Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Kok tumben pagi-pagi kamu sudah pulang Pras? Kenapa, bertengkar sama Belinda lagi?" Cecar ibu yang sudah tidak muda tengah menyambut kedatangan putranya.
"Tidak kok Bu" Pras duduk bersender nampak lelah jiwa raga.
"Kamu boleh bohong sama Ibu, tapi wajahmu itu loh" Wanita yang bernama Gayatri itu duduk menyilang kaki di samping putra keduanya. "Mencari pasangan hidup itu tidak hanya cantik saja Pras, tapi yang benar dalam akidah, sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya. Tapi kalau belum menikah saja bertengkar terus sebaiknya kamu pikirkan lagi" Lanjut Gayatri menasehati putranya panjang lebar.
Namun, pria berusia 28 tahun yang lahir di Yogyakarta itu hanya diam entah apa yang ia pikirkan.
"Contoh Mbakyu kamu, karena dia pegang prinsipnya sebagai wanita yang berakidah dia itu bicara dengan suaminya saja hati-hati" Imbuh Gayatri, wanita yang berhijab itu.
"Aku mengerti Bu" Pras menjawab lemas.
Pras mempunyai satu kakak perempuan yang saat ini sudah berkeluarga dan menetap di daerah asal yakni Yogyakarta.
Semenjak sang ayah meninggal dunia 6 tahun yang lalu, Prasetyo memilih membuka usaha restoran di Jakarta dan akhirnya berhasil seperti saat ini berkat dukungan sang Ibu. Namun, rupanya tidak mulus dalam segi percintaan dan pada akhirnya ribut terus.
"Sebenarnya aku pulang cepat karena ada bisnis bareng dengan Mbak Sri Bu" Pras mengalihkan dan tidak sepenuhnya berbohong.
"Mbak Sri yang katamu jualan lontong sayur itu?" Gayatri pernah mendengar cerita Pras karena tidak mau sarapan di rumah memilih makan di tempat itu.
"Benar Bu" Pras menceritakan bahwa sejak tadi pagi menjual masakan Sri di restoran dan ternyata laris manis.
"Oh gitu" Gayatri manggut-manggut. Ibu dan anak itu berbincang-bincang hingga beberapa saat, kemudian Pras ke ruang kerja.
*************
Pagi hari setelah pesanan restoran ada yang mengambil, Sri tetap berjualan di kontrakan seperti biasa dibantu Yani tetangga sebelah.
"Alhamdulillah Sri, jualan kamu semakin ramai saja" kata bu Sudriah bangga menatap Sri. Ia senang jika para wanita mandiri seperti itu.
"Alhamdulillah Bu, ini karena berkat dukungan ibu dan juga para tetangga" Sri dengan cekatan melayani lontong sayur ibu-ibu yang berkerumun menunggu antrian sambil ngobrol termasuk Sudriah. Sementara Yani melayani nasi uduk.
"Assalamualaikum..." datang wanita berpakaian gamis rapi berbeda dengan penghuni kontrakan.
"Waalaikumsallam..." jawab semuanya lalu menoleh ke arah ibu yang tidak lagi muda tetapi masih cantik itu. Melihat siapa yang datang, para mak-mak mendadak diam dan mengangguk santun kepada wanita itu.
"Ada yang bisa saya bantu Bu?" Sri bertanya ramah kepada wanita yang baru ia lihat sekali itu.
"Saya mau lontong sayur dua porsi"
"Baik Bu, silakan duduk dulu ya" Sri menyelesaikan ibu-ibu yang lain satu persatu hingga selesai. Sri kemudian melayani pelanggan baru itu.
"Sambalnya di pisah Bu?" Tanya Sri, karena ia belum tahu selera si ibu seperti tetangga yang lain.
"Di pisah saja Mbak" si ibu menatap Sri lekat, orang-orang memanggil Sri Mbak, tapi ternyata wanita itu masih sangat muda. Wanita yang tak lain Gayatri itu beralih memandangi bocah kecil yang memasukkan sambal ke dalam cup.
"Sekarang masukan sambal ke sini sayang..." Sri minta Laras menambahkan sambal ke dalam plastik yang sudah berisi lontong dibungkus dengan wadah tahan panas, kemudian menyuruh Laras mengantar ke ibu Gayatri.
"Adek ini siapa?" Tanya wanita yang berusia 57 tahun itu ketika menerima kantong plastik dari Laras. Ia merasa terharu karena anak seusia Laras memilih membantu jualan tidak bermain seperti teman-teman yang lain.
