NovelToon NovelToon
Menculik Pengantin Wanita Adik Tiri

Menculik Pengantin Wanita Adik Tiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Konflik etika
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: iraurah

Andreas Wilton sudah terlahir dingin karena kejamnya kehidupan yang membuatnya tidak mengerti soal kasih sayang.

Ketika Andreas mendengar berita jika adik tirinya akan menikah, Andreas diam-diam menculik mempelai wanita dan membawa perempuan tersebut ke dalam mansion -nya.

Andreas berniat menyiksa wanita yang paling disayang oleh anak dari istri kedua ayahnya itu, Andreas ingin melihat penderitaan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang sudah merenggut kebahagiaannya dan mendiang sang ibu.

Namun, wanita yang dia culik justru memberikan kehangatan dan cinta yang selama ini tidak pernah dia rasakan.

“Kenapa kau peduli padaku? Kenapa kau menangis saat aku sakit? Padahal aku sudah membuat hidupmu seperti neraka yang mengerikan”

Akankah Andreas melanjutkan niat buruknya dan melepas wanita tersebut suatu saat nanti?

Follow instagramm : @iraurah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permainan Lain

Di salah satu ruang duduk belakang, Mistiza tengah menghabiskan waktunya bersama dua orang pelayan wanita, masing-masing sibuk dengan pekerjaan tangan mereka. Mistiza sendiri tampak tenang, meski tak sepenuhnya damai, dengan benang rajut berwarna abu-abu kebiruan di tangannya. Di antara jarinya, seutas pola sederhana mulai terbentuk, hasil dari sore-sore panjang yang ia isi dengan keterampilan yang ia pelajari sejak beberapa hari yang lalu.

“Warnanya cantik, Nona Mistiza,” komentar salah satu pelayan, seorang wanita berusia tiga puluhan bernama Lin. Suaranya lembut, seolah ingin memberi rasa nyaman untuk wanita yang akhir-akhir sering menangis sendirian.

Mistiza tersenyum kecil, lalu mengangguk. “Aku pikir warna ini menenangkan.”

“Kalau nona suka nanti saya akan beli tali rajutnya yang lain” ucap Clara si pemilik rajut sebenarnya.

“Tidak usah Clara, aku tidak mau merepotkan mu”

“Sama sekali tidak merepotkan, Nona. Saya sudah sering membelinya kalau ke pasar” ujar Clara.

“Oh ya? Kau sudah membuat apa saja dengan tali rajut ini?” Tanya Mistiza penasaran.

“Banyak sekali, saya sampai tidak ingat semua. Tapi paling sering adalah syal dan selimut, saya suka membuatnya untuk orang lain juga” kata Clara yang sibuk mengupas kentang.

Belum sempat percakapan mereka berlanjut, terdengar langkah kaki mendekat. Pintu ruangan terbuka perlahan, menampilkan sosok Richard. Pria paruh baya itu sudah pasti ada perlu karena datang ke belakang.

“Lin,” sapanya dengan nada sopan namun kaku. “Tuan Andreas meminta disediakan minuman—segelas jus apel dan satu gelas bourbon. Ia sedang berada di ruang billiard.”

“Tentu, Richard. Sebentar, aku siapkan dulu” Lin lantas bangkit menuju dapur untuk menyiapkan pesanan tuannya.

Namun Richard melanjutkan, “Dan Nona Mistiza, beliau menyampaikan bahwa Anda yang harus mengantarkan minuman tersebut kepadanya secara langsung.”

Sekilas, Mistiza tampak bingung. Ia menatap Richard seolah ingin memastikan apakah ia tidak salah dengar. Namun kepala pelayan itu hanya menunduk ringan, menyiratkan bahwa pesan tersebut benar adanya dan tidak perlu dipertanyakan lebih lanjut.

Tanpa banyak kata, Mistiza pun berdiri. Ia membersihkan tangannya dari sisa benang, meletakkan rajutannya dengan rapi di atas meja, lalu mengikuti Richard menuju dapur untuk mengambil nampan berisi minuman yang telah disiapkan.

Perjalanan menuju ruang billiard terasa senyap. Lift yang mereka naiki berjalan perlahan ke atas, dan dalam keheningan itu, Mistiza hanya bisa mendengar suara detak jarum arloji tua milik Richard. Tidak ada obrolan, tidak ada senyuman. Hanya tugas yang harus dijalankan.

Sesampainya di depan ruang billiard, Mistiza berdiri sejenak di ambang pintu besar berwarna mahoni gelap. Ia menatap pintu itu, mengambil napas panjang, lalu mengetuk dua kali.

