🏆Sekuel Pewaris Dewa Naga🏆
Tujuh tahun setelah perang besar, kedamaian di Benua Feng hanyalah ilusi. Dunia di luar perbatasan telah jatuh ke tangan iblis, dan seorang pria asing muncul membawa rahasia besar. Dunia jauh lebih luas dari yang mereka kira, dan apa yang tersembunyi di balik kabut sejarah mulai terungkap—termasuk rahasia tentang asal-usul Liang Fei sendiri.
Siapa sebenarnya orang tuanya? Apa kaitannya dengan Pemimpin Sekte Demonic? Dan bisakah Zhiyuan, murid yang terjatuh dalam kegelapan, masih bisa diselamatkan?
Dengan persekutuan lama yang diuji, musuh baru yang lebih kuat, dan petunjuk yang mengarah ke dunia yang terkubur dalam sejarah, Liang Fei harus meninggalkan takhta dan melangkah ke medan pertempuran yang lebih besar dari sebelumnya.
Dunia telah berubah.
Dan perang yang sesungguhnya baru saja dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 Perjalanan Berburu: Menghabiskan Waktu Bersama Xi Fei
Setelah Zhou Lin mengakhiri penjelasannya, keheningan menyelimuti ruangan. Liang Fei tidak menunjukkan reaksi berlebihan, tetapi pikirannya bekerja cepat, mencerna setiap kata yang baru saja didengarnya.
Jadi, Guan Mu tidak berbohong… Benua Feng benar-benar satu-satunya tempat yang tersisa bagi manusia.
Di seberangnya, Zhou Lin memperhatikan dengan saksama, berharap menemukan tanda keterkejutan atau keraguan di wajah sang Kaisar. Namun, yang ia lihat hanyalah ketenangan yang sulit ditembus.
Merasa geli, Zhou Lin menyandarkan tubuhnya. “Kau masih berpikir bisa menyelamatkan dunia ini, Kaisar?” Suaranya penuh ejekan. “Duniamu yang kecil ini hanyalah pecahan tak berarti dibandingkan neraka di luar sana.”
Liang Fei tetap tenang. Ia membiarkan kata-kata itu mengendap sebelum akhirnya mengangkat kepala dan menatap Zhou Lin lurus-lurus.
"Sekte Demonic mungkin telah menguasai sebagian besar dunia ini," ujarnya, nada suaranya datar, tetapi setiap kata membawa bobot yang sulit diabaikan. "Tapi jika mereka mengancam kehidupanku… maka aku akan menghancurkan mereka."
Zhou Lin terdiam sejenak. Ia mengira ancaman tentang kengerian dunia luar akan menggoyahkan pria ini. Namun, Liang Fei tetap teguh, seolah tidak ada yang mampu membuatnya gentar.
“Terserah kau.” Zhou Lin mendecakkan lidah, lalu menyilangkan tangan di dadanya. “Aku hanya ingin melihat seberapa jauh kau bisa bertahan.”
Tanpa menanggapi lebih jauh, Liang Fei berbalik dan melangkah keluar.
Zhou Lin menghela napas pelan, matanya mengikuti sosok sang Kaisar yang menghilang di balik pintu.
Anak yang kau pungut benar-benar menarik, Pak Tua Long…
---
Keesokan paginya, udara segar membawa aroma embun yang masih menempel di dedaunan taman istana. Matahari mulai merayap naik, sinarnya keemasan menerpa halaman luas tempat dua sosok bersiap.
Liang Fei mengenakan jubah hitam ringan dengan bordiran naga emas di lengan dan punggungnya. Rambut putih pendeknya tampak sedikit berantakan ditiup angin pagi, sementara tangannya sibuk memeriksa busur dan anak panah.
Di sampingnya, Xi Fei berdiri tegak, matanya berbinar penuh semangat. Bocah enam tahun itu mengenakan pakaian berburu khusus—jubah biru tua dengan garis perak yang disesuaikan dengan tubuh kecilnya.
Dua ekor kuda putih menunggu di depan mereka. Baiyun, kuda perang kebanggaan Liang Fei, berdiri gagah dengan surai keperakan yang berkilauan di bawah sinar mentari. Di sebelahnya, Xiaoguang, kuda lebih kecil yang baru diberikan kepada Xi Fei sebagai hadiah pertama.
Xi Fei mengulurkan tangan kecilnya, mengelus leher Xiaoguang. “Kau siap berburu denganku hari ini?” bisiknya.
Xiaoguang mengibaskan ekornya seolah memahami tuannya.
Liang Fei mengamati interaksi itu, lalu menoleh pada putranya. “Kau sudah bisa menunggangi kuda dengan baik?”
Xi Fei mengangkat dagunya. “Tentu saja! Paman Zhang bilang aku sudah cukup mahir!”
Liang Fei mengangguk kecil. Zhang Tao, pria yang dulu dikenal ganas di medan perang, kini memilih jalan lebih damai sebagai pengajar di akademi. Setelah bertahun-tahun hidup dalam peperangan, ia ingin masa depan yang lebih baik untuk keluarganya.
