NovelToon NovelToon
Bencana Gaun Pengantin

Bencana Gaun Pengantin

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Nikahmuda / Nikah Kontrak / Pengantin Pengganti Konglomerat / Pelakor jahat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Eouny Jeje

Anna tidak pernah membayangkan bahwa sebuah gaun pengantin akan menjadi awal dari kehancurannya. Di satu malam yang penuh badai, ia terjebak dalam situasi yang mustahil—kecelakaan yang membuatnya dituduh sebagai penabrak maut. Bukannya mendapat keadilan, ia justru dijerat sebagai "istri palsu" seorang pria kaya yang tak sadarkan diri di rumah sakit.

Antara berusaha menyelamatkan nyawanya sendiri dan bertahan dari tuduhan yang terus menghimpitnya, Anna mendapati dirinya kehilangan segalanya—uang, kebebasan, bahkan harga diri. Hujan yang turun malam itu seakan menjadi saksi bisu dari kesialan yang menimpanya.

Apakah benar takdir yang mempermainkannya? Ataukah ada seseorang yang sengaja menjebaknya? Satu hal yang pasti, gaun pengantin yang seharusnya melambangkan kebahagiaan kini malah membawa petaka yang tak berkesudahan.

Lalu, apakah Anna akan menemukan jalan keluar? Ataukah gaun ini akan terus menyeretnya ke dalam bencana yang lebih besar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eouny Jeje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membayar Rumah Sakit

Anna harus pergi. Sekarang.

Tatapannya beralih ke wanita itu yang masih terisak, bersandar manja di dada pria di belakangnya. Ini kesempatannya. Dengan langkah pelan, nyaris tanpa suara, Anna mulai bergerak mundur, mengendap-endap menjauh. Setiap otot di tubuhnya menegang, seolah menunggu seseorang meneriakkan namanya dan membuatnya terhenti seketika.

Ia ingin menghilang. Tidak hanya dari ruangan ini, tapi dari dunia ini. Jika bisa, ia akan lenyap begitu saja, melebur menjadi debu, atau lebih baik lagi—langsung ke Mars. Bumi terlalu menyesakkan baginya sekarang.

Begitu mencapai lorong, ia mempercepat langkah, jantungnya berdentam liar di dadanya. Namun, baru beberapa meter menuju pintu keluar UGD, dua petugas kepolisian tiba-tiba muncul dari sisi kanan dan kiri, menghadangnya dengan sikap yang terlalu kaku, terlalu siap.

Langkahnya terhenti mendadak.

"Maaf, Nona. Anda tidak boleh keluar."

Suara berat itu terdengar seperti vonis.

Anna menegang, dunia seakan berputar. Napasnya tercekat di tenggorokan. Ia bisa merasakan keringat dingin mengalir di tengkuknya.

"Aku… aku hanya haus," katanya buru-buru, suaranya nyaris serak. "Aku tidak berniat kabur."

Petugas yang lebih tinggi melirik rekannya sekilas, lalu mendekat selangkah, tatapannya dingin dan penuh kecurigaan. "Haus?" ujarnya datar, seolah itu adalah kebohongan paling konyol yang pernah ia dengar.

Anna mengangguk cepat. "Ya. Aku hanya butuh air. Itu saja."

Namun, bukannya merespons, pria itu justru mengulurkan tangannya ke arah lengan Anna, mencengkeramnya lebih kuat dari yang diperlukan.

"Tolong jangan buat masalah, Nona."

Anna tersentak, tubuhnya refleks menegang. "Aku serius! Aku hanya haus!" Suaranya meninggi, panik, tapi mereka hanya saling berpandangan sebelum kembali menatapnya dengan ekspresi dingin yang sama.

"Kami tidak bisa mengambil risiko," kata petugas satunya dengan nada tenang yang justru terdengar lebih mengancam. "Anda harus tetap di sini."

Dunia di sekelilingnya terasa semakin sempit.

