Membina rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Banyak rintangan yang datang dan kita wajib bersabar, lapang dada, dan memiliki sifat kejujuran.
Menikah dengan anak SMA butuh banyak bimbingan. Hadirnya cinta masa kelam membuat retak cinta yang sedang dibina. Banyak intrik dan drama yang membuat diambang perceraian.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan penculikan membuat rumah tangga makin diunjung tanduk. Bukti perselingkuhanpun semakin menguatkan untuk menuju jalan perpisahan. Mungkin hanya kekuatan cinta yang bisa mengalahkan semua, namun menghadapinya harus penuh kasabaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Selingkuh Aku Yang Dihajar
Takut jika memancing emosinya, maka hanya bisa diam melihat dia keluar dari kamar.
Selepas magrib, suami sudah memacukan mobilnya. Tidak tinggal diam begitu saja. Akupun ikut melajukan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya suami lakukan. Tidak mungkin jika menemui orang penting begitu terburu-buru dan rahasia. Pasti ada hal yang tengah dia sembunyikan.
Ternyata dia berhenti disebuah hotel mawar xxx. Tanpa sepengetahuan dia, kini aku mengikutinya dan terus mengawasi dari belakang. Wajah kututup kerudung agar tidak diketahui jika kepergok.
"Mbak, kalau boleh tahu orang yang baru saja memesan kamar hotel tadi, ada dikamar berapa ya?" tanyaku pada resepsionis.
"Maaf, Mbak. Kami tidak diizinkan untuk memberitahukan pada orang lain, karena ini menyangkut privasi pelanggan," jawab pegawai hotel.
"Apa tidak ada jalan lain supaya saya diizinkan tahu. Contohnya seperti ini! Jadi tolong kasih tahu karena ini sangat penting."
Tanpa basa-basi ku sodorkan sejumlah uang pecahan seratus ribuan, yang kemungkinan jumlahnya jutaan rupiah, yaitu agar membantu memberitahu di hotel nomor berapa suami berada.
Si pegawai langsung meraup uang itu dimasukkan tasnya, sambil wajah melihat kanan kiri tanda dia takut jika ketahuan sama pihak hotel.
"Akhirnya aku bisa memergoki mu, Mas. Awas saja kalau kamu ketahuan selingkuh!" Tekad bulat ingin membongkar.
Mengambil langkah seribu agar secepatnya sampai tujuan. Tidak sabar lagi sebenarnya, siapa yang ditemui suami sampai sembunyi-sembunyi dihotel
"Awas, Mas. Kalau kau beneran selingkuh!" Amarah sudah mendidih sampai pucuk kepala
Brak, pintu ku banting dengan kuat, setelah membukanya dengan kunci cadangan yang diberikan pegawai hotel.
"Bangs*t, siapa yang berani menganggu kesenanganku," lengkingnya bersuara tak terima.
"Dona, kamu?" ucap suami bersamaan perempuan itu.
Kaget bukan kepalang mereka berdua.
Mereka sungguh tak ada rasa malu, dengan tubuh yang tak tertutupkan dengan sehelai benangpun.
Nampak wajah mereka sudah mulai panik.
"Kamu benar-benar tega, Mas!" ujarku sambil menghampiri mereka.
"Cih, jangan banyak cakap kau ini."
Tanpa takut lagi tangan berusaha mengayunkan pada suami, yang tengah sibuk membenahi baju.
Plak, tamparan berhasil ku daratkan di wajah suami.
"B*ngsat, kau sudah berani menamparku."
"Itu yang pantas kau dapatkan, karena tega mengkhianati ku."
"Diam. Mulutmu memang mau di gampar."
"Kau ini memang wanita yang mau cari mati saja."
Plaaak, wajah kini berbalik ditampar oleh suami.
Sorot mataku sudah tajam. Ingin membalas balik melebihi tadi, tapi semua bisa kutahan dengan sabar.
Sang selingkuhan tertawa sinis. Sepertinya bahagia sekali ketika diriku yang kena marah. Tanda bahwa suami lebih memilih selingkuhan daripada istri sahnya.
Karena tak ingin ada perdebatan dan pertengkaran lebih jauh lagi, dengan deraian airmata diri ini langsung meninggalkan mereka.
Aku begitu syok dan tak menyangka, atas kelakuan suami yang teryata sudah bejat, yaitu telah berani-beraninya bermain api dibelakang keluarganya dan diriku. Begitu menjijikkan telah berani berselingkuh dengan istri adik ipar tirinya.
Dalam mobil menumpahkan segala isak tangisan. Sampai bernafaspun susah akibat tak kuat menahan kejadian barusan.
*****
Melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Rasanya ingin mati saja ketika hari-hariku dipenuhi rasa kecewa, penderitaan, dan terutama penganiayaan. Mungkin dengan menghilangnya diri ini semua akan bahagia terutama suamiku sendiri.
Membanting pintu mobil kasar. Melangkah tergesa-gesa ingin segera memasuki rumah.
"Nyonya, kenapa? Kok kusut dan berwajah kacau begitu?" tanya Samsul ketika duduk santai diemperan rumah.
"Tidak ada apa-apa, Sam. Aku hanya lagi lelah saja."
"Tapi--?"
"Maaf, aku mau masuk dulu. Aku sungguh ... sungguh lelah."
"Oh, iya. Silahkan, Nyonya."
Duniaku begitu runtuh. Dengan cepat tubuh sudah merosot ke lantai kamar, menangisi apa yang barusan terjadi.
Brak, pintu dibanting kasar. Suami ternyata mengikutiku untuk pulang.
"Aku ingin cerai, Mas!" ucapku pada suami.
Kemeja ditangan digulungnya ke atas. Menghampiri posisiku yang sedang mengebu-gebu tidak terima dan emosi mulai naik dipuncak ubun-ubun.
"Apa? Apa yang barusan kamu katakan?."
"Aku ingin cerai darimu, titik."
"Jangan harap dan bermimpi kamu! Minta cerai katamu?" Dia tidak terima.
"Iya. Apa gunanya rumah tangga ini diteruskan jika kau sudah bermain api dibelakangku."
"Mau bermain api dengan siapapun itu terserah diriku. Kamu tidak usah protes apalagi mengancam ingin cerai. Cabut perkataanmu barusan atau kau akan menerima akibatnya," Perkataan yang membuat merinding.
"Aku tidak peduli dengan urusanmu. Yang terpenting sekarang ceraikan aku. Sungguh tidak tahan dengan sikapmu yang seperti iblis ini."
"Diam kamu. Mulai barani ya kamu ini."
Tangannya langsung menghajarku bertubi-tubi, dengan cara menampar pipi, yang mungkin tak terima atas permintaanku yang untuk bercerai.
"Ini akibatnya kalau kau sudah berani dan menantangku."
Sorot mataku tajam tidak terima. Ingin rasanya membalas dengan menusuknya memakai belati.
Bhuuug ... plaak, tanpa ampun tubuh terus saja dihajar oleh suami.
"Kamu memang kejam, jahat, dan tak punya hati. Aku sungguh menyesal hidup denganmu. Aku tak mau hidup bersamamu lagi, CERAIKAN AKU!" teriakku kesal pada suami, yang kelihatannya sudah tak punya cinta dan perasaan lagi.
Darah mulai mengucur dari bibir.
"Aah ... persetan dengan hati. Jangan bicara soal hati kepadaku, sebab hati ini sudah terlanjur remuk redam gara-gara kalian. Kamu tahu! Bahwa selingkuhan adik ipar perempuanku itu, dia dulunya adalah pacar asliku, tapi karena kehadiranmu kami telah berpisah paksa, sebab papa mengancam tidak akan memberikan hartanya, jika tidak menuruti perkataanya untuk menerima pernikahan denganmu," penjelasannya.
Tangisan kian pecah saat mendengar penuturannya. Ternyata memang tidak ada rasa cinta sama sekali. Dia menikah karena paksaan dan tidak ingin harta beralih ke orang lain.
"Kamu memang b*jingan, Mas."
"Kalian semua memang sama, selalu menjadikan airmata sebagai alasan, tapi sayangnya aku tak akan iba kepadamu. Para wanita hanya memandang pria lewat harta, bukankah kamu juga begitu? Menerimaku sebab kamu tahu bahwa diri ini adalah orang kaya," suami berbicara sambil menarik rambutku.
Diri ini sudah gemetaran ketakutan seperti orang gila, atas penyiksaan suami sendiri.
"Rasakan ini ... rasakan. Matilah kau, seperti hatiku yang sudah kau matikan terhadap wanita lain," suami terus saja menghajar.
Kupikir hidungku patah atau semacamnya, bibirpun kini sudah membiru serta membengkak. Itu sungguh sangat menyakitkan hati.
Karena ketakutan akut, hanya meringkut disudut ruangan kamar. Satu tetespun airmata tak mau keluar.
Padangan mulai kabur. Tubuh tak luat lagi untuk menopang badan dan akhirnya ambruk diubin keramik.
Aku sekarang tidak bisa mengambil nafas dengan benar, akibat menangis sesak meratapi nasib yang kuterima. Dia selalu saja mengucapkan kata-kata yang tak patutnya kudengar. Entah mengapa suami yang seharusnya menjadi panutan, selalu saja dia terus-menerus kian membenciku
enaknya kalau ketahuan bukan hnya dihajar tp bakalan kena karma