Di kehidupan sebelumnya, Duchess Evelyne von Asteria adalah wanita paling ditakuti di kerajaan. Kejam, haus kekuasaan, dan tak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Namun, semuanya berakhir tragis. Pengkhianatan, pedang yang menembus perutnya yang tengah mengandung besar itu mengakhiri segalanya.
Namun, takdir berkata lain. Evelyne justru terbangun kembali di usia 19 tahun, di mana ia harus menentukan jodohnya. Kali ini, tekadnya berbeda. Bukan kekuasaan atau harta yang ia incar, dan bukan pula keinginan untuk kembali menjadi sosok kejam. Dia ingin menebus segala kesalahannya di kehidupan sebelumnya dengan melakukan banyak hal baik.
Mampukah sang antagonis mengubah hidupnya dan memperbaiki kesalahannya? Ataukah bayangan masa lalunya justru membuatnya kembali menapaki jalan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Sejak Saat Itu
“Piter, tolong lepaskan saya.” Evelyne berusaha turun dari pangkuan Piter. Piter menatap wajah Evelyne dan menggelengkan kepalanya.
“Bukankah kaki Anda masih lemas?” ucap Piter sambil mengangkat sudut bibirnya. Evelyne menundukkan kepalanya.
“Sekarang sudah baik-baik saja,” gumam Evelyne. Piter terkekeh dan meraih jemari Evelyne dengan lembut.
“Anda mau berkunjung ke calon rumah Anda, Lady?” Evelyne terdiam dan mengedipkan matanya beberapa kali, hingga akhirnya terkekeh nyaring.
“Bila pemilik rumahnya bukan kediaman Tuan,” ucap Evelyne. Piter tersenyum dan memberikan isyarat pada Pak Kusir agar menuju kediaman Duke Zisilus.
Sebuah gerbang tinggi berwarna gelap tampak begitu mencekam dari luar kediaman. Evelyne sejenak melihat ke luar kereta kuda dan mendapati beberapa kesatria yang tengah berlari mengitari kediaman itu dengan bertelanjang dada.
Mata Evelyne tiba-tiba melotot melihat roti sobek dari banyak pria menawan. Piter sigap, dia menutup mata Evelyne dengan tangannya dan wajahnya menyiratkan kesuraman.
“Kenapa Anda menutup mata saya?” gerutu Evelyne, tak terima. Piter menghela napas berat.
“Jangan menatap pria lain seperti itu, Lady. Saya tak kuasa menahan dada saya yang sakit.” Evelyne mengangkat alisnya dan memeluk Piter, menyadari bila Piter saat itu tengah cemburu.
“Saya hanya merasa takjub, karena sangat jarang di kediaman seorang Duke ada pelatihan militer. Saya jadi bertanya-tanya, akankah ini markas militer atau kediaman,” ucap Evelyne. Piter menundukkan wajahnya, lemas.
“Itu belum seberapa,” gumam Piter. Dan saat pintu gerbang dibuka, suasana kediaman itu tampak ramai dengan berbagai kegiatan. Para pelayan dan kesatria dalam berbagai kondisi langsung berlari berjajar untuk memberi hormat pada tuan mereka.
Evelyne pernah ke kediaman itu sebelumnya, namun tak seramai sekarang. Bahkan dibandingkan kediaman, dulu tempat ini justru terkesan seperti kuburan saking sepinya.
“Selamat datang, Tuan,” sapa seorang kesatria.
“Perintahkan semua kesatria untuk mengenakan pakaian mereka sekarang juga. Siapapun yang berani melepas pakaian mereka akan dihukum berat!” perintah Piter pada bawahannya. Sontak semua kesatria berlarian menuju asrama mereka dan mengenakan pakaian lengkap.
Piter keluar sambil menggendong Evelyne, sontak semua mata tertuju pada mereka. Seorang wanita paruh baya tampak menghampiri Piter.
“Tuan, ada apa dengan Lady Evelyne?” tanyanya cemas. Piter menatap pelayan itu dan tersenyum ramah.
“Anda tidak perlu cemas, Kepala Pelayan. Tolong siapkan makan siang untuk kami,” ucap Piter lembut. Kepala pelayan mengangguk dan membiarkan tuannya berlalu begitu saja.
“Nyonya, menurut Anda, mengapa Lady Evelyne digendong seperti itu?” tanya salah satu pelayan senior yang juga merasa penasaran.
“Menurutku, bukan Lady Evelyne yang bermasalah. Namun tuan kitalah yang tengah bermasalah. Dan kau juga akan kena masalah bila terus bertanya! Siapkan makan siang romantis dan sedikit bumbu kelezatan di taman kaca. Para kesatria! Kalian dilarang berada di taman belakang! Faham?!” perintah Kepala Pelayan tegas. Mata tuanya tampak berbinar penuh harap.
Selama ini tuannya tak pernah menunjukkan sikap lembut pada siapapun. Namun saat tatapan Duke Zisilus jatuh pada Lady Evelyne, maka tatapan itu akan sangat dalam, lembut, dan penuh kehati-hatian.