Tok Tok Tok!

Tak ada suara dari dalam.

“Masuk saja, Nona” ujar Richard.

Dengan tangan kanan, ia mendorong daun pintu perlahan. Pintu berderit ringan saat terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan luas dengan dinding berlapis panel kayu, lampu gantung kuningan, dan sebuah meja billiard besar berlapis kain hijau tua yang menjadi pusat perhatian.

Di sana, Andreas berdiri dengan santai, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku dan celana panjang hitam. Di tangannya tergenggam sebuah tongkat billiard, dan ia baru saja memukul bola, membuatnya meluncur mulus ke dalam lubang pojok.

Sekilas, Andreas melirik ke arah pintu. Pandangannya menembus Mistiza, seperti biasa—dingin dan penuh perhitungan. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa, hanya kembali pada permainannya seolah kehadiran Mistiza hanyalah angin lalu.

“P-permisi Andreas, aku cuma mau mengantarkan ini” cicitnya.

Dengan langkah hati-hati, Mistiza masuk dan berjalan menuju meja kecil di samping ruang itu. Ia meletakkan nampan dengan perlahan, memastikan tidak ada satu pun gelas yang bergeser atau tumpah. Kemudian ia membungkuk ringan dan melangkah menuju pintu.

Baru saja tangannya menyentuh gagang pintu, terdengar suara berat dari arah dalam.

“Siapa yang mengizinkanmu keluar?”

Langkah Mistiza terhenti seketika. Ia menoleh perlahan ke arah Andreas, matanya menyiratkan kebingungan dan sedikit ketakutan. Andreas masih berdiri di sisi meja, menatapnya sambil menyandarkan tongkat billiard ke lantai.

“Duduk!” perintahnya.

Mistiza menggigit bibir bawahnya. Ia tidak langsung menurut. “Saya… hanya ingin kembali ke belakang, Tuan.”

Andreas mengangkat alisnya. “Sudah berani membantah?”

Nada suaranya tidak tinggi, namun cukup untuk membuat siapa pun merasa terperangkap. Mistiza menunduk. Tak ada gunanya memperdebatkan perintah itu. Ia pun melangkah pelan menuju kursi kayu di sisi ruangan, lalu duduk dengan tangan terlipat di pangkuannya.

Andreas kembali memukul bola, kali ini gagal memasukkannya. Ia berdiri, lalu menatap Mistiza dengan senyum tipis yang sukar diartikan.

“Kau bisa bermain billiard?”

Mistiza menggeleng pelan. “T-tida bisa.”

Andreas terkekeh. “Sudah ku duga!”

Mistiza tidak membalas. Ia menunduk, menghindari tatapan pria itu.

Tiba-tiba, Andreas meletakkan tongkat di atas meja dan mulai menyusun bola-bola ke posisi awal. Suaranya kembali terdengar, kali ini penuh tantangan.

“Bagaimana kalau kita bermain?”

Mistiza mengangkat wajahnya, bingung.

Andreas melanjutkan, “Jika kau berhasil memasukkan semua bola ke dalam lubang tanpa gagal satu pun, aku akan membiarkanmu pergi dari mansion ini. Tanpa syarat. Bebas.”

Mistiza menatap Andreas, seolah mencoba membaca apakah ini jebakan atau sekadar permainan iseng. “Saya tidak akan bisa,” ujarnya pelan.

Andreas tersenyum lebih lebar. “Tapi bukankah tidak ada yang tidak mungkin? Dunia penuh kejutan. Coba saja dulu, siapa tau keberuntungan ada di pihakmu”

Mistiza ragu. Bagian dari dirinya ingin menolak. Tapi janji kebebasan—walau terdengar mustahil—terlalu menggoda untuk dilewatkan. Ia berdiri perlahan.

Andreas memberi isyarat agar ia mendekat, lalu menyerahkan tongkat billiard kepadanya.

“Pegang seperti ini,” ujarnya sambil memperagakan cara memegang tongkat yang benar. Mistiza mencoba mengikuti, tapi terlihat jelas bahwa ia canggung.

Begitu permainan dimulai, Mistiza mencoba memukul bola putih ke arah bola lainnya. Bola bergerak, tapi tidak ada satu pun yang masuk ke lubang. Andreas tertawa kecil, suara yang lebih mirip ejekan daripada hiburan.

“Kalau begitu caramu memegang tongkat,” katanya sambil menyilangkan tangan di dada, “kau bahkan tidak akan bisa memukul lalat yang hinggap di meja itu.”

Mistiza mencoba lagi. Kali ini bola mengenai sasaran, namun kembali tidak ada yang masuk. Ia mengerutkan kening, berusaha lebih keras, sementara Andreas berdiri menyaksikan dengan penuh ketertarikan, seperti sedang menonton pertunjukan sirkus.

Beberapa kali kemudian, Mistiza mulai terlihat frustrasi. Pipinya memerah, bukan hanya karena malu, tetapi juga karena amarah yang ditahannya sendiri. Ia tahu Andreas hanya ingin mempermalukannya, menciptakan tontonan dari ketidakmampuannya.

Akhirnya, setelah percobaan kesekian, Mistiza menurunkan tongkat itu. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menyerah dalam diam.

Andreas berjalan perlahan ke arahnya, mengambil tongkat dari tangannya. Ia berdiri cukup dekat untuk membuat Mistiza merasa terintimidasi, namun tidak menyentuhnya.

“Sayang sekali,” katanya dengan nada pura-pura menyesal. “Padahal aku benar-benar akan membiarkanmu pergi kalau kau berhasil.”

Mistiza menatapnya, matanya mulai berkaca-kaca, namun tak satu pun air mata jatuh. Ia menegakkan punggungnya, berusaha menunjukkan bahwa harga dirinya belum sepenuhnya hancur.

Andreas justru menghimpit Mistiza membuat wanita itu menyentuh sisi meja biliard, mengunci tubuh Mistiza dengan kedua lengannya disisi kiri dan kanan, Andreas terus mendekatkan wajahnya,membuat hidung mereka saling bersentuhan.

“Mari kita main yang lain, Mistiza”

1
As Lamiah
jangan sampai ada permainan yg akan mempermainkan mu Andreas kan konyol
partini
hati hati benci dan cinta sangat tipis loh Andreas
As Lamiah
udah tau mistiza gadis yang menderita eee malah kau tambah lagi penderitaan di hidup mistiza sungguh kejam yg salah sasaran loh Andreas seharusnya yg di hancurkan itu Riyan dan keluarganya bukan mistiza yg nota Bene g bersalah sungguh sadis kamu Andreas
Neng Nurhaeni
blum up thor
Mamie_Luv: Hari ini sudah up ya kak😊
Ditunggu besok🙏🏼
total 1 replies
Aira Zaskia
Seru
As Lamiah
sadis bener tuh Andreas
Halimah
Andreas salah besar.....Dia benci sm keluarganya tp knp Mistiza yg ke korban
As Lamiah
sungguh miris nasip mistiza dan Andreas
partini
makin menarik
As Lamiah
ya begitulah kalau seorang anak yang sudah terlalu kecewa dan menderita
Jelo Muda
kata2mu thorrr...kerennnn
Mamie_Luv: Terimakasih kak🥰
total 1 replies
As Lamiah
terasa berat dan lama untuk seorang mistiza nasip apa yg mistiza dapat kan sudah g punya keluarga eee kebebasan pun terenggut semoga mistiza masih diberikan kewarasan
As Lamiah
ayolah Andreas jangan pintar tapi bodo dan masa bodo dengan umpan mu yg harus terjaga kewarasan nya demi menghancurkan keluarga tirimu itu 😇
partini
something wrong with her body,, apa hidup nya sangat menderita
come cari tau masa sekelas anda yg power full ga bisa kan ga lucu
As Lamiah: ya heeh tuh Andreas g bisa nutup mata dan telinga
total 1 replies
As Lamiah
nah tuh pasti mistiza ngedrop dan tertekan tuh dikurung andreas
As Lamiah
ayo mistiza jangan berikan Andreas kesempatan untuk menyiksamu kembali buatlah dia terkesan dengan sikapmu
As Lamiah
semoga mistiza bisa melewati masa sulit yg dihadapinya dan meluluhkan hati Andreas meski sulit dan penuh penolakan
As Lamiah
ayo mistiza ikuti permainan andreas dan pulihkan dirimu beripelajarannyg manis untuk Andreas yg Takan dia lupakan dan hancurkan kesombongan nya terhadap mu karna dia salah menghukum mu mistiza
Eka Bundanedinar
salam sehat mammy semangat krya barunya udah nangkring nih
Mamie_Luv: Selamat membaca kakak🥰
total 1 replies
As Lamiah
hemmm gebrakan apanih yg bakal mistiza dapat dari Andreas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!