"Saya Laras Nek" Laras salim tangan Gayatri. Gayatri mengusap kepala Laras lalu mengajaknya duduk di sebelahnya.
"Ibu kamu yang mana?" Tanya Gayatri melirik antara Sri dan Yani yang masih sibuk.
"Bunda Sri itu Ibu saya Nek"
"Oh" Gayatri terperangah karena wanita semuda Sri sudah mempunyai anak sebesar Laras. Setelah membayar lontong, Gayatri pamit pulang.
"Ibu Gayatri tadi memang tinggal di mana, Yan?" Sri menatap kepergian wanita yang biasa dipanggil bu Ratri itu.
"Ibu Gayatri itu kan Ibunya Tuan Pras" Yani akhirnya bercerita.
"Oh" Sri hanya menjawab 'oh' saja.
Selama seminggu pesanan Pras kepada Sri berjalan lancar. Hingga suatu ketika pihak restoran tidak ada yang bisa mengambil pesanan ke kontrakan. Dengan bantuan angkut, dan satu tetangga, Sri mengantar sendiri ke restoran Prasetyo.
"Ya Allah Bang, kira-kira suatu saat nanti saya bisa mempunyai restoran seperti ini tidak ya?" Sri terpukau begitu tiba di pintu masuk restoran.
"Saya yakin, Mbak Sri pasti bisa" jawab suami Yani yang membantu Sri sebelum berangkat kerja, karena Yani yang melayani di rumah. Lagi pula bagian mengangkat sebanyak itu harus dilakukan laki-laki.
"Aamiin, ya Allah..." ucap Sri lalu mengikuti suami Yani dan supir angkot yang menggotong masakan tersebut ke dalam sesuai petunjuk satpam.
Sri berjalan sembari mengamati karyawan yang sudah menyiapkan segala sesuatunya sebelum resto dibuka.
"Mbak Sri, saya langsung berangkat ya" kata suami Yani setelah pekerjaan selesai.
"Iya Bang, terima kasih" Sri memberi sejumlah uang kepada suami Yani, dan juga supir angkot karena Sri berjanji bertemu Prasetyo jam sembilan. Satu jam sudah Sri duduk di resto hingga orang yang ditunggu-tunggu datang.
"Kita bicarakan di ruangan saya saja Mbak" titah Prasetyo. Sri mengangguk patuh tidak tahu jika masuk ke ruangan Prasetyo sama saja mencari masalah.
"Sekarang tidak ada penolakan lagi Mbak Sri" Prasetyo memberikan handphone bukan bermaksud apa-apa hanya ingin mempermudah komunikasi dengan Sri.
"Tapi saya takut Mas" Sri memandangi handphone yang sudah dibungkus rapi di hadapannya.
"Takut Belinda maksudnya? Dalam hal ini tidak ada hubungannya dengan Dia Mbak. Percayalah" Pras meyakinkan.
"Kalau gitu terima kasih Mas" Sri menerima kotak tersebut, setelah memasukkan ke dalam tas kemudian keluar ruangan. Aman bagi Sri karena tidak bertemu Belinda pagi itu.
Tiba di lantai satu, resto sudah dibuka dan sudah banyak sekali pengunjung. Dengan percaya diri Sri melewati meja dan kursi di mana pelanggan sedang menikmati makanan.
Dengan jasa ojek Sri pulang, dalam hitungan menit sudah tiba di depan kontrakan. "Assalamualaikum..." ucap Sri, lalu dijawab Yani yang sudah membereskan dagangan karena sudah habis.
"Mbak Sri, Laras mana?" Tanya Yani tentu saja mengejutkan Sri.
"Kok malah tanya Yan, tadi kan di rumah sama kamu." Sri meninggikan suaranya karena panik, wajahnya pucat pasi.
"Tadi ada pria datang yang mengajak Laras menjemput Mbak Sri" Yani menceritakan pria itu mengatakan pada Laras bahwa bundanya menunggu di restoran.
"Tidaaakk... Laras kemana..." Sri menjatuhkan lututnya di latar, tangisnya pecah. Ia tidak mampu untuk berpikir.
...~Bersambung~...
mknya cuss krja bikin kmu sukses dn bhgiain laras....doll...
sekarang baru merasakan widodo, dulu kemana hati nuranimu menelantarkan sri n laras anak kandungmu