Ia benar-benar terperangkap. Dan lebih buruknya—tidak ada seorang pun yang akan percaya padanya.

Tatapannya memohon, bibirnya mengerucut sedikit, berusaha terlihat selemah dan semanis mungkin. Ia tahu dirinya dalam posisi genting, dan satu-satunya cara agar bisa sedikit bernapas adalah dengan membuat mereka percaya.

Petugas yang lebih muda tampak ragu, matanya menelusuri Anna sejenak sebelum akhirnya berkata, "Jangan menyebutnya kabur. Jika memang ingin lari, dia takkan tetap di sini sejak awal."

Anna langsung mengangguk cepat, seperti anak kecil yang ingin meyakinkan orang dewasa. "Aku tidak akan lari. Aku hanya ingin menunjukkan tanggung jawabku," suaranya sedikit bergetar. "Bolehkah kita bicara setelah aku membayar biaya rumah sakit?"

Petugas yang lebih tegas mendecak, jelas masih curiga. "Baik. Tapi aku harap kau tahu, tanggung jawab tidak berarti menghindari konsekuensi."

Anna menelan ludah, tetapi tetap mengikuti langkah petugas menuju loket pembayaran.

Setiap langkah terasa berat. Begitu sampai di meja kasir, tatapan tajam seorang perawat langsung menyambarnya. Perawat itu tidak berusaha menyembunyikan ekspresi meremehkan, seakan menunggu drama berikutnya.

Anna berusaha menata napas, tapi rasa malu sudah menyusup dalam dirinya.

"Maaf, aku bukan istrinya," katanya buru-buru, berusaha menghindari kesalahpahaman lebih jauh.

Perawat itu mengangkat alis, lalu tertawa pendek. "Oh? Lalu kenapa Anda yang mengurus pembayaran? Mau main jadi Cinderella?"

Anna menahan napas. "Aku hanya ingin bertanggung jawab," katanya pelan.

Perawat itu menyipitkan mata, menatapnya dari atas ke bawah. "Bertanggung jawab?" katanya sinis. "Kau pikir uang receh yang kau bawa bisa menutupi biaya perawatannya? Apa kau lupa siapa yang kau tabrak?"

Anna menelan ludah, tetapi tetap teguh. "Aku tahu siapa dia."

"Oh, kau tahu?" Perawat itu menyilangkan tangan. "Kalau begitu kau pasti sadar, keluarganya akan menganggap ini penghinaan."

"Aku tidak peduli," suara Anna lebih keras dari yang ia rencanakan. Matanya berkaca-kaca. "Aku hanya ingin melakukan sesuatu. Apa pun."

Dokter yang sejak tadi diam kini tertawa tipis, nada suaranya tajam. "Oh, tentu. Gadis malang dengan hati emas. Tapi sayangnya, dunia tidak bekerja seperti itu."

"Kau tidak perlu pura-pura baik," perawat itu menambahkan dengan nada mencibir. "Jangan-jangan kau cuma berharap mendapat belas kasihan Ethan setelah ini?"

Anna tersentak. "Aku tidak sepicik itu!"

"Tidak?" Perawat itu mencondongkan tubuhnya ke depan. "Lalu kenapa repot-repot? Rasa bersalah? Atau ada agenda lain?"

"Aku harus melakukan ini!" suara Anna pecah, hampir tersendat oleh isakannya. "Aku tidak bisa pergi tanpa membayar!"

Keheningan menggantung di udara.

Lalu, perawat itu menghela napas panjang, seolah ini semua adalah beban tak perlu. "Baik. Kalau kau ingin membuang uangmu dengan sia-sia, silakan."

Dokter melirik ke arah petugas kepolisian di belakang Anna. "Tapi aku harap kau siap menghadapi keluarganya. Jika mereka marah, aku tidak akan ikut campur."

Anna mengepalkan tangan, rahangnya mengeras.

Ia tahu mereka tidak akan mempercayainya. Tidak akan melihat ketulusannya.

Tapi ia tidak peduli.

