Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Reaksi Bu Anik
Sejak mendengar cerita Rudy bahwa Alina masih berinteraksi dengan beberapa kawan lelakinya, bu Anik berinisiatif memperkenalkan putrinya itu dengan putra sahabatnya. Iwan yang ramah, sederhana dan sopan itu ternyata tak mampu memikat hati Alina. Sehingga membuat Bu Anik cukup emosi menyadari kenyataan bahwa sedingin itu sikap putrinya pada Iwan.
"Bu Sholeh, maaf ya Bu, tolong jangan diambil hati, semalam sepertinya Alina agak lelah sepulang kerja. Nanti kapan kapan kita adakan pertemuan lagi ya Bu. "
Bu Anik mencoba basa basi dengan ibunda Iwan yang telah ditolak mentah mentah kehadirannya semalam. Entah bagaimana jawaban Bu Sholeh, namun kata kata Bu Anik selanjutnya di telpon sekaligus perubahan raut wajahnya sudah menjelaskan semuanya.
"Iya Bu. Baik Bu Sholeh. Mohon maaf ya Bu. Terimakasih Bu. " Dan wajah Bu Anik berubah kecut.
'Alina memang susah diatur.' Bu Anik menggumam kesal.
Masih jelas dalam ingatan wanita paruh baya itu semalam. Tak lama setelah Iwan berlalu, Alina ia marahi habis habisan.
"Kamu ini mau cari yang bagaimana lagi"
Melotot mata Bu Anik seolah sedang menghadapi musuh bebuyutan
"Aahhh Ibu sih orang kayak gitu kok dikenalin Alina, garing tahu, Bu. "
"Diajak ngobrol ini itu gak tahu.
Ngertinya cuma sekolah dan kerjaan....
Aahhh pusing Bu.... " Alina menumpahkan kekesalannya.
Ibu Anik pun terdiam. Dia tahu tak mudah mencari orang yang tepat untuk putrinya yang cantik, cerdas dan mandiri itu.
Namun ia hanya berusaha membujuk. Sangat tidak bijaksana apabila memaksakan kehendaknya pada putri semata wayangnya itu.
"Ya sudah terserah kamu saja. Ibu kasih waktu tiga bulan kamu harus segera tentukan pilihan terbaik menurut kamu dan menurut kita semua. Kalau gak, Ibu tetap akan menjodohkanmu dengan Nak Iwan. "
Bu Anik berkata sangat tegas.
Alina hanya memicingkan mata dan kembali mendesah mendengar ancaman ibunya. Baginya lebih baik lari dari rumah daripada menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Lebih tepatnya orang yang membosankan seperti Iwan.
Kegelisahan Alina berlarut larut. Ini sudah seminggu sejak ultimatum ibunya. Dia mencoba berkonsentrasi sambil bertanya pada diri sendiri.
"Apa yang harus kulakukan"
Alina memukul mukul pelan kepalanya.
"Ya Allah jodohku dimana" sebutnya memelas......sambil memejamkan matanya yang mulai berair.
Hatinya dia curahkan dalam sajadah panjang di gelapnya kesunyian malam itu. Sambil terus mencurahkan dan mendoa pada Sang Maha Kuasa.
Sementara itu, sejalan dengan Alina, di setiap sepertiga malam terakhir itu Bu Anik, khusus untuk Alina menengadahkan tangannya sambil meneteskan air mata. Perasaan yang berkecamuk dalam hatinya dia curahkan dalam sajadah panjang di gelapnya kesunyian malam itu. Sambil terus mencurahkan dan mendoa pada Sang Maha Kuasa,
Anik teringat begitu banyaknya kisah berkelebat dalam benaknya akan segala kesulitannya selama ini. Sunyi yang menghimpit sejak suaminya memilih pergi bersama wanita yang menjadi madunya. Dan begitu banyak cita cita tak tercapai milik Alina dan Rudy anak bungsunya. Sebagai istri yang tidak bekerja, bu Anik merasa sangat bersalah karena tidak mampu memberikan yang terbaik bagi anaknya.
'Salahkah aku menginginkan anakku segera menikah Ya Allah? Berikan jalan terbaikMu. ' bisik Bu Anik dalam doa malamnya.
Sementara dia selalu ingat, suaminya tidak ingin berkorban lebih, karena dia anggap anak anaknya cukup sudah lulus D3 daripada hanya lulus SMA, setidaknya sudah bisa mendapatkan pekerjaan. Padahal Alina ingin sekali menjadi dokter. Hingga akhirnya keluarga kecil ini hanya bisa menelan pil pahit karena ayahnya yang meskipun PNS namun punya jabatan tinggi, lebih memilih untuk menikah lagi daripada berkorban secara ekonomi buat cita cita anak anaknya.
Bu Anik terus mendoa meratap dan menyerahkan semua himpitan kesedihan dalam benaknya. Saat ini dia hanya berharap Alina segera menemukan jodohnya dan agar berubah kehidupannya setelah mendapatkan lelaki yang bertanggung jawab. Tidak berlebihan menurut Anik apabila dia juga berharap Alina masih bisa tinggal di kota yang sama, kota yang tenteram dan banyak pelajar menuntut ilmu dari seluruh penjuru negeri, meskipun nanti ia sudah menikah. Oleh karena itu dia berupaya mengenalkan anaknya itu dengan kenalan kenalan pengajian, atau sahabat sesama pensiunan PNS. Termasuk Iwan. Namun mungkin Anik tidak paham bagaimana kriteria yang diharapkan oleh Alina. Mereka memang ibu dan anak namun seringkali mereka tidak akur jika berhadapan dengan sebuah keputusan. Alina bersikap lebih bebas dan moderat sementara sang Ibu cenderung konvensional, tertutup dan masih mempertimbangkan pendapat orang lain.
cek profil aku ada cerita terbaru judulnya
THE EVIL TWINS
atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.
terima kasih