetapi hal itu adalah pekerjaan yang sudah sering ia lakukan jika sedang menyelidiki sesuatu atas perintah Evan.
“Bagaimana dengan ibu? Apa dia juga mengidap penyakit ini?” Kali ini Evan menatap Farrel masih dengan mode seriusnya.
Farrel semakin tak enak, karena jawabannya pasti akan melukai Evan. “Ya, itu pasti menular jika terjadi hubungan seksuall. Aku juga sudah membaca rekam medis milik Bibi Rosaline di rumah sakit kemarin, tetapi aku merasa tak perlu mengambil berkasnya.”
Evan memejamkan kedua matanya, mulai menarik napas dalam karena entah mengapa saat itu dia jadi sulit untuk bernapas.
Hanya Ian saja yang masih belum paham dengan pembahasan antara Evan dan Farrel, sambil menatap keduanya bergantian akhirnya Ian bertanya, “Apa hanya aku saja yang tidak tahu apa yang sedang terjadi?”
“Paman Baskara terserang HIV,” sahut Farrel hampir tak terdengar.
“Apa?! Lalu bagaimana dengan Bibi Rosaline?” Ian terlonjak dari duduknya.
Dengan nada rendah Farrel pun menjawab, “Sepertinya karena sudah tertular virus itu sejak lama, Bibi Rosaline sampai dua kali mengalami keguguran dan kesulitan hamil hingga sekarang.”
“Brengsek! Dan lelaki bejat itu juga berselingkuh dengan pelayan!” Ian tersulut emosinya, sosok Rosaline sangatlah penting bagi Ian maupun Farrel, lelaki bertubuh tinggi besar itu menoleh ke arah Evan dengan penuh amarah. “Evan, biar aku tembak saja kepala si tua brengsek itu!”
Evan mengepalkan kedua tangannya diatas meja dengan tatapan mata yang lurus, sebagai seorang anak yang begitu menyayangi ibunya tentu saja hal ini mampu menyayat hatinya. Di dalam hatinya, Evan membuat kesimpulan, bahwa ternyata itulah alasan mengapa sang ibu tak bisa lepas dari Baskara dan mereka berdua juga selalu rutin periksa ke rumah sakit. Seorang penderita HIV sangat di benci dan di jauhi oleh masyarakat, Evan yakin kalau Baskara sudah mendoktrin ibunya dengan pemikiran semacam itu sehingga mau tak mau Rosaline bertahan dengannya. Evan pun sangat tahu kalau sang ibu pasti akan sangat malu untuk mengakui penyakit memalukan tersebut kepada siapapun.
“Baskara, kau sudah bertindak terlalu jauh dan ini adalah akhir dari perjalananmu,” desis Evan, dengan penuh tekad untuk menjatuhkan hidup seorang Baskara yang selama ini tak pernah terlihat sebagai seorang penjahat.
***
Pukul satu siang di kediaman orang tua Nesya itu tak lagi sunyi seperti ketika Nesya tak ada disana. Saat itu, suara tawa yang di timbulkan oleh Nesya dan Sifa memenuhi seisi rumah yang berukuran mini tersebut, sampai-sampai Kinan dan bude yang berada di dapur ikut tertawa juga, padahal Nesya dan Sifa berada di ruang tamu sedang melakukan pekerjaan sambil bercanda tawa.
“Kata ibuku kalau aku ingin kuliah harus menikah dulu seperti kamu, aku sih mau saja asal calon lelakinya seperti Evan, tapi yang ada malah seperti aki-aki, eeuw!”
Perkataan Sifa itu kembali mengundang tawa, rumah orang tua Sifa berada tak jauh dari rumah Nesya tersebut, hanya berbeda gang saja. Sifa sendiri hanya cukup berjalan kaki saja dari rumahnya jika ingin pergi kerumah Nesya, dan itu dia lakukan setiap hari. Jika pesanan katering lumayan banyak dan mengharuskan Sifa bekerja hingga malam, maka ia akan menginap bersama Nesya.
“Maksud kamu kakek Sugi? jadi dia masih jomblo? Tidak apa-apa lah Sifa, kan tanah beliau ada banyak, cukup jual satu petak saja sudah cukup untuk biaya kuliahmu,” seloroh Nesya, sengaja menggoda sahabatnya itu.
Akan tetapi Sifa malah semakin jijik, keberadaan seorang kakek-kakek bernama Kakek Sugi di kampung mereka itu sangat terkenal. Selain karena kaya raya dan memilik banyak tanah, Kakek Sugi yang sudah duda sejak ditinggal mati oleh istrinya itu selalu menjadi gurauan para warga karena sosoknya yang genit pada semua wanita jika tak sengaja bertemu muka dengannya.
Sehingga jika ada wanita janda ataupun gadis yang baru lulus sekolah menengah, maka para warga akan menggoda mereka agar menikah saja dengan kakek Sugi itu, termasuk juga Sifa.
“Bagaimana bisa menikah dengan kakek peyot, nanti saat malam pertama belum apa-apa barangnya sudah layu sebelum di siram, hahaha!”
Gelak tawa dari semua orang dirumah itu kembali menggema, dasar Sifa yang sudah mesum sejak dulu tak membuat kaget lagi, itulah yang selalu Nesya rindukan dari sahabatnya itu.
Ketika itu, muncul seseorang yang mendorong daun pintu rumah itu dari arah luar, Nesya dan Sifa yang sedang berada di dalamnya lantas menoleh dan melihat kehadiran seseorang yang mampu menyurutkan senyuman di wajah mereka.
“Wah, wah! Akhirnya kamu ingat pulang juga ya, Adikku! Bagaimana? Sudah puas berpura-pura menjadi diriku dan merebut masa depanku?!”
Narra datang membuat suasana hening seketika, tatapannya yang seolah ingin merendahkan sang adik mendapat balasan dari Nesya dan Sifa yang saat itu sama-sama kompak melayangkan tatapan tajam kearahnya.
𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚖𝚋𝚒𝚜𝚗𝚒𝚜 𝚍𝚒 𝚒𝚖𝚋𝚊𝚗𝚐𝚒 𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚌𝚎𝚠𝚛𝚔𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚍𝚒𝚔𝚒𝚝 𝚋𝚊𝚍𝚊𝚜 𝚝𝚑𝚞𝚛