“Aku ingin segera menggendong bayi kecil, syalalala…” ucap Kepala Pelayan dengan bahagia. Dia tak menyangka akhirnya ada juga momen di mana dia melihat tuannya memiliki kekasih.
Kepala Pelayan sendiri adalah ibu asuh dari Piter sejak ibu kandung Piter meninggal dunia. Hingga Piter akhirnya kehilangan sang ayah akibat sakit keras setelah berperang dan amat merindukan sang istri.
Memang sudah menjadi kutukan apa yang terjadi pada keluarga Duke Zisilus. Setiap keturunannya hanya akan ada satu anak, baik itu wanita atau laki-laki. Dan satu orang Zisilus hanya dapat memiliki satu pasangan. Akibat kesetiaan itulah keluarga Zisilus amat kesulitan memiliki keturunan.
Namun kini harapan muncul berkat Lady Evelyne—Evelyne yang memiliki kekuatan suci yang melebihi seorang Saintess, dapat menyembuhkan lukanya sendiri dan luka orang lain. Dan dari itu juga harapan muncul akan adanya keturunan yang berlimpah bagi Duke Zisilus di masa depan.
Evelyne kini dibawa masuk oleh Piter ke dalam sebuah ruang keluarga. Suasana terasa amat hangat. Evelyne merasakan kehangatan itu dan kakinya yang tanpa alas kaki terdengar bersuara saat gelang kakinya menyentuh marmer ruangan.
“Lantainya cukup dingin. Anda akan merasa nyaman di musim panas seperti ini, Lady. Mau teh hangat atau dingin?” tanya Piter sopan. Evelyne membuka penutup wajahnya, hingga wajah cantiknya terlihat jelas, dengan rambut pirang keemasan dan bola matanya yang biru bak lautan.
“Saya tidak ingin minum teh. Apakah ini ruang keluarga atau ruang kerja?” tanya Evelyne sambil berjalan menuju sebuah meja besar yang terletak tak jauh dari sana. Suara dentingan dari gelang kakinya memberi suara merdu di telinga Piter.
“Ini ruang pertemuan. Mungkin bisa dikatakan ruang kerja dan ruang keluarga yang bersifat pribadi,” jawab Piter. Evelyne duduk di kursi yang biasanya diduduki Piter dan menatap berbagai pekerjaan di hadapannya.
“Saya kira Anda hanya pandai memakai pedang,” ucap Evelyne melihat adanya sebuah laporan mengenai pembuatan senjata, keamanan perbatasan, dan berbagai strategi perang.
“Terima kasih. Saya memang cukup ahli memakai pedang,” jawab Piter tanpa sungkan. Evelyne kembali berjalan dan mendekat ke arah di mana Piter tengah duduk.
“Hei, Duke! Apakah kamu orang yang cemburuan?” Evelyne mengangkat dagu Piter dengan jari telunjuknya.
Wajah Piter seketika memerah dan mengangguk. Evelyne menghela napas berat. Hampir semua orang tahu, seorang Zisilus hanya akan mencintai satu pasangan sejak mereka hidup sampai mati. Namun dia tak menyangka bila dia adalah salah satu wanita yang akan dicintai oleh Zisilus yang terkenal mengerikan itu.
“Sejak kapan Anda menyukai saya?” tanya Evelyne lagi. Piter menatap kedua bola mata Evelyne.
“Sejak kecil. Saya tak ingat pasti, namun sejak saya kecil, saya menyukai Anda. Dan mencintai Anda, sejak hari itu,” ucap Piter jujur. Evelyne terdiam. Dia memang pernah bertemu dengan Piter saat mereka masih kecil, saat dirinya mendatangi kediaman Duke Zisilus bersama kedua orang tuanya.
“Jangan bilang, sejak aku mencuri buah persik di hutan kediaman ini ya?” tanya Evelyne, teringat saat dia berusia lima tahun dan pertama kalinya bertemu dengan Piter yang sudah berusia delapan tahun.
“Bagaimana bila iya?” Evelyne membuka mulutnya, hampir tak percaya. Dia duduk di samping Piter dan berbisik,
“Padahal aku saat itu kan sangat nakal dan tengil.” Evelyne menepuk jidatnya sendiri. Piter tersenyum melihat kelakuan calon istrinya itu.
“Saya bahkan memagari tempat itu dengan kayu sekarang,” ungkap Piter. Evelyne membelalakkan matanya menatap Piter, seolah mencari kebenaran.
“Anda dapat berkunjung kapan pun Anda ingin, bila ingin memeriksanya langsung,” ucap Piter. Evelyne mengangkat sudut bibirnya dengan jahil.
“Bagaimana bila kita makan siang di sana?” tawa Evelyne. Piter tersenyum dan mengangguk.
“Sesuai keinginan Anda, Lady,” ucapnya dengan tenang.