Yun dan Sean adalah sepasang kekasih dengan kepribadian yang berbeda, Yun yang penyayang dan lembut mampu menaklukan sifat keras dalam diri Sean. Sean yang merupakan ketua genk motor tersohor sangat mencintai Yun, pria itu juga posesif pada Yun. Yun juga memiliki perasaan yang sama, walau sering dibuat jengkel oleh sifat kekanakan pria itu. Mereka bahagia memiliki satu sama lain, tapi...
Semuanya berubah kala Yun harus pergi, kondisi keuangan keluarganya merosot tajam. Yun tak ingin pergi, ia ingin bersama Sean. Tapi Sean berubah, pria itu membuatnya memutuskan untuk pergi dari sisinya. Ia mencoba memulai kehidupan baru dengan kepribadian baru, ia pun bertemu pria berkepribadian tak tersentuh. Sama dengan Sean, pria itu adalah anggota genk motor di kota itu. Saat pria itu tak sengaja mendekatinya, semua orang jadi menjodoh-jodohkan mereka, Yun pun memutuskan untuk dekat dengan pria sekali lagi.
Apa yang akan terjadi selanjutnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sam Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obsession
Dega menatap pria yang tengah berdiri di hadapannya itu, tak biasanya ia mau membantu masalah orang lain. Dega menatap Wendy yang duduk di sampingnya, berusaha meyakinkan Dega bahwa memang pria itulah yang berada di hadapannya.
"Jangan heran, Ga. Gw emang pengen bantuin loe, karna kalo salah satu genk disini diserang, tanpa peduli siapapun mereka, gw siap bantu mereka nyerang balik."
"Loe yakin? Masalahnya ini EXO, mereka adalah genk besar, gak kayak kita." Ujar Dega, membuat Jay, pria itu, tersenyum.
"Ayolah, gw gak sepengecut loe!!" Ujar Jay, sinis. "Lagipula Yun itu punya loe, bukan? Loe gak mau pertahanin dia gitu, bukankah loe ngelawan gw karna dia?"
"Bukannya gw gak mau, tapi gw gak bisa."
"Loe kenapa jadi lembek begini sih? Jangan bilang loe udah janji ke Yun, kalo loe gak bakal ngelawan Sean." Ujar Jay, sinis. "Lama-lama gw gemes juga sama tuh cewek, sok realistis banget." Ujarnya, kesal.
"Gak ada, gw gak ada perjanjian sama dia, tapi..."
Dega terdiam kala ingat kesepakatan semalam dengan Yun, ia menghela nafas. Haruskah ia mengingkari kesepakatan itu dan membiarkan Yun pergi? Atau mempertahankannya yang berarti mengorbankan semua orang? Dega tak bisa memilih, ia tak memilih satupun pilihan diatas. Ia tak bisa merelakan Yun, tapi ia juga tak bisa melihat yang lain terluka karna keegoisannya. Melihat Josh yang harus ke rumah sakit saja, membuatnya merasa egois, apalagi harus mengorbankan orang sebanyak orang-orang yang Jay bawa, Dega tak mau melihat mereka roboh, lalu masalah semakin besar karna genk lain ikut juga.
"Ga! Loe gak boleh nyerah, loe masih punya kami."
Yuta tiba-tiba angkat bicara, Dega menatapnya. Pria itu tersenyum, membuat Dega meremas rambutnya dengan kedua tangannya.
"Gw bingung, gw gak bisa korbanin kalian, cukup Josh yang..."
"Jangan sia-siakan perjuangan Josh buat loe, Ga! Kita harus rebut Yun dari mereka, karna Yun punya loe!!"
Wendy angkat bicara, ia memegang tangan Dega. "Gw lebih tau perasaan Yun, gw ngerti perasaan dia."
Dega menghela nafas, panjang. "Gw gak mau ngorbanin orang lain, Wen, gw takut."
"Loe pikir, gw rela genk kita diinjak gitu aja sama genk sok itu. Gw gak akan biarin siapapun terluka, Ga!! Ayolah, loe tau kekuatan orang-orang gw, mereka terlatih di jalanan."
"Mereka terlatih di arena..."
"Justru itu yang nguntungin kita, iya kan?"
Jay menyeringai, membuat Dega menghela nafas. "Ayo, loe harus bilang makasih kalo kita menang."
"Yakin banget loe menang, awas ya kalo loe luka." Ujar Dega, membuat Jay tersenyum.