Ia menoleh pada petugas administrasi, suaranya bergetar tetapi tegas. "Sebelum aku berdiskusi dengan mereka," katanya, melirik petugas kepolisian di belakangnya, "Aku ingin membayar biaya Tuan Ethan."

Dokter dan perawat kembali saling pandang, tatapan mereka seolah berkata tunggu saja sampai ini meledak.

Tapi Anna tidak akan mundur.

Tidak sekarang. Tidak sebelum ia melakukan sesuatu untuk Ethan.

Perawat itu mendengus, melipat tangan di dada sambil menatap Anna dengan penuh ejekan. "Awas saja kalau aku sampai mendapat masalah karena tanda tangan persetujuan operasi itu."

Ia menyipitkan mata, seolah baru sadar sesuatu yang membuatnya semakin marah. "Kau benar-benar wanita gila! Berani-beraninya mengaku sebagai istrinya!"

Anna tetap diam. Napasnya terasa berat, tapi ia tahu tidak ada gunanya membantah.

Brtttt!

Suara printer berbunyi nyaring, lembaran tagihan keluar dengan angka yang tertera begitu jelas di atas kertas putih itu. Petugas administrasi menggesernya ke arah Anna dengan gerakan malas, seakan sudah bisa menebak reaksi yang akan muncul setelahnya.

Tatapan Anna jatuh ke angka itu.

Darahnya seolah berhenti mengalir.

Jumlahnya… mustahil.

Tangan Anna sedikit gemetar saat melihat angka yang lebih besar dari semua tabungannya—bahkan lebih besar dari yang bisa ia bayangkan dalam hidupnya.

Perawat itu tertawa kecil, nada suaranya tajam seperti pisau yang menusuk ke dalam harga diri Anna. "Oh, lihatlah. Kau bahkan belum membacanya sampai habis, tapi wajahmu sudah pucat."

Anna menelan ludah, tapi tenggorokannya terasa kering.

Perawat itu menyentuh dagunya dengan ekspresi pura-pura berpikir. "Hmm… bagaimana ya? Apa kau yakin saldo rekeningmu cukup? Atau jangan-jangan, kau cuma punya beberapa lembar uang lusuh di dompetmu?"

Ia mendekat, suara sindirannya semakin pelan namun menusuk. "Tagihan ini saja mungkin lebih besar dari seluruh hidupmu. Kau benar-benar berpikir bisa menanggungnya?"

Anna mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, tapi perawat itu belum selesai.

"Oh, dan ini baru biaya saat ini. Belum termasuk biaya setelah operasinya selesai." Ia menyeringai tajam. "Apa kau masih yakin bisa berdiri setelah melihat angka ini? Atau kau mau kami siapkan tandu sekalian?"

Tawa kecil terdengar dari seorang staf di belakang, dan Anna bisa merasakan panas membakar pipinya—bukan karena marah, tapi karena malu.

Perawat itu menghela napas dramatis. "Jadi bagaimana, Nona Dermawan? Masih ingin sok bertanggung jawab? Atau akhirnya sadar bahwa kau tidak punya tempat di dunia orang kaya?"

Anna merasakan dadanya sesak, napasnya pendek-pendek, dan dunia seakan semakin mengecil di sekelilingnya.

Mundur?

Menelan harga dirinya dan pergi?

Atau tetap maju… dengan konsekuensi yang mungkin akan menghancurkannya?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Taris
bagus
Taris
bacanya sambil deg2an, tarik nafas, tegang n ngos2an /Gosh/
Serenarara
Susan, yg kamu lakukan ke Ethan itu...jahattt! /Panic/
IamEsthe
jangan birahi dong. seolah seperti hewan. bisa diganti katanya /Sweat/.
IamEsthe
Saran, ini di font Bold aja.
IamEsthe
kata 'Fashion House' dan 'clover clothes' gunakan font italic sebagai bahasa asing/daerah.


Fashion House bukan sama dengan Rumah Mode dalam bahasa?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!