"Ayah bukanlah ayah kandungmu, Shakila," ucap Zayyan sendu dan mata berkaca-kaca.
Bagai petir di siang bolong, Shakila tidak percaya dengan yang diucapkan oleh laki-laki yang membesarkan dan mendidiknya selama ini.
"Ibumu di talak di malam pertama setelah ayahmu menidurinya," lanjut Zayyan yang kini tidak bisa menahan air matanya. Dia ingat bagaimana hancurnya Almahira sampai berniat bunuh diri.
Karena membutuhkan ayah kandungnya untuk menjadi wali nikah, Shakila pun mencari Arya Wirawardana. Namun, bagaimana jika posisi dirinya sudah ditempati oleh orang lain yang mengaku sebagai putri kandung satu-satunya dari keluarga Wirawardana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Bertemu Dengan Arya
Harapan Shakila masih sama setiap harinya, yaitu bisa bertemu dengan Arya dan memberi tahu kalau dia adalah putrinya. Namun, keinginannya itu masih belum juga terwujud.
"Shakila di panggil ke ruang HRD," ucap salah seorang rekan kerjanya.
Shakila yang sedang bekerja dibuat bingung. Karena dia merasa bekerja dengan baik dan tidak pernah datang terlambat. Dia pun pergi ke lantai tujuh dengan penuh tanda tanya.
"Masuk!"
Shakila membuka pintu dengan perlahan. Betapa terkejutnya dia ketika melihat ada Silvia di sana bersama dengan Bu Mega yang merupakan kepala HRD. Kedua perempuan itu beradu tatap sejenak.
"Ibu memanggil saya?" tanya Shakila dengan sopan.
"Benar," jawab Bu Mega. "Duduklah!"
Silvia menatap tajam kepada Shakila seakan ingin menerkam mangsa. Perempuan itu duduk dengan angkuh, kaki di silang dan tangan dilipat di dada.
"Mulai besok kamu kerja kembali ke kantor cabang," ujar Bu Mega.
"Kenapa, Bu?" tanya Shakila. "Semua pekerjaan aku selalu dikerjakan dengan baik. Pak Ali juga senang dengan pekerjaan yang aku kerjakan selalu mendapat apresiasi darinya."
"Kantor cabang membutuhkan kemampuan kamu, Shakila," kata Bu Mega beralasan.
Silvia tersenyum tipis. Dia sebenarnya ingin langsung mengeluarkan Shakila di kantor ini, tetapi mendapat pertentangan dari Pak Ali karena gadis itu bekerja dengan baik dan sangat dibutuhkan oleh perusahaan. Maka Silvia kembali mengirimkan kembali ke kantor cabang sebelumnya.
Shakila bingung harus melakukan apa sekarang. Sementara dia belum bertemu dengan Arya dan memintanya untuk menjadi wali nikahnya nanti. Diam-diam dia menangis karena tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini.
Menemui Arya bukanlah hal yang mudah. Tidak sembarangan orang bisa menemuinya. Walau mereka berada di gedung yang sama, Shakila tidak bisa naik ke lantai 25 di mana kantor Arya berada.
Pernikahan Shakila dan Abian rencananya akan digelar setahun setelah lamaran itu. Sudah tiga bulan berlalu dan waktu yang tersisa sekitar sembilan bulan lagi.
"Ayah, bagaimana ini? Aku kembali di mutasi ke kantor cabang." Shakila menghubungi Zayyan dengan perasaan sedih.
"Kamu yang tenang. Ayah juga sedang mencari cara agar bisa menemui Arya. Butuh koneksi dari kalangan atas atau orang-orang yang memiliki pengaruh besar di negeri ini untuk bertemu dengannya," balas Zayyan melalui sambungan telepon.
Shakila kini merasa tenang. Ada ayahnya yang selalu membantu dirinya. Jika boleh memilih dia ingin terlahir sebagai putri kandung Zayyan.
Shakila mengusap air mata di pipinya, lalu menengadah melihat langit biru. Angin kencang berembus sampai mengibarkan jilbab yang sedang dipakai olehnya. Saat ini dia berada di atap gedung. Jarang ada orang datang ke sini di waktu istirahat.
Ketika Shakila di dalam lift untuk turun ke lantai lima, di pertengahan pintunya terbuka. Betapa terkejutnya dia ketika melihat ada Arya bersama dengan asistennya berdiri hendak masuk.
Tentu saja kedua orang itu terkejut karena lift itu merupakan lift khusus, bukan lift untuk karyawan. Shakila sendiri juga baru sadar sudah salah masuk lift itu.
"Astaghfirullah. Maafkan saya, Pak! Saya salah masuk lift," ucap Shakila.
