Di dunia yang dikuasai oleh kultivasi dan roh pelindung, seorang putri lahir dengan kutukan mematikan—sentuhannya membawa kehancuran. Dibuang oleh keluarganya dan dikhianati tunangannya yang memilih saudara perempuannya, ia hidup dalam keterasingan, tanpa harapan.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan pria misterius yang tidak terpengaruh oleh kutukannya. Dengan bantuannya, ia mulai membangkitkan kekuatan sejatinya, menyempurnakan kultivasi yang selama ini terhalang, dan membangkitkan roh pelindungnya, **Serigala Bulan Biru**.
Namun, dunia tidak akan membiarkannya bangkit begitu saja. Penghinaan, kecemburuan, dan konspirasi semakin menjeratnya. Tunangan yang dulu membuangnya mulai menyesali keputusannya, sementara sekte-sekte kuat melihatnya sebagai ancaman.
Di tengah pengkhianatan dan perang antar kekuatan besar, hanya satu hal yang pasti: **Pria itu akan selalu berada di sisinya, bahkan jika ia harus menghancurkan dunia hanya untuknya**.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Hutan yang Kejam
Kabut tipis menyelimuti Lembah Hitam saat tubuh Xiaolin terlempar ke tanah lembap dengan tubuh penuh luka. Napasnya tersengal, dadanya naik turun dengan sulit, sementara darah terus mengalir dari luka-luka yang menghiasi tubuhnya. Udara malam yang dingin menambah penderitaannya, menusuk hingga ke tulang dan membuatnya menggigil hebat.
Matanya yang kabur berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan hutan yang menyelimuti sekelilingnya. Bayangan pepohonan menjulang tinggi seperti raksasa yang mengawasinya, sementara suara burung malam dan gemerisik dedaunan menambah suasana mencekam. Xiaolin ingin bangkit, tetapi setiap gerakan sekecil apa pun membuatnya kesakitan.
Tidak ada yang bisa membantunya. Tidak ada obat untuk menghentikan pendarahan. Tidak ada makanan untuk mengisi perutnya yang kosong. Bahkan tanah yang ia pijak terasa seperti menolak keberadaannya. Dia benar-benar sendirian.
Dengan sisa tenaganya, Xiaolin menyeret tubuhnya ke dekat akar pohon besar yang menjorok keluar. Setidaknya, tempat itu bisa melindunginya dari angin dingin yang berembus tanpa ampun. Saat tubuhnya bersandar di akar kasar itu, ia mengerang pelan. Dingin menyelimuti tubuhnya, tapi yang lebih menyiksa adalah nyeri di seluruh badannya yang tidak kunjung reda.
Malam mulai menyelimuti hutan, dan suara-suara mengancam mulai terdengar dari dalam kegelapan. Auman binatang buas bergema, membuat Xiaolin semakin waspada. Dia mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Jika dia tidak bisa bertahan malam ini, maka esok pagi mungkin tidak akan pernah datang untuknya.
Udara semakin dingin, menggigit kulitnya yang basah oleh keringat dan darah. Tubuhnya mulai menggigil tak terkendali. Dia memeluk dirinya sendiri, mencoba menahan rasa dingin yang semakin menusuk. Namun, semakin lama, kelopak matanya terasa berat. Dia tahu dia tidak boleh tertidur, tidak di tempat seperti ini. Jika dia terlelap, dia mungkin tidak akan pernah bangun lagi.
Tangannya gemetar saat mencoba mengangkatnya ke depan. Xiaolin mencoba mengatur napas dan berkonsentrasi. Jika dia bisa mengaktifkan kultivasinya, mungkin dia bisa menghentikan pendarahan atau setidaknya menghangatkan tubuhnya.
Namun, tidak ada yang terjadi.
Xiaolin memejamkan mata lebih erat, mencoba lebih keras, tetapi tetap tidak ada kekuatan yang mengalir. Biasanya, dia bisa merasakan energi spiritual mengalir di tubuhnya. Tapi sekarang, tubuhnya terasa kosong. Hampa.
"Tidak mungkin…" Xiaolin berbisik lemah.
Panik mulai menjalari hatinya. Dia mencoba sekali lagi, berusaha memanggil roh pelindungnya, tetapi tidak ada respons. Tidak ada cahaya, tidak ada kehangatan, tidak ada kekuatan yang menyelimuti dirinya seperti biasanya.
Xiaolin menggigit bibirnya, merasakan ketakutan menjalar perlahan. Ini bukan sekadar pembuangan. Ini bukan sekadar hukuman. Kaisar telah mengambil sesuatu yang lebih berharga darinya—kekuatan dan keberadaannya sebagai seseorang yang masih bisa melawan.
Tanpa kultivasi, dia bukan siapa-siapa. Dia hanya manusia biasa di tengah hutan yang penuh dengan binatang buas dan bahaya yang mengintai di kegelapan.
Sebuah suara lirih menggema di telinganya. Angin berbisik di antara dedaunan, seakan mengejeknya yang sekarang benar-benar tak berdaya. Dia ingin marah, ingin menangis, ingin berteriak, tetapi bahkan itu pun terasa sia-sia.
Dingin semakin menyelimutinya, dan kesadarannya mulai memudar perlahan. Xiaolin tahu bahwa dia harus bertahan. Jika dia menyerah sekarang, maka semua yang dia lalui akan sia-sia. Dia tidak bisa mati di tempat ini. Tidak sekarang.
Dengan sisa tenaga terakhirnya, Xiaolin menarik napas panjang dan mencoba bertahan dari rasa sakit yang terus menyiksanya. Malam ini akan menjadi malam terpanjang dalam hidupnya, dan dia hanya bisa berharap fajar masih bersedia menjemputnya esok hari.