“Baiklah,” ujar Liang Fei. “Kita lihat nanti seberapa baik kemampuanmu.”
Tak jauh dari mereka, Seo Fei memperhatikan dengan sorot khawatir. Ia melangkah mendekat, menatap suaminya.
“Kau yakin tidak ingin ditemani pengawal?” tanyanya.
Liang Fei menoleh sekilas. “Tidak perlu. Ini hanya perjalanan berburu biasa, dan aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan Xi’er.”
Seo Fei menghela napas pelan. Kekhawatiran masih ada, meskipun ia tahu seberapa kuat suaminya.
“Kalau begitu, hati-hati di luar sana, Xi’er. Dengarkan ayahmu, jangan gegabah,” pesannya.
Xi Fei mengangguk cepat. “Aku mengerti, Ibu! Aku akan patuh!”
Seo Fei tersenyum tipis, merapikan jubah putranya sebelum menoleh pada Liang Fei sekali lagi. Sang Kaisar hanya memberi anggukan meyakinkan sebelum melompat ke punggung Baiyun dengan gerakan ringan.
Di sebelahnya, Xi Fei berusaha menaiki Xiaoguang. Ia butuh sedikit usaha, tetapi akhirnya berhasil duduk dengan mantap.
Liang Fei memastikan anaknya sudah siap. “Pegang kendali dengan baik. Jangan menarik terlalu keras, biarkan Xiaoguang bergerak dengan nyaman.”
Xi Fei mengangguk, lalu menyesuaikan genggamannya.
Dengan satu tarikan halus pada tali kekang, Baiyun dan Xiaoguang mulai berjalan, meninggalkan halaman istana.
---
Kota Kekaisaran Fengyin mulai ramai dengan aktivitas pagi. Para pedagang membuka kios mereka, aroma roti panggang dan rempah-rempah bercampur di udara. Beberapa pelajar berseragam akademi berjalan berkelompok, meski ini hari libur, beberapa memilih mengambil kelas tambahan.
Liang Fei dan Xi Fei menelusuri jalan utama dengan santai. Tatapan masyarakat mengikuti mereka, penuh rasa hormat dan kekaguman.
Namun, perhatian warga tak hanya tertuju pada sang Kaisar.
“Xi Fei!” terdengar seruan riang dari pinggir jalan.
Xi Fei menoleh dan melihat sekelompok anak seusianya melambai. Mereka mengenakan pakaian sederhana—beberapa tampak seperti anak pedagang, sementara yang lain jelas berasal dari keluarga petani.
Tanpa ragu, Xi Fei menarik kendali Xiaoguang agar berhenti sejenak. “Hei, kalian!” sapanya.
Seorang anak laki-laki berjubah cokelat lusuh berlari mendekat. “Kau mau berburu, Xi Fei?”
Xi Fei mengangguk bangga. “Ya! Aku pergi bersama Ayah!”
Anak-anak lain tampak terkesan. Seorang gadis berambut pendek berseru, “Wah, aku ingin melihat seberapa hebat kau berburu!”
Xi Fei tertawa kecil. “Kalau aku mendapat buruan besar, aku akan membawanya ke akademi!”
Liang Fei hanya memperhatikan dari atas kudanya. Xi Fei bergaul dengan mudah tanpa memandang status—sesuatu yang jarang dimiliki anak bangsawan.
Seorang pria tua, yang tampaknya pedagang kain, melangkah mendekat dan memberi hormat pada Liang Fei. “Yang Mulia, terima kasih telah mendirikan akademi bagi anak-anak kami. Sekarang mereka semua bisa belajar.”
Liang Fei menatap pria itu. “Masa depan negeri ini bergantung pada mereka. Jika kita ingin dunia yang lebih baik, pendidikan adalah kunci.”
Pedagang itu tersenyum. “Kami semua bersyukur atas kebaikan hati Anda.”
Liang Fei tak berkata banyak, hanya memberi isyarat pada Xi Fei untuk melanjutkan perjalanan.
Xi Fei berpamitan pada teman-temannya sebelum menarik kendali Xiaoguang. Anak-anak itu melambaikan tangan dengan penuh semangat.
Saat mereka keluar dari kota menuju hutan perburuan, Liang Fei melirik putranya.
“Apa kau berteman baik dengan mereka?”
Xi Fei menoleh. “Tentu saja! Mereka temanku.”
Liang Fei menghela napas, lalu berkata dengan nada lebih lembut, “Itu hal yang baik, Xi’er. Seorang pemimpin yang baik harus memahami rakyatnya, bukan hanya dari kejauhan, tapi dengan hidup di antara mereka.”
Xi Fei terdiam sejenak, kemudian tersenyum. “Aku mengerti, Ayah!”
Dengan itu, mereka terus melaju ke luar kota, menuju hutan tempat petualangan berburu mereka akan dimulai.