"Siap!!" Ujar Jay sambil menjabat tangan Dega, membuat Wendy dan Yuta ikut tersenyum.
"Jadi rencana pertama?"
"Gw harus ketemu seseorang dulu, gw harus minta restu dari ayah Yun dulu..."
"Woahhh, kayaknya gw bakal cepet punya ponakan nih." Ujar Yuta, membuat Wendy menjitak kepalanya. "Aw, sakit!!" Pekiknya, kesal.
"Pikiran loe tuh jorok, bersihin dulu sono!!" Ujar Wendy, jijik. Yuta memutar matanya, sebal. Jay dan Dega tertawa melihatnya, Wendy cocok jadi ibu genk mereka deh kayaknya.
***
Sean menghampiri Yun yang tengah menyiapkan makan siang untuk mereka, Yun kaget saat Sean memeluknya dari belakang. "Kak..."
"Aku merindukanmu, Bang Stuart tak membiarkan aku dekat denganmu, menyebalkan!!" Gerutu Sean sambil mempererat pelukannya, membuat Yun menghela nafas.
"Kakak gak takut sama Kak Stuart?" Tanya Yun, membuat Sean tersenyum.
"Kalau aku takut, aku takkan berdiri disampingnya." Ujar Sean, membuat Yun tersenyum. Lagi-lagi sisi childish Sean membuat Yun gemas padanya, karna walau bagaimanapun, sisi itu yang membuat Sean menarik di matanya.
"Aku harus masak, lepaskan!!" Ujar Yun, pelan.
"Aku bantu, tapi kau harus memberiku hadiah." Ujar Sean, membuat Yun menatapnya.
"Aku tak butuh bantuanmu, Kak." Ujar Yun, membuat Sean mengerucutkan bibirnya.
"Tapi aku ingin hadiahku..." Rengek Sean, seperti anak kecil, Yun menghela nafas.
"Hadiah seperti apa?" Tanya Yun, berbalik.
"Seperti ini..."
Sean mengecup pelan bibir Yun, membuat gadis itu kaget bukan main. Tubuh Sean mendorong Yun ke pantry dapur, menjauhi kompor yang sedari tadi jadi fokusnya.
"Kak..."
"Kau menyukainya? Rasanya pasti berbeda dengan Dega, kan? Kau merasakan getaran itu, getaran yang sama seperti dulu kita melakukannya." Ujar Sean, hampir berbisik.
Yun terdiam, ia menghela nafas. Tak ada, rasanya tak seperti dulu. Getaran yang dulu pernah ia rasakan bersama Sean sudah tak ada, terhapus sejak kejadian menyakitkan yang begitu membekas di dalam pikiran mudanya kala itu.
"Yun..."
"A-aku..."
"Kenapa? Apa kau tak... Aku tak peduli kau merasakannya atau tidak, karna aku akan mengembalikan semuanya seperti semula." Ujar Sean, keras kepala. "Kau milikku, Yun, dari awal kau sudah resmi jadi milikku."
"Tidak, Sean, Yun adalah milikku."
Sean dan Yun menoleh, mereka membulatkan matanya menatap pria paruh baya yang berada disana bersama Stuart. Yun melepaskan diri, Sean masih mematung di tempatnya.
"Kak Sean..."
"Ckk!!" Gumam Sean, saat melihat seorang gadis muncul di belakang Stuart.
Yun menatapnya, gadis itu... Gadis itu adalah gadis yang bersama Sean, saat Sean memutuskan pergi darinya. Yun terdiam, tiba-tiba rasa sakit menghantamnya kembali. Bayangan saat itu kembali berputar di otaknya, tanpa bisa dicegah. Yun terisak pelan, Sean segera memeluknya.
"Aku tak memiliki hubungan apapun dengannya lagi, Yun, percaya padaku!!" Ujar Sean, tapi Yun menunduk. "Yun, aku menyayangimu, dia... Dia adalah adik Kai yang sengaja didandani seperti gadis nakal lainnya, Yun, aku tak menyentuhnya."
"Jangan siksa anakku, Sean!!" Teriak pria itu, ia segera memeluk Yun yang menangis pelan. "Dia masih terlalu kecil, saat kau menyakitinya. Lihat akibat perbuatanmu, dia jadi seperti ini."
"Tapi kau yang memintaku melakukannya, bukan?" Teriak Sean, kesal. "Kau yang memintaku menjauhinya, kau yang menyuruhku melakukan apapun agar ia meninggalkanku, kau yang..."
