Ganti judul: Bunda Rein-Menikah dengan Ayah sahabat ku
"Rein, pliss jadi bunda gue ya!!" Rengek Ami pada Rein sang sahabat.
"Gue nggak mau!" jawab Rein.
"Ayolah Rein, lo tega banget sama gue!"
"Bodo amat. Pokok nya, gue nggak mau!!" tukas Rein, lalu pergi meninggalkan Ami yang mencebik kesal.
"Pokoknya Lo harus jadi bunda gue, dan jadi istri daddy gue. Titik nggak pake koma!" ujarnya lalu menyusul Rein.
Ayo bacaa dan dukung karya iniii....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mey(◕દ◕), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Rein memegang erat tangan Davin, kemudian kedua nya kembali berjalan.
Rein berjanji pada dirinya, bahwa ia tidak akan pernah memasuki tempat ini lagi.
Ruangan terasa mencekam karena lampu yang remang-remang, serta suara musik yang membuat nya merinding.
(Ngarang ya, ga pernah masuk rumah hantu wkwk!)
Senter yang Davin pegang, tiba-tiba saja mati, membuat Rein memekik terkejut. "Aakk!! Mas, hidupin senternya!" Pekiknya sambil menutup mata.
Tak lupa sekarang ini ia sudah memeluk Davin yang tersenyum sendiri sambil berusaha menenangkan sang kekasih. Rein membulatkan matanya kemudian mengeratkan pelukannya saat sesuatu yang terasa dingin menyentuh kulit kaki nya. "M-mas Davin, kaki ku ada yang pegang?" Teriak nya lagi, kini Rein tidak hanya memeluk pria itu, namun ia juga sudah berada di gendongan sang kekasih.
Davin mendengar isakan kecil, membuat nya meraih wajah Rein yang sudah basah oleh air mata. "Sayang hei, kenapa nangis? Nggak ada apa-apa kok, coba liat!" Ucap nya khawatir.
Rein menatap wajah tampan Davin, kemudian berucap dengan terbata. "Hiks...m-mau keluar?" Ujar nya sambil terisak.
Davin merutuki perbuatan nya, ia memang sengaja mematikan penerangan yang diberikan oleh petugas tadi, agar Rein memeluk nya. Namun ia tak menyangka bahwa perbuatannya, membuat Rein menangis. "Iya iya, kita keluar. Maaf sayang!"
Kemudian pria itu menuntut Rein yang sudah berhenti menangis. Mata nya berubah tajam saat tak sengaja melihat hantu jadi-jadian yang akan keluar untuk menakuti mereka. Ia kemudian menatap tajam hantu itu, membuat hantu itu tak jadi keluar. Kena mental wkwk.
***
Rein dan Davin sudah berada di luar. Rein bernafas lega, ketika ia bisa melihat keramaian. Ia dengan cepat mengajak Davin untuk pergi, menghampiri Ami.
Ami yang melihat sang daddy dan Rein langsung melambaikan tangannya. Wanita itu mengerutkan keningnya saat melihat mata Rein yang tampak membengkak.
"Mata Rein kenapa, dad? Kok bengkak?" Tanya nya, saat Davin dan Rein sudah berdiri di hadapan nya.
Davin menatap Rein sebentar lalu menatap anak semata wayangnya. "Nggak papa, tadi kemasukan hewan," ujar nya memberi alasan. Meskipun heran namun Ami tetap percaya.
"Masih mau main lagi, atau mau pulang?" Tanya Davin pada keduanya.
"Pulang aja dad, aku udah ngantuk," ujar Ami yang di angguki langsung oleh Rein.
Rein menggenggam tangan Davin kemudian ia mengeluarkan ponsel nya lalu memotret nya.
Rein tersenyum senang melihat hasil nya. "Nggak mau beli makanan lagi?" Tanya Davin pada nya, membuat Rein mendongak menatap kekasih tampan nya.
Ia menggeleng sambil tersenyum. "Udah kenyang. Mas, lapar? Kalau gitu ayo aku temanin beli makanan!"
Davin menggeleng dengan tangan yang mengelus rambut Rein. "Aku juga kenyang, sayang." Ujar nya.
***
Sesampainya di rumah, ke-tiga nya langsung berjalan menuju kamar mereka masing-masing.
Rein memilih membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum mengistirahatkan tubuh nya.
Ami dan Davin juga melakukan hal yang sama, namun bedanya pria itu masih membaca laporan yang di kirim kan oleh sekretaris nya sebelum membersihkan diri.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Rein merebahkan tubuhnya, kemudian meraih ponselnya.
Ia membuka aplikasi orange yang baru ia install beberapa hari lalu, kemudian memilih membaca sebuah cerita yang belum selesai di baca.
Rein fokus menatap ponsel nya, tidak menyadari kehadiran Davin yang sudah berdiri di pintu sambil menatap nya.
"Sayang!" Panggil nya dengan berjalan menuju Rein.
Rein tetap fokus menatap layar ponselnya, ia bahkan tidak mendengar Davin yang sudah memanggil nya berulang kali.
"Serius banget? Lagi ngapain sih?" Rein terlonjak kaget saat Davin tiba-tiba berbaring di sebelah nya.
"Loh, mas Davin kapan masuk? Kok aku nggak dengar?" Tanyanya.
Davin menatap Rein penuh cinta. "Kamu yang terlalu fokus liat ponsel kamu, sampai nggak nyadar aku masuk!"
Rein terkekeh kecil. "Maaf mas, aku lagi baca cerita jadi nggak sadar mas masuk ke sini," ujar nya.
"Iya nggak papa. Kenapa belum tidur, hm?" Tanya Davin lagi, sambil meraih ponsel Rein dan mematikan nya.
"Belum ngantuk. Padahal badan aku pegal banget!" Keluh Rein sambil menatap Davin.
"Mau di pijat?" Tanyanya.
Rein menggeleng, sambil memeluk Davin. "Mau tidur aja, sambil peluk." Davin memperbaiki posisi nya lalu memeluk Rein yang kini sudah menutup mata, kala kantuk menyerang nya.
"Sleep tight, sayang nya mas." Ujar Davin berbisik.
***
1 Minggu berlalu...
Jam menunjukkan pukul 7 pagi, Rein dan Ami sudah siap untuk pergi ke kampus. Keduanya membawa mobil sendiri dengan Ami yang menyetir.
"Rein, kira-kira anak gue sama ayang Aldo nanti cewek atau cowok ya?" Rein mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Ami.
"Alay banget, ayang-ayangan! Urusan anak, itu masih jauh, lagian nikah aja belum! Sekarang mending urus skripsi aja!" Ujar Rein memberikan petuah pada Ami yang kini memutar bola matanya malas.
"Bisa nggak sih, nggak usah ngingatin gue tentang skripsi-skripsi itu, gue lagi mendinginkan otak gue Rein!" Ketus nya, di sambut tawa Rein.
"Haha maaf-maaf."
Kedua nya hampir sampai di sebuah perempatan. Dari arah kiri, sebuah mobil box putih berhenti sambil memantau mobil kedua nya. Ami dan Rein yang masih tertawa tidak menyadari akan bahaya yang menghampiri mereka.
"Rein, gue kangen sama mommy deh-" Rein berhenti tertawa, lalu menatap Ami yang tiba-tiba berucap merindukan sang ibu.
"Doaian Tante Carissa biar tenang di sana. Nanti pulang kuliah, gue temanin deh ke makam mommy Lo," ujar Rein menghibur Ami.
Di tanya apakah ia cemburu jika Ami membahas Carissa, maka jawabannya adalah tidak. Rein tidak akan cemburu hanya karena itu, bagaimana pun Carissa adalah ibu kandung Ami.
"Benar ya? Nanti temanin gue beli bunga lili, mommy suka banget sama bunga itu." Rein mengangguk sambil tersenyum.
"Oke sip."
Rein meraih ponselnya lalu mengirimkan pesan pada Davin. Ia memberitahu pria itu bahwa nanti mereka akan ke makam Carissa.
Ami fokus menatap jalanan yang tampak lenggang tak seperti biasanya yang akan padat.
***
"Siap-siap, mereka hampir sampai!" Seorang pria menggunakan penutup wajah, yang sedang memantau mobil Rein dan Ami berucap melalui ponsel nya.
"Tugas selesai, langsung pergi!"
Beberapa menit kemudian, mobil box itu mulai melaju kencang, hingga Rein dan Ami yang akan belok pun langsung tertabrak.
Brukk...
Mobil kedua nya tak bisa menghindari kecelakaan yang di sengaja itu. Hingga gulingan ketiga, mobil yang di tumpangi Rein dan Ami berhenti.
Rein dan Ami sudah tak sadarkan diri, kondisi keduanya tak bisa di bilang baik-baik saja.
Banyak warga sekitar yang mulai mengerubungi mobil untuk menyelamatkan kedua nya.
"Cepat, telfon ambulans!" Teriak seorang pria paruh baya, pada orang-orang di sekitar nya.
"Sudah pak."
Tak lama kemudian ambulans sudah datang, tim medis langsung mengevakuasi Rein dan Ami.
Polisi juga sudah datang, tak lupa garis polisi sudah di pasang di sekitar tempat kejadian.
Tak ada yang menyadari bahwa mobil box tadi sudah tidak berada di TKP.
TBC....
alay bgt