Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apple
Beberapa potongan buah disuapi oleh Safira. Wajahnya tersenyum menatap Meira yang sudah dapat makan. Roy mencoba memindahkan nya ke rumah sakit lain. Tapi tetap saja Meira menolak, bersikeras untuk tinggal di rumah sakit ini.
"I...ibu aku merasa bersalah pada kak Tiffany." Ucapnya tertunduk dengan air mata mengalir.
"Tidak apa-apa sayang, Tiffany akan mengerti jika kalian saling menyayangi. Jangan terlalu banyak berfikir, kamu harus tetap tenang ya?" Pinta sang ibu pelan.
Meira mengangguk, wajahnya masih pucat pasi menerima suapan dari ibunya."Jika aku mati, apa kakak akan dapat bahagia? Mungkin...jika aku tidak ada---"
"Jangan mengatakan soal kematian sayang! Ibu yang membesarkan mu! Ibu, ayah, Roy dan Tiffany, semuanya menyayangimu." Ucap sang ibu menggenggam jemari tangan Meira erat.
"Tapi kenapa kakak tidak memaafkan ku?A...apa karena aku anak angkat? Karena tertukar, aku membuat hidup kak Tiffany menderita." Ucapnya dengan tangan gemetar. Bagaikan berusaha menahan air matanya agar tidak mengalir lebih banyak.
"Ibu akan meminta Tiffany menjaga hubungan baik denganmu. Meira tenang saja ya?" Safira menghapus air mata yang terlanjur mengalir dari pipi Meira. Hal yang hanya dijawab dengan anggukan kepala.
"Terimakasih selama ini sudah menjagaku..." lirihnya, memeluk sang ibu. Inilah drama indah dari putri yang menderita penyakit mematikan.
"Meira, anak ibu yang paling cantik..." Safira menghela napas, bagaikan segalanya menghapus semua kecurigaan tentang Meira.
Sedangkan apa yang ada dalam fikiran Meira saat ini? Tentu saja cara untuk menghancurkan Tiffany membuatnya merasa lebih menderita dari kematian, barulah menyingkirkan Roy. Agar dirinya dapat menjadi anak satu-satunya.
Ibunya tidak akan sadar bukan? Kala orang tua ini sudah semakin menua, maka tinggal tempatkan di panti jompo. Tidak! Lebih baik mati saja, senyuman menyeringai terlihat kala dirinya memeluk Safira. Sebuah senyuman yang tidak terlihat secara langsung.
Hingga suara tepukan tangan terdengar."Keluarga yang harmonis ya?" Tiffany tersenyum, membawa sebuah paperbag, kemudian mulai duduk di sofa ruang perawatan VVIP tersebut.
Pandangan mata Safira dan Meira kini tertuju pada Tiffany yang baru saja datang.
"Saatnya nyonya pulang untuk mandi dan ganti pakaian. Biar aku yang menjaga adik br*ngsekku." Ucapnya ramah kali ini bagaikan bukan makhluk pembuat masalah.
"Tapi, badan Meira belum dibersihkan." Safira menghela napas pelan.
"Ada aku dan perawat. Apa yang nyonya takutkan?" Tanya Tiffany santai, meminum air botol dalam kemasan.
Safira mulai bangkit, melangkah mendekati putri kandungnya, kemudian dengan ragu berucap."Tiffany, ibu tau hubunganmu dengan Meira tidak baik. Tapi walau bagaimanapun kalian adalah anak ibu. Jadi jangan saling melukai perasaan."
"Aku mengerti nyonya. Aku akan mencintai adik br*ngsekku." Jawaban masuk akal, sungguh luar biasa dari Tiffany yang hanya tersenyum menatap ibu kandungnya.
"Ibu pulang dulu." Safira bangkit menghela napas, bingung harus bagaimana, Tiffany masih saja terlihat dingin padanya. Sedangkan Meira mengalami jantung koroner, wajah Safira terlihat lelah, menunggui putrinya dari pagi.
Kala sang ibu telah benar-benar pergi. Tiffany kembali duduk kemudian berucap."Hallo adik br*ngsekku."
"Berani berbuat buruk padaku, aku akan mengadu pada ibu. Ingin ibu lebih membencimu?" Meira tersenyum menyeringai.
"Wah! Bisa beri aku contoh mengadu seperti apa?" Tanya Tiffany menguap bagaikan bosan, mulai membuka bungkusan makanan ringan yang memang dibawanya.
Perawat yang disuap oleh Meira mendekat. Menampar Meira sesuai perintah.
"Seperti ini." Meira mengambil foto yang menunjukkan salah satu pipinya yang memerah akibat tamparan, kemudian mengunggahnya di media sosial. Dengan latar lagu yang sedih. Disertai tulisan seakan dirinya mengalami penganiayaan oleh sang kakak.
Sedangkan Tiffany hanya dapat menggeleng sembari tersenyum. Terserah apa yang mau dilakukan adik br*ngseknya. Lagipula Tiffany tidak memiliki akun media sosial. Bagaikan dirinya akan diserang?
"Kamu takut? Aku sudah menggunggah nya di Facebook. Jika di tiktok mungkin akan viral. Tidak! Apa aku langsung kirim pada ibu saja?" Meira tersenyum, merasa dapat mengendalikan Tiffany dengan mudah. Anak kandung yang terlalu takut dibenci orang tuanya.
"Berlutut sekarang, kemudian pijat kakiku!" Perintah Meira.
Seperti yang diduga olehnya Tiffany bangkit. Mungkin karena takut dirinya akan viral, atau takut dibenci oleh Safira, entahlah.
Melangkah semakin mendekat, maka Meira dapat meludahi Tiffany, kemudian menerima pijitan kaki. Mungkin itulah yang ada dalam benak Meira saat ini, membuat hidup Tiffany lebih buruk dari kematian. Apapun yang dilakukan Tiffany, foto bekas tamparan akan tetap dikirimkannya pada sang ibu.
"Kamu cuma anak panti miskin yang kebetulan memiliki darah keluargaku. Jadi jangan berlagak." Kalimat Meira terhenti.
Plak!
Kala tamparan mendarat tepat di pipinya. Menjambak rambut Meira cukup kencang. Kemudian mencengkeram pipinya."Rasanya kurang, jika yang kamu unggah hanya tamparan di pipi."
"Dasar sial! Aku akan mengadakan pada---" Kalimat Meira disela.
"Jangan sampai aku membedahmu seperti katak disini." Tiffany tersenyum, menempelkan pisau di leher Meira.
Meira tidak berani bergerak sama sekali benar-benar tidak berani. Sedangkan perawat yang ada di belakang Tiffany hendak menyerang menggunakan kursi.
Srak!
Brak!
Penggerakan yang terbaca akibat bagian pantulan dari pisau. Sang perawat roboh dengan satu tendangan di bagian perut. Sementara Tiffany masih menodongkan pisau buah yang cukup besar ke leher Meira.
"Karena aku menyayangi adikku. Bukankah sebaiknya aku gores lebih pelan, agar aku menunjukkan rasa cintaku?" Tanya Tiffany menyeringai.
Sumpah demi apapun, dirinya ketakutan setengah mati. Bagaikan menjadi sosok yang berbeda dengan Tiffany beberapa bulan lalu.
Menelan ludah kala menatap mata yang mungkin dapat membunuhnya kapan saja.
"A...aku akan menghapusnya!" Ucap Meira cepat.
"Aku sudah bilang, lebih baik menjadikan penganiyaan dan percobaan pembunuhan yang kamu alami menjadi kenyataan." Kalimat pelan bagaikan berbisik.
"Aku akan membuat postingan klarifikasi!" Teriak Meira.
"Aku hanya bercanda! Tidak mungkin aku akan membunuh adikku yang paling cantik ini." Tiffany duduk di kursi sebelah tempat tidur. Kursi yang sebelumnya diduduki ibu mereka. Pisau masih ada di tangannya sembari mengupas buah apel. Buah dengan warna merah pekat di bagian kulitnya. Bagaikan ratu jahat yang tengah menyiapkan apel beracun untuk putri salju.
Tangan Meira gemetar, sang perawat baru bangkit. Lebih memilih untuk melangkah pergi meninggalkan Tiffany dan dirinya di dalam ruangan.
"A...aku sudah menghapus videonya dan membuat klarifikasi!" Meira memperlihatkan handphonenya.
"Aku sudah bilang aku hanya bercanda." Tiffany tersenyum lembut, tapi memiliki aura membunuh yang pekat.
Gadis itu kembali bangkit, duduk di sofa dengan tenang. Memakan apel yang telah dikupasnya. Matanya menelisik, sebentar lagi pukul 6 bukan?
Sedangkan Meira mengepalkan tangannya. Menghela napas, akan mengadu pada ayahnya setelah ini. Tidak! Mungkin meminta Irgo membalas dendam lebih baik.
***
Irgo Rafael, baru saja menghentikan motor sportnya di depan toko bunga.
Melangkah menggunakan jaket kulit hitam, dengan sepatu olahraga dan celana jeans hitam senada. Perlahan bertanya pada pemilik toko bunga."Bunga macam apa yang biasanya digunakan untuk menjenguk orang sakit."
Wajah rupawan, terlihat dingin sulit didekati. Membuat pemilik toko bunga menelan ludah kasar."Bu... bunga Lily putih, apa kekasih? Mu... mungkin mawar putih."
"Buatkan satu buket campuran bunga Lily dan mawar putih." Pandangan mata Irgo Rafael beralih sejenak, meraih bunga spider Lily berwarna merah menyala.
"Sebaiknya jangan bunga itu, spider Lily melambangkan kematian. Bunga yang tumbuh di neraka, membimbing jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal." Ucap sang pemilik toko bunga.
Irgo Rafael tersenyum."Entah kenapa, sama menariknya dengan dia. Bukankah lebih indah?" gumamnya. Memang merasa ada yang aneh dengan dirinya sendiri. Wanita itu... tatapan mata tajam penuh dendam, tapi begitu memesona...
lanjut Thor semakin seru 😘😘😘
temannya Bella kah?
berarti Meira harus banyak belajar dari Tiffany 😄
ditunggu kelanjutannya 🙏🥰
ditunggu kelanjutannya 🙏🥰