NovelToon NovelToon
The Stoicisme

The Stoicisme

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Berbaikan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyudi0596

Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:

"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."

Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"

Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24

Keesokan harinya, study tour berlangsung dengan lancar. Para siswa menikmati perjalanan mereka, bercanda dan berbagi cerita sepanjang jalan. Udara sejuk musim gugur membuat perjalanan semakin menyenangkan. Suasana riang menyelimuti rombongan, seolah semua beban akademik dan masalah sekolah sementara dilupakan.

Naruto sendiri tidak begitu terlibat dalam euforia itu. Dia berjalan sedikit terpisah dari kelompoknya, menikmati pemandangan sekitar dengan tatapan tenang. Namun, pikirannya tetap berkutat pada klub Shogi. Dia tahu dua hari ini seharusnya menjadi waktu istirahat, tetapi otaknya tidak bisa berhenti memikirkan strategi dan cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan mereka.

Di sela-sela waktu istirahat, ketika para siswa lain sibuk dengan obrolan atau menikmati makanan ringan yang mereka bawa, seseorang menghampirinya.

“Yo, kau tampak terlalu serius untuk seseorang yang sedang dalam study tour.”

Naruto menoleh dan mendapati Hiratsuka sensei berdiri di sampingnya dengan sebatang rokok terselip di antara jari-jarinya. Wajahnya yang biasanya tegas tampak lebih santai hari ini, meskipun matanya tetap tajam saat mengamati ekspresi Naruto.

Naruto hanya tersenyum tipis. “Aku hanya sedang berpikir, sensei.”

Hiratsuka mengangkat alisnya. “Berpikir tentang apa? Jangan bilang kau masih memikirkan klub Shogi.”

Naruto mengangkat bahu. “Sepertinya otakku sulit untuk beristirahat.”

Sensei mendecak pelan sebelum duduk di dekatnya. Dia menyalakan rokoknya, menghembuskan asap perlahan sebelum menatap Naruto dengan lebih serius. “Bagaimana perkembangan mereka? Apa mereka cukup layak untuk mencapai 16 besar?”

Naruto diam sejenak, mempertimbangkan jawaban yang paling objektif. “Kalau soal bakat, mereka tidak buruk. Tapi mereka tidak punya pola pikir kompetitif. Mereka terlalu nyaman dengan permainan santai, dan begitu menghadapi tekanan nyata, mereka goyah.”

Hiratsuka mengangguk pelan, tidak tampak terkejut dengan jawaban itu. “Dan kau berpikir bisa mengubah pola pikir mereka dalam waktu yang singkat ini?”

Naruto menarik napas dalam. “Aku tidak punya pilihan lain. Jika mereka ingin menang, mereka harus berubah. Shogi bukan hanya tentang menghafal langkah, tapi tentang memahami cara berpikir lawan. Kalau mereka tidak bisa keluar dari zona nyaman mereka, maka mereka tidak akan pernah mencapai level yang lebih tinggi.”

Sensei memperhatikan ekspresi serius Naruto dan tersenyum tipis. “Aku tahu kau tidak akan melakukan sesuatu setengah-setengah. Itu sebabnya aku memilihmu.”

Naruto menatapnya. “Sensei sudah tahu mereka lemah dalam kompetisi, tapi tetap menunjukku untuk membantu mereka. Kenapa?”

Hiratsuka tertawa kecil. “Karena aku ingin melihat apakah kau masih sama seperti dulu. Seorang yang tidak pernah menyerah, bahkan ketika situasinya sulit.”

Naruto terdiam. Kata-kata sensei membangkitkan kenangan lama—tentang dirinya yang selalu menghadapi rintangan tanpa mundur, tentang janji yang pernah dia buat kepada dirinya sendiri.

Hiratsuka lalu mengulurkan tangannya dan menepuk bahu Naruto. “Lakukan yang terbaik, Naruto. Aku percaya padamu.”

Naruto menatapnya sejenak sebelum mengangguk mantap. “Tentu saja, sensei. Aku tidak akan mengecewakanmu.”

Hiratsuka tersenyum puas sebelum berdiri dan berjalan pergi, meninggalkan Naruto sendirian dengan pikirannya. Dia menatap langit biru yang membentang di atasnya, lalu mengepalkan tangannya.

Dua hari ini mungkin adalah waktu istirahat bagi anggota klub Shogi. Tapi baginya, ini adalah waktu untuk menyusun strategi. Jika mereka ingin mencapai 16 besar, maka dia harus memastikan bahwa mereka tidak hanya sekadar bermain Shogi, tetapi benar-benar memahami makna di balik setiap langkah mereka.

Dengan tekad yang semakin membara, Naruto bersiap untuk menghadapi tantangan yang ada di depannya.

Naruto berdiri di depan keempat anggota klub Shogi yang kini menatapnya dengan serius. Setelah satu minggu berlatih keras, mereka sudah jauh lebih baik, tetapi masih ada sesuatu yang perlu diperbaiki—mentalitas mereka saat bertanding.

"Shogi bukan hanya tentang langkah terbaik," ujar Naruto, tangannya terlipat di depan dada. "Tapi juga tentang bagaimana kalian menghadapi tekanan dan membaca lawan. Jika kalian panik, lawan akan mengendalikannya. Jika kalian tenang, kalian bisa memegang kendali pertandingan."

Reina, yang sebelumnya menjadi Ace klub, mengangguk dengan ekspresi penuh tekad. "Jadi maksudnya… kami harus selalu berpikir selangkah lebih maju?"

"Bukan hanya selangkah lebih maju," Naruto membalas dengan senyum tipis. "Tapi juga siap untuk mundur jika diperlukan, atau bahkan berpikir dari sudut pandang lawan. Jika jalan ke depan tertutup, kalian harus mencari jalan lain. Berpikir terbalik bisa menjadi kunci kemenangan."

Fujiyama Sayaka menatap Naruto dalam diam sebelum akhirnya berkata, "Itu terdengar seperti strategi perang."

Naruto tertawa kecil. "Dalam beberapa hal, ya. Shogi adalah medan perang miniatur. Kalian harus selalu siap dengan berbagai kemungkinan."

Ketiga anggota lainnya saling bertukar pandang. Mereka tahu ini bukan sekadar saran biasa—ini adalah prinsip yang membuat Naruto begitu kuat dalam permainan ini.

"Dengar," Naruto melanjutkan dengan suara lebih tenang. "Kalian sudah berkembang pesat, tapi jika kalian membiarkan emosi mengambil alih saat pertandingan, semua latihan ini akan sia-sia."

Reina mengepalkan tangan. "Kami tidak akan mengecewakanmu, Naruto-senpai."

Senyum Naruto mengembang sedikit. "Bagus. Karena pertandingan untuk masuk 16 besar sudah di depan mata."

Naruto sedang duduk di meja kecil di ruang klub Shogi, menatap papan shogi kosong di hadapannya, seakan mencari pola di dalam kekosongan. Setiap hari berlalu dengan jadwal yang semakin padat, baik dari latihan untuk klub maupun kegiatannya sendiri. Namun, pikirannya tetap jernih, dan tekadnya tak tergoyahkan.

Saat itulah pintu ruang klub terbuka perlahan, diiringi suara langkah kaki yang ringan namun penuh ketegasan. Naruto tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.

“Yukinoshita,” ucapnya singkat, tanpa mengangkat kepala.

Yukino, dengan ekspresi yang lebih serius dari biasanya, berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapan Naruto. Matanya yang tajam mengamati setiap gerak-gerik Naruto, seolah mencoba membaca sesuatu yang tersembunyi di balik sikapnya yang tenang.

“Kau punya waktu?” tanyanya tanpa basa-basi.

Naruto akhirnya mengangkat wajahnya, menatap Yukino dengan tatapan santai. “Tentu saja. Apa ada masalah?”

Yukino diam sejenak, lalu menghela napas pelan. "Aku ingin bertanya sesuatu padamu."

Naruto mengangkat alis. “Tentang apa?”

“Yuigahama,” jawab Yukino singkat, namun penuh makna.

Sekilas, Naruto bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari cara Yukino menyebut nama itu. Seakan ada kebingungan, atau mungkin… kekhawatiran yang tak ingin diakuinya.

"Aku tidak melihatnya sejak study tour berakhir," lanjut Yukino. "Dia tidak datang ke ruang klub. Bahkan ketika aku bertanya pada Hachiman, dia juga tidak tahu. Jadi aku ingin tahu… apakah kau tahu sesuatu?"

Naruto terdiam, memikirkan kembali interaksinya dengan Yuigahama sebelum study tour. Dia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal saat terakhir kali berbicara dengannya. Mata Yuigahama saat itu tidak berbinar seperti biasanya. Aura positif yang selalu memancar darinya terasa redup, seolah ada sesuatu yang mengganggunya.

Namun, Naruto tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan pasti.

“Aku memang sempat berbicara dengannya sebelum study tour," kata Naruto akhirnya. "Dia bertanya tentang alasan Hiratsuka-sensei memilihku untuk membantu klub Shogi. Dia terlihat… ragu akan sesuatu, tapi aku tidak tahu pasti apa."

Yukino mengerutkan kening. "Jadi kau tidak tahu alasan pastinya?"

Naruto menggeleng. "Aku hanya bisa menebak. Tapi jika Yuigahama tidak datang ke klub, itu berarti ada sesuatu yang benar-benar mengganggunya."

Yukino menatap Naruto lebih lama, seolah mencari kebenaran dalam kata-katanya. Lalu, dengan nada yang lebih lembut dari biasanya, dia berkata, "Aku tahu Yuigahama cukup baik. Dia bukan tipe yang tiba-tiba menghilang tanpa alasan. Jika dia menghindari kita, pasti ada sesuatu yang terjadi. Jika kau tahu sesuatu yang bisa membantuku memahami situasinya… aku harap kau mau memberitahuku."

Naruto menatap mata Yukino yang dingin namun menyimpan kepedulian tersembunyi. Dia tahu ini bukan sekadar rasa ingin tahu biasa. Ini adalah kepedulian yang tulus, meskipun Yukino tidak akan pernah mengakuinya secara langsung.

Naruto akhirnya menghela napas pelan. "Aku akan mencoba mencari tahu. Tapi aku juga ingin tahu… kenapa kau begitu peduli?"

Yukino terdiam sesaat, lalu mengalihkan pandangan. "Karena ini menyangkut klub," jawabnya singkat, tetapi Naruto bisa merasakan bahwa itu bukan satu-satunya alasan.

Naruto tersenyum kecil, tetapi tidak menekan lebih jauh. "Baiklah. Aku akan melihat apakah aku bisa menemukan sesuatu."

Yukino hanya mengangguk pelan, lalu tanpa berkata-kata lagi, dia berbalik dan meninggalkan ruang klub.

Naruto menatap pintu yang tertutup perlahan. Pikirannya kini kembali pada Yuigahama.

Dia tahu ada sesuatu yang harus dia cari tahu. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar absennya seorang anggota klub. Sesuatu yang mungkin akan membawa perubahan besar dalam dinamika mereka bertiga.

1
Tessar Wahyudi
Semoga bisa teruss update rutin, gak apa-apa satu hari satu chapter yang penting Istiqomah. semangat terus.
Eka Junaidi
saya baca ada yang janggal, seperti ada yang kurang. coba di koreksi lagi di chapter terakhir
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」
untung bukan sayaka 🗿
Tessar Wahyudi: ah nanti terjawab seiring cerita berjalan
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」: walaupun masih bingung 🗿 mc nya renkarnasi atau bukan
total 3 replies
Eka Junaidi
Masih dipantau, semoga gak macet seperti karya lainnya. atau semoga semuanya bakal di lanjutkan lagi.
Eka Junaidi
Itu sinar matahari pagi atau sore, kok dia akhir Naruto menemukan dokumen Yamato hanya dalam waktu satu jam setengah. jika Naruto Dateng pagi jam setengah enam, setidaknya waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi. jadi itu adalah typo.
Eka Junaidi
mantap, semangat nulisnya bro
anggita
like👍pertama... 👆iklan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!