Satu sisi Shakila merasa senang bisa bertemu dengan Arya. Namun, di sisi lain dia harus keluar dari dalam lift karena sudah melanggar aturan. Mau tidak mau dia melangkah ke luar lift.
"Tunggu!" ucap Arya dan menghentikan langkah sang gadis.
"Mau ke lantai berapa?" tanya Arya.
"Mau ke lantai lima, Pak," jawab Shakila yang kini menatap balik. Perempuan itu berharap Arya mengingat wajah istri pertamanya yang mirip dengannya.
"Tidak perlu keluar. Sekalian kita mau turun ke lantai bawah," kata laki-laki yang memakai setelan jas berwarna biru navy.
Beberapa saat terjadi keheningan di sana. Shakila sedang berperang dengan pikirannya sendiri. Dia harus bisa mengambil kesempatan ini untuk memberi tahu kalau dia adalah anaknya. Namun, dia bingung harus memulai dengan cara seperti apa.
"Kenapa kamu menatap Pak Arya dengan seperti itu?" tanya Pak Darmawan dengan nada tegas dan tatapan tajam.
"Maaf, soalnya Pak Arya mirip dengan wajah ayah kandung saya," jawab Shakila. Ini adalah kesempatan baik untuk membicarakannya.
"Wah. Suatu kebanggaan bagi kamu karena ayahnya mirip dengan orang terkaya di ibu kota," ucap Pak Darmawan.
"Iya, Pak," balas Shakila.
"Apa kamu punya fotonya untuk bukti?" tanya Pak Darmawan serius.
"Aku tidak punya fotonya karena ayahku menceraikan ibu sebelum aku lahir. Eh, salah. Bahkan ibu tidak tahu dirinya saat itu langsung hamil walau cuma sekali melakukan hubungan badan. Karena mereka langsung bercerai," jawab Shakila dengan lirih dan berekspresi sedih.
Arya yang mendengarkan cerita Shakila mengerutkan kening. Karena kisah cerita orang tua gadis itu mirip dengan kisahnya.
"Ternyata ada juga laki-laki lain selain diriku yang menceraikan istrinya setelah melakukan hubungan ranjang," batin Arya.
"Hanya saja ... ayah sambungku yang mengurusku sejak kecil bilang kalau ingin tahu wajah ayah kandungku, lihatlah Arya Wirawardana cucu dari Gunadarma."
Arya tersentak karena jarang ada orang yang menyebut dirinya seperti itu. Tidak semua orang tahu nama kakeknya, hanya beberapa orang kenalan lama yang tahu itu.
"Wajahku mirip dengan wajah ibuku. Hanya saja dulu saat muda ibu tidak memakai jilbab," kata Shakila.
Lift sudah sampai di lantai tujuh. Tidak ada waktu lagi. Shakila harus memberi tahu kebenarannya.
Mata Arya tidak lepas memandangi wajah Shakila. Senyum gadis itu mirip sekali dengan Almahira. Mantan istrinya itu juga suka tersenyum lembut kepada semua orang dan itu yang membuat kakeknya suka.
"Ini adalah foto Ibu saat masih hidup," ucap Shakila mengulurkan tangannya yang memegang handphone.
"Ibumu sudah meninggal?" tanya Pak Darmawan.
"Ya, sudah lama sekali. Dia dan adikku menjadi korban tabrak lari," jawab Shakila dengan lirih.
Shakila selalu sedih jika mengingat kejadian itu. Di mana seharusnya mereka bersenang-senang karena sedang liburan. Yang ada malah kesedihan karena kehilangan dua orang sekaligus dalam hidupnya.
Pandangan Arya beralih ke layar handphone. Baru saja sekilas sudah mati layarnya menyisakan warna hitam.
"Layarnya mati," ucap Arya.
"Maaf!" Shakila pun mengetuk dua kali sehingga layar hidup lagi.
Mata Arya membulat melihat seorang perempuan cantik sedang menggenggam anak perempuan. Dia kenal betul dengan wajah wanita itu.
"Alma ...."
"Ya, nama ibuku Almahira Khairunnisa. Apa Pak Arya mengenalnya?" tanya Shakila.
Mendengar itu tentu saja Arya sangat terkejut. Dia terus menatap Shakila. Karena masih merasa tidak percaya. Namun, foto yang dilihat olehnya membuktikan kalau ucapan sang gadis adalah benar.
"Bagaimana bisa kamu anaknya Alma? Bukannya dia hanya melahirkan satu putri?" tanya Arya. "Sekarang anaknya bersama denganku sejak 22 tahun yang lalu."
***