CEO perusahaan literasi ternama, Hyung menjual dirinya di situs online sebagai pacar sewaan hanya karena GABUT. Tak disangka yg membelinya adalah karyawati perusahaannya sendiri. Ia terjebak satu atap berminggu-minggu lamanya. Benih-benih asmara pun muncul tanpa tahu jika ia adalah bosnya. Namun, saat benih itu tumbuh, sang karyawati, Saras malah memutuskannya secara sepihak. Ia tak terima dan terpaksa membongkar jati dirinya.
"Kau keterlaluan, Saras. Kau memperlakukanku semena-mena tanpa menimbang kembali perasaanku. Lihat saja! Kau akan datang padaku secara terpaksa ataupun patuh. Camkan itu!"
Ia pun ingin membalas terhadap apa yang pernah Saras lakukan padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaharu Wood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SALAH PAHAM
Saras menaikkan sudut bibirnya. "Aku juga tahu kalau kau itu lelaki. Jika perempuan, aku tidak akan pernah mau menyewamu!" kata Saras pada Hyung.
Hyung akhirnya diam. Ia tidak menjawab lagi. Ia mulai menyadari bagaimana sikap Saras yang sesungguhnya. Jika Saras tidak suka ditantang seseorang. Pada akhirnya Hyung pun hanya diam.
Esok harinya...
Petang hampir saja tiba. Tak terasa sudah satu minggu Hyung menjadi pacar sewaan Saras. Atau mungkin lebih tepatnya pembantu rumah tangga. Karena sampai detik ini mereka belum melakukan apa-apa. Hanya sebatas tinggal seatap serumah. Dan kini Hyung sedang beristirahat sebentar sehabis membersihkan rumah. Ia menonton berita di televisi. Tapi tak lama kemudian sebuah dering ponsel menyadarkannya.
"Halo?" Hyung pun menjawab teleponnya.
"Kau di mana, Nak? Kau sudah berangkat ke cabang lama?" Ternyata ibu Hyung lah yang meneleponnya.
"Em sudah, Bu. Sudah seminggu yang lalu. Ada apa menelepon? Tumben?" tanya Hyung kepada ibunya.
Sang ibu menghela napasnya. "Ibu ingin mengajakmu makan malam. Ibu kira masih di sini. Ternyata sudah berangkat," kata ibunya lagi.
Hyung terkejut mendengar hal itu. "Yang benar, Bu?! Ibu ingin mengajak ku makan malam? Apa ini mimpi?" Hyung pun merasa bermimpi.
Ibu Hyung terdiam sejenak di sana. Ia tahu jika kata-kata putranya bukanlah kata-kata yang tulus dari hati. Melainkan sindiran baginya karena selalu sibuk dari pagi ke pagi.
"Maafkan ibu, Nak. Ibu akan memperbaiki semuanya. Selepas kau memimpin cabang, ibu akan ke sana." Sang ibu berjanji.
Hyung mengangguk. "Kalau begitu aku tunggu." Hyung berharap. Tak lama telepon mereka pun terputus.
"Vi, aku pulang!"
Bersamaan dengan itu terdengar suara Saras yang mengetuk pintu. Hyung pun segera menuju pintu untuk membukakannya.
"Saras, kau sudah pulang?" Hyung menyapa Saras. "Tadinya aku ingin menjemputmu," kata Hyung lagi.
Saras terlihat jutek. "Apa terburu membagi waktu untuk dua orang?" tanyanya lalu bergegas masuk ke dalam rumah.
Eh?! Hyung pun tak mengerti maksud Saras.
"Apa maksudmu, Saras? Membagi waktu untuk dua orang? Aku tak mengerti."
Hyung pun meminta penjelasan dari Saras. Namun, Saras tidak menjawabnya. Yang mana membuat Hyung semakin penasaran.
"Saras, katakan. Jangan buat aku penasaran. Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Hyung lagi.
Saras menoleh ke arah Hyung. "Vi. Aku ingin kau hanya milikku selama enam bulan ini. Aku tidak ingin melihatmu menerima telepon dari seseorang." Saras akhirnya berkata jujur kepada Hyung.
Hyung terdiam. Memerhatikan raut wajah Saras. "Saras, maaf. Tadi ibuku yang menelepon." Hyung jujur kepada Saras.
"Sampai gembira seperti itu?" tanya Saras lagi.
Hyung mengangguk.
"Sudahlah. Aku mau istirahat." Saras pun terlihat lelah untuk berbicara lagi.
"Saras!"
Hyung pun memanggil Saras. Ia tak enak hati karena membuat Saras sampai terlihat lelah. Tapi ia juga tidak bisa memaksa Saras untuk bicara lagi padanya. Hyung merasa bersalah.
Apakah dia cemburu?
Hyung bertanya-tanya sendiri.
Satu jam kemudian...
