NovelToon NovelToon
The Stoicisme

The Stoicisme

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Berbaikan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyudi0596

Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:

"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."

Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"

Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 8

Di bawah sinar matahari pagi yang menyinari halaman sekolah, Fujimoto Kei dan Shiraishi Maho berdiri di dekat taman kecil, di bawah bayang-bayang pohon sakura yang mulai bermekaran.

Awalnya, percakapan mereka berjalan biasa—sapaan ringan, nostalgia masa lalu, dan beberapa lelucon tentang kelas mereka. Namun, nada suara Kei mulai berubah saat dia menyebