"Bagaimana jika orang tua kita tahu kita pernah memiliki hubungan?"
"Jangan sampai mereka tahu, ingat hubungan kita sudah berakhir! Sekarang, kamu sudah di miliki orang lain!"
"Hubungan rahasia kita, masih bisa berlanjut bukan, Chiara?"
Rajendra dan Chiara kembali bertemu setelah tujuh tahun lama nya mereka berpisah. Pertemuan keduanya, menjadi masalah baru. Di tambah, Rajendra kembali tak seorang diri, melainkan bersama calon tunangannya.
Hubungan Rajendra dan Chiara di masa lalu sangat dekat, sampai orang tak mengira jika keduanya memiliki hubungan yang sangat spesial. Naasnya, hubungan keduanya kandas.
Sekarang keduanya kembali bertemu, mencoba memahami posisi masing-masing dengan menjadi sepupu yang baik. Namun siapa sangka, jika Rajendra tak mau melepas Chiara yang pernah bertahta di hatinya.
"Aku tidak pantas untukmu, tapi aku sakit melihatmu bersama yang lain,"
Di saat cinta mereka bersatu, akan kah orang tua Chiara dapat menerima Rajendra yang hanya seorang anak angkat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rajendra itu sepertimu
Rajendra membuka helmnya, ia terlihat bingung melihat mobil mertuanya terpakir di halaman rumahnya. Sejenak, Rajendra terdiam berpikir keras mengapa kedua mertuanya datang mendadak tanpa memberitahunya?
Tak ingin menerka-nerka, Rajendra pun masuk ke dalam rumah. Baru saja melewati pintu, ia sudah melihat Dean yang duduk di atas sofa sembari men0nt0n bola. Pria itu susah tak lagi mengenakan kemejanya, hanya kaos tanpa lengan dan juga celana lanjang.
"Papi disini?" Sapan Rajendra berbasa-basi.
"Ya, apa rumahmu AC nya hanya di kamar saja? Kamu tidak merasa panas?" Bukannya menyambut kepulangan Rajendra Dean justru mempermasalahkan persoalan AC.
Rajendra berjalan mendekati Dean, ia duduk di sofa yang ada di sebelah pria itu. "Belum sempat Pi, aku lagi cari AC yang cocok untuk di ruang tengah."
"Pake merk cicak aja, bagus AC nya." Balas Dean. Matanya menangkap toples kacang di atas meja, ia lalu meraihnya tanpa sungkan dan membukanya.
"Emang ada merk AC cicak?" Rajendra merasa tak ada merk itu sebelumnya.
Dean menunda jawabannya, ia lebih dulu menghabiskan kacang di mulutnya. "Adaaa, kamu cari aja. Atau, kamu cari merk AC hompimpa! Itu juga ba ...,"
"Jangan di dengaaar, sesat ayah mertuamu itu." Serra tiba-tiba datang, ia meletakkan secangkir teh hangat tepat di hadapan Dean. Tadi pria itu memintanya, makanya Serra buatkan walau dalam keadaan setengah hati.
Rajendra membulatkan mulutnya, ia lalu menoleh ke sekitar mencari keberadaan istrinya. Sejak tadi, ia tak melihat Chiara, dimana wanita cantik itu?
"Kok teh si Sayang?! Tadi kan aku minta kopi loh!" Protes Dean.
"Udah banyak kamu minum kopi hari ini. Ingat kesehatan, jangan sembarang terus yang di minum. Nanti enc0k!"
"Dih, mana ada aku enc0k! Orang setiap malam juga masih kuat kok!"
Mumpung keduanya berdebat, Rajendra memilih mencari keberadaan istrinya. Ternyata, ia menemukan wanita itu tengah meletakkan sebuah mangkok besar di atas meja makan. Rajendra tersenyum melihat penamilan Chiara saat ini. Dengan rambut di cepol dan sedikit berkeeringat akibat memasak tadi.
"Huh, selesai ju ... eh?!" Chiara terkejut karena Rajendra tiba-tiba memeluknya. Pria dengan sejuta pesona itu mengejutkannya dengan pelukannya.
"Abang, ngagetin aja!" Tegur Chiara walau hatinya berbunga-bunga.
"Habis ngapain?" Tanya Rajendra melihat meja makan yang sudah penuh dengan makanan.
"Habis belajar masak sama Mami, Abang cobain gih! Ayo, sini duduk!" Chiara semangat menarik Rajendra untuk duduk di kursi makan. Ia lalu mengambilkan pria itu semua lauk yang ada. Dia memang hanya membuat ikan, selainnya Serra dan dia hanya melihatnya saja.
"Ini ikan goreng balado! Aku memasaknya dengan cinta, cobain deh!" Chiara meraih sendok dan mencoba menyuapi Rajendra.
"Kamu masak?" Rajendra sedikit syok di awal, ia tak pernah menyangka Chiara akan mau memasak. Dulu, jangankan memasak. Merebus air saja dia tidak tahu bagaimana caranya.
"Iya, biar Abang makin cinta. Kata Mami, manjain suami tuh bukan soal di ranjang tapi di perutnya juga." Perkataan Chiara membuat Rajendra tersedak lud4hnya sendiri. Ia melihat tatapan polos istrinya itu. Ya memang, Chiara suka sekali bicara tanpa adanya rem.
"Baiklah, aku akan mencoba masakan istriku tercinta." Rajendra melahap suapan yang Chiara berikan.
Saat Rajendra melahapnya, Chiara menunggu penilaian dari pria itu. Ia sungguh penasaran bagaimana tanggapan Rajendra tentang masakannya. Tapi melihat ekspresi Rajendra yang terlihat biasa saja, Chiara berpikir jika mungkin masakannya tidak enak.
"Tidak enak yah? Maaf, aku baru belajar sekarang. Seharusnya dari dulu aku belajar."
"Kata siapa?" Rajendra mengusap bibirnya dan meng3cup ibu jarinya yang terdapat sisa makanan.
"Ini masakan terenak yang pernah aku makan!" Seru Rajendra semangat.
Chiara tersenyum lebar, "Benarkah?! Antara masakanku dan Kak Berlina, siapa yang lebih enak?!"
Senyuman Rajendra surut, keningnya mengerut dalam ketika sang istri menyebut nama Berlina. "Kenapa jadi bahas Berlina?" Herannya.
Chiara mengerucutkan bibirnya sebal, "Kak Berlina kan suka sekali memasak untuk Abang. Masakannya juga enak, sangat jauh rasanya di banding masakanku. Kriteria wanita yang Abang sukai itu, cantik, pintar, definisi pintar yang abang maksud kan pintar masak, pintar ngurus rumah, pintar segalanya! Keibuan, anggun, lah aku ... udah kayak badut perempatan yang suka tantrum gak jelas!"
Rajendra tertawa mendengarnya, ada saja yang istrinya itu katakan. Chiara yang melihat suaminya yang justru tertawa pun melirik sinis.
"Kenapa tertawa?!"
"Kemari." Rajendra menarik Chiara dalam pelukannya, ia lalu memeluk wanita itu dan menatapnya dengan tatapan lekat.
"Dengar, itu memang kriteriaku. Tapi, jika sudah jatuh cinta, Kriteria itu sudah tidak di anggap. Kayak Mami, katanya Mami suka dengan pria berwibawa, dewasa, tapi kamu lihat Papi? Sangat berbanding terbalik bukan? Karena cinta itu gak butuh kriteria, gak butuh alasan, tapi butuhnya hati."
"Tapi Abang tetap suka sama perempuan yang suka masak kan?" Padahal sudah di jelaskan, tapi Chiara masih saja mencari perkara baru.
"Ya memang aku suka masakan rumah, tapi istriku ini kan pandai. Baru belajar memasak saja masakannya suka seperti seorang chef." Rajendra mencvbit gemas dahu Chiara.
Mendengar perkataan Rajendra, Chiara tersenyum malu. "Tadi aku cuci piring juga loh! Tapi, ternyata cuci piring itu bikin tangan sakit yah."
"Oh ya? Mana sini coba aku lihat." Rajendra menarik tangan Chiara, ia melihat tangan istrinya itu yang terlihat mengelupas.
"Kamu gak cocok berarti sama sabun cuci piring. Jangan cuci lagi, biar aku saja yah."
Tanpa keduanya sadari, Dean melihat keromantisan keduanya. Tatapan pria itu tidak sinis ataupun senang, dia hanya diam menatap dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Kamu lihat sendiri bagaimana Rajendra memperlakukan putri kita kan? Chiara sudah menemukan pria seperti Papinya, pria yang dapat memanjakannya. Masih juga kamu ragukan Rajendra?" Ucap Serra yang berdiri di belakang Dean.
Dean berbalik, menatap istrinya yang sedang bersedekap d4da. "Apa perlu kita bicarakan tentang Rajendra yang sebenarnya? Selama ini, kita sudah menemukan ibu pengurus pantinya dulu, tapi ... kita justru berbohong dan menutupinya."
____
Udah dulu yah, ngantuuuuk banget iniii😆
Semoga saja Chiara lagi hamidun lagi.... tuh kayaknya udah ada tanda2😃😃
si kembar uda keluar cadelnya...