Hyung mondar-mandir di depan jendela kamar Saras. Ia ingin melihat Saras yang sedang berada di dalam kamarnya. Hyung kepikiran dan tak bisa tidur karena perasaan bersalah. Pada akhirnya Saras pun terbangun dan melihat Hyung. Tapi karena keadaan lampu mati, ia tidak bisa melihat jelas siapa di luar sana.
"Siapa kau?! Berani-beraninya ingin mencuri!" Saras pun segera keluar rumah sambil membawa gagang sapunya. Ia memukuli Hyung, mengira pencuri.
"Sa-saras, ini aku. Vi!" Hyung pun berkata seperti itu.
"Vi?! Apa yang kau lakukan?! Mengapa seperti ingin maling saja?!" tanya Saras dengan nada yang tinggi.
"Em, maaf. Aku ... aku hanya ingin mengetahui keadaanmu," jawab Hyung jujur.
"Keadaanku?" Saras tampak bingung dengan maksud jawaban Hyung.
Hyung mengangguk sambil menunduk. "Aku khawatir kau kenapa-napa di dalam. Jadi aku ingin memastikan kau baik-baik saja." Hyung merasa bersalah.
Saras terdiam. "Sudah. Kita masuk lagi."
Pada akhirnya Saras pun meminta Hyung masuk ke dalam rumah. Dan dengan segera Hyung mengikutinya. Tak tahu mengapa ia tidak ingin membuat Saras sampai marah. Terlepas dari kontrak perjanjian yang mengikat dirinya.
Mungkin aku harus lebih banyak belajar lagi tentang cara menghadapi wanita.
Dan akhirnya mereka masuk ke dalam rumah bersama. Saras pun duduk di kursi tamu. Ia lalu berbicara.
"Maaf, mungkin aku mau menstruasi jadinya seperti ini. Emosiku tidak stabil menjelang datang bulan. Aku harap kau mengerti." Saras mengatakan sambil memijat keningnya sendiri.
"Perlu kubantu?" Hyung pun duduk di dekat Saras. Ia ingin membantu memijat kepala wanita itu.
Saras terdiam sambil memerhatikan Hyung. "Vi, apa kau menjual diri di situs itu untuk membiayai pengobatan pacarmu?" Saras pun bertanya demikian pada Hyung.
"Eh?! Mengapa bertanya seperti itu?" Hyung pun balik bertanya dengan perasaan heran.
Saras memalingkan muka. "Mungkin saja seperti itu. Tadi kan habis menerima telepon," kata Saras lagi.
Dia benar-benar cemburu.
Semburat senyum itu pun terlukis di wajah Hyung. "Saras, aku ... belum punya pacar. Tadi sungguh yang menelepon adalah ibuku. Sudah hampir dua minggu ini aku tidak pulang ke rumah, dan dia merindukanku." Hyung menjelaskan kepada Saras.
"Istri?" tanya Saras lagi.
Dia menanyakan istri padaku? Apa aku sudah terlihat seperti pria beristri?!
Hyung pun bertanya-tanya sendiri. Saat itu juga ia mengusap kepalanya seperti orang yang frustrasi. "Belum, Saras. Pacar saja tidak punya apalagi istri. Bukankah kemarin kau memintaku untuk menafkahi anak kita?" tanya Hyung balik.
"Eh?!" Saras pun menatapnya dengan sewot. "Itu hanya bercanda. Aku juga tahu diri jika kita hanya sebatas perjanjian selama enam bulan ke depan. Selebihnya tidak." Saras mengklarifikasi.
Ternyata hanya bercanda ....
Hyung mengangguk-anggukkan kepala lalu menyandarkan punggung di kursi. "Kau tidak berniat selamanya?" tanya Hyung ingin memastikan seraya menoleh ke Saras.
Saras pun terlihat bingung menjawabnya. "Aku lapar." Dan akhirnya ia berkata seperti itu kepada Hyung.
Eh?!
Hyung pun tak mengerti mengapa Saras pergi darinya. Tapi sebagai pria, ia mulai dapat merasakan getaran cinta itu dari Saras. Walaupun belum pernah bersentuhan, sorot mata Saras seperti tidak bisa membohonginya.
Dia mencoba beralibi.
Beberapa hari kemudian...
Cuaca malam ini tampak cerah. Bintang-bintang juga bertaburan indah. Hyung pun baru saja pulang dari mini market untuk membeli keperluan harian. Ia mendapatkan uang dari Saras untuk membelinya. Hyung pun membeli beberapa keperluan pribadinya. Begitu juga dengan Saras yang telah menitipkan sebelumnya.
Akhirnya sampai juga.
Hyung masuk ke dalam rumah yang tampak sepi. Terlihat ia membawa dua plastik belanjaan di tangannya. Hyung pun menuju kamar Saras untuk memberikan barang titipan. Ia mengetuk pintunya.
"Saras."
Namun, sepertinya ketukan itu tidak terdengar oleh Saras. Hyung pun pelan-pelan membuka pintu. Saat itu juga ia melihat Saras tengah menerima telepon dari seseorang. Hyung mendengarkannya dari balik pintu.
Kaget ya karena dia tamvan 😁