"Sean! Ingat apa yang kukatakan waktu itu, aku menyuruhmu menunggunya hingga ia cukup dewasa untuk mengerti." Teriak ayah Yun, membuat Sean terdiam. "Kau pikir, ayah mana yang merelakan anaknya dipacari seorang mahasiswa berandalan sepertimu? Yun masih dibawah umur kala itu, siapa yang tak mengkhawatirkannya, huh?"
"Tapi waktu itu..."
"Sean!! Kau punya ambisi yang bagus, tapi aku tak membiarkanmu dekat dengan anakku, karna kau terlalu obsesif." Ujar ayah Yun, kesal. "Kau tak mau menunggu Yun agar siap dengan masa depannya, kau tak mau menunggu gadis ini dewasa, kau hanya mementingkan egomu untuk memilikinya."
"Aku menyayanginya, Pak Tua!! Asal kau tau, aku mencintainya. Aku bahkan tak menyentuhnya, meskipun ingin. Aku memilih gadis lain yang..."
"Loe liat cewek yang selama itu jadi pelampiasan loe!!" Teriak Stuart, membuat Sean terdiam. "Loe liat, Sean!!" Teriaknya, lagi. "Dia adik teman loe sendiri, loe ngancurin dia!!"
"Dia yang mau, Bang. Kami hanya..."
"Tapi dia tetap adik teman loe, dia adiknya Kai." Teriak Stuart, kesal. "Kai biarin loe mainin adiknya, Kai biarin loe ngancurin adiknya, Kai biarin loe terus nyakitin adiknya. Loe pikir karna apa?"
"Kai tak pernah tau semua itu, kan?" Ujar Sean, pelan.
"Maafkan aku, Kak!!"
Gadis itu mulai bicara, pipinya basah. "Kakak tau semuanya, Kakak tau kalau aku pernah hamil anakmu, Kakak bahkan tau aku pernah keguguran."
"Apa? Hamil?"
"Ya, itu sebabnya dia menghilang beberapa tahun ini." Ujar Stuart, membuat Sean terdiam.
"Tapi kenapa Kai selalu diam? Kenapa dia tak bicara apapun padaku? Kenapa dia...?"
"Karna Zee melarangnya, Zee ingin Kai tetap berada disamping loe, seenggaknya itu yang bisa dia lakuin buat nebus semua kesalahannya."
"Kesalahan?"
"Aku tak menjaga anakmu dengan baik, Kak, maafkan aku!!" Ujar Zia, terisak pelan.
"Ini gila!! Gak mungkin... Yun, percayalah, aku tak mengetahui apapun soal ini." Ujar Sean, panik.
"Berhenti terobsesi pada Yun, Sean!!" Ujar Stuart, membuat Sean menatapnya.
"Loe gak berhak menjauhkan Yun dari gw, Bang. Saya juga sudah menuruti keinginan anda, Pak Tua. Saya kini melihat Yun sudah dewasa, Yun tetap milik saya."
"Aku tak memberimu restu, Sean!!"
"Saya sama sekali tak membutuhkan restu anda, Pak Tua!!" Teriak Sean, kesal. Ia akan menyerang ayah Yun, tapi Stuart menahannya. "Apalagi, Bang? Bukannya Yun udah dewasa buat gw miliki, gw udah nungguin dia lama." Ujarnya, kesal.
"Loe lupa aturan gw, gak ada yang boleh menyerang orang tua." Ujar Stuart, tajam. "Loe harus..."
"Bang... Di bawah, di bawah ada banyak anggota genk kota ini." Teriak panik Chandra, membuat Stuart kaget, ia segera melihat keluar jendela. Ini tak ada dalam rencananya, Stuart segera turun diikuti Chandra dan Sean yang refleks mengikuti ketua intinya itu.
"Ada apa ini?"
Bisikan-bisikan itu memenuhi lobi gedung apartemen Sean, mereka melihat beribu orang berbaris disana, beberapa orang berpakaian EXO tampak menghadang mereka.
"Mau apa kalian?" Tanya Kai, masih sedikit kaget, tak menyangka Dega akan membawa pasukan sebanyak itu. Sebenarnya mereka tak kalah jumlah, hanya tinggal memanggil yang lain. Tapi Kai tak mau membuat kerusuhan lebih besar, karna ia sendiri tak mau menjadi pengacau di kota orang.
"Dimana Yun?"
spirit thor