Sebuah Cinta mampu merubah segalanya.Begitulah kiranya yang akan dirasakan Mars dalam memperjuangkan cinta sejatinya.
gaya hidup Hura Hura dan foya foya berlahan mulai ia tinggalkan, begitu juga dengan persahabatan yang ia jalin sejak lama harus mulai ia korbankan.
lalu bisakah Mars memperjuangkan cinta yang berbeda kasta, sedangkan orang tuanya tidak merestuinya.
Halangan dan hambatan menjadi sebuah tongkat membuatnya berdiri tegak dalam memperjuangkan sebuah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 5
"Target masuk sasaran." bisik Bara seraya merangkul pundak Mars, dan membuat Mars menatap kearah dirinya dengan tersenyum simpul.
"Siapa itu Mars?" tanya Clara mendekati Mars dan Bara, karena Bara berjalan pelan mendekati Mars ketika Amara pergi, meninggalkan Clara begitu saja, namun kemudian Clara ikut menyusul
"Amara." jawab Mars singkat kemudian berjalan meninggalkan kedua temannya.
"Hei... Mau kemana Mars?" tanya Clara dengan suara agak keras karena Mars sudah mulai agak jauh.
"Kamu tidak dengar bel sudah berbunyi. Masuk kelas dan belajar tentu saja." jawab Mars hanya dengan menoleh kebelakang tanpa menghentikan langkahnya.
"Siapa Amara?" tanya Clara pada Bara
"Aku tidak tahu cantik, jangan bertanya padaku." jawab Bara sambil menoel dagu Clara kemudian berjalan mengikuti arah Mars pergi.
"Kamu mau kemana Bara?" tanya Clara
"Kamu tidak dengar Mars bicara apa? Tentu saja masuk kelas, gadis." jawab Bara.
Clara yang jengkel pun berdecak dengan menghentakkan kaki namun juga ikut berjalan menuju kelasnya, karena hari ini ia tidak satu kelas dengan Bara dan Mars.
Begitu di dalam kelas Mars menjatuhkan tubuhnya di salah satu kursi di bagian tengah, di ikuti Bara yang ikut duduk di sebelahnya.
"Kamu nyakin masuk kelas bro?" tanya Bara, karena tidak biasanya Mars ikut kelas matematika di jam pertama yang membosankan baginya.
"Kenapa tidak." jawab Mars sambil mengangkat kedua pundaknya.
Selama pelajaran di mulai, tidak ada percakapan dari keduanya membuat Bara berkali kali menoleh pada Mars, karena biasanya Mars akan berbicara sepatah atau dua patah kata untuk jadi bahan obrolan disaat pelajaran yang membosankan. Terlihat Mars menatap kearah papan tulis, namun. Sesekali tersenyum sendiri.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bara berbisik, karena melihat Mars tersenyum tipis dan sesekali menggigit kukunya.
"Amara." jawab Mars pelan
"Sudah ku duga." jawab Bara kini tahu apa alasan Mars diam saja. Karena Mars sedang memikirkan gadis incarannya.
"Menurut apakah aku bisa...."
"Mars..... maju ke depan. Aku rasa kamu sudah tahu cara mengerjakan, coba perlihatkan pada temanmu di papan tulis." ucap sang dosen karena begitu ia menoleh ke belakang terlihat Mars sedang menatap ke arah Bara, seakan Mars lah yang menganggu konsentrasi Bara.
Mars menaruh pulpen di tangannya, dan maju dengan santai. Inilah salah satu kehebatan dari seorang Mars, walaupun ia tidak mendengarkan apa yang di terangkan oleh dosen, namun ia dengan santai mengerjakan soal di papan tulis dengan mudah dan benar. Hal tersebut tentu saja membuat kaum hawa semakin mengagumi dirinya, anak tunggal dari pengusaha kaya raya, tampan, berkarisma dan pintar. Sedangkan Bara yang berada di belakang bisa menarik nafas lega karena Marslah yang di panggil maju ke depan.
********
Keesokan paginya, ada Mars yang sudah menunggu di bawah tangga, sengaja menunggu Amara turun dari lantai atas. Benar saja terlihat Amara memegang buku dan ada tas di pundaknya.
"Pagi Amara." sapa Mars membuat Amara yang semula jalan menunduk pun agak mendongakkan kepala, menatap senyum menawan dari Mars. Sebuah senyuman yang sangat di kagumi oleh kaum hawa.
"Pagi." jawab Amara dengan membalas senyuman dari Mars.
"Amara... Ini buatmu." ucap Mars menyodorkan sebuah ponsel pada Amara, membuat Amara mengerutkan keningnya bertanda ia tidak mengerti maksud Mars.
"Ponsel? Apa maksudmu memberiku ponsel?" tanya Amara sedikit ketus karena ia tersinggung seolah dirinya di samakan dengan gadis gadis yang dekat dengannya, yaitu bisa di beli dengan materi.
"Bukankah ponselmu belum baik seperti tanganmu." jawab Mars halus dan nada lembut. Ternyata kemarin Mars salah mengartikan ucapan Amara, ia berpikir jika ponsel Amara rusak makanya ia bermaksud untuk mengganti dengan yang baru, agar Amara senang. Seperti kebanyakan gadis yang dekat dengannya jika di beri suatu hadiah maka ia akan tersenyum senang dan bermanja manja.
"Apa maksudmu?? Aku mengingatkan jika ponselku tidak sebaik tanganku, itu karena agar kamu bisa lebih baik lagi mengemudi. Agar tidak ada Amara Amara lain yang menjadi korban. Ya Robbi... Mentang mentang kaya bisa seenaknya." ketus Amara sembari berjalan meninggalkan Mars.
"Amara tunggu, bukan begitu maksudku." ucap Mars namun Amara hanya berhenti sesaat, namun kemudian berjalan kembali tanpa menoleh pada Mars.
"Umpan lolos. Sabar bro." ucap Bara sembari menepuk nepuk pundak Mars. Bara memang sejak tadi memperhatikan Mars dari kejauhan dan begitu Amara pergi, ia mulai berjalan pelan mendekati Mars.
"Dia berbeda bro, aku tidak bisa mengetahui apa yang ia inginkan." ucap Mars masih menatap Amara yang semakin berjalan menjauh darinya.
"Mungkin ia mau di lamar." celoteh Bara membuat Mars menoleh kearah Bara.
"Nggak lucu." jawab Mars kemudian masuk ke kelas, di ikuti Bara yang hari ini masih satu kelas dengannya.
Berbeda dengan hari kemarin, hari ini Mars hanya melamun menatap ke arah papan tulis namun tatapannya kosong, dan sesekali menatap ponsel yang hendak di berikan pada Amara tadi.
"Hai semua...." sapa Clara ketika melihat dua pria yang selalu menemani dirinya sejak dari kecil, sudah mulai keluar dari kelasnya menandakan mereka sudah waktunya pulang.
"Hai gadis." jawab Bara menirukan intonasi suara Clara, membuat Clara berdecak karena kesal pada Bara.
"Kemana kita hari ini?" tanya Clara pada Bara dan Mars, walaupun tatapan lebih sering pada Mars.
"Bukankah hari ini adalah jadwalmu menepati janji untuk mentraktir kita coffe." jawab Bara mengingatkan.
"Yah... Dari pada aku suntuk di rumah, boleh kita minum kopi dulu." ucap Clara.
Mars pun juga setuju, karena di rumah pun ia juga psti bosan, karena ia hanya akan di rumah sendirian. Ayahnya sibuk bekerja entah bermain wanita, sedangkan Ibunya sudah menikah lagi dengan keluarga barunya di Paris. Clara hari ini di jemput oleh Bara, makanya ia mengikuti Bara menuju mobilnya untuk ikut pulang bersama Bara. Sedangkan Mars berjalan sendirian menuju mobilnya di parkirkan.
"Mars...."
Mars yang mendengar namanya di sebut pun menoleh ke belakang melihat siapa yang memanggil dirinya, dan ternyata adalah Amara membuat Mars menutup kembali pintu mobil yang sempat ia buka. Mars pun membalik tubuhnya menghadap pada Amara, dan bersiap mendengarkan Amara.
"Aku minta maaf." ucap Amara
"Maaf? Untuk?" tanya Mars
"Aku minta maaf tadi pagi sudah marah marah tidak jelas padamu." ucap Amara, kali ini dengan intonasi suara rendah.
"Nggak papa, aku sudah lama tidak pernah mendengar orang marah marah. Karena terakhir kali aku mendengar orang marah adalah mamaku, ketika aku berusia tujuh tahun atau delapan tahun, aku juga lupa." jawab Mars dengan suara intonasi bercanda membuat Amara tersenyum.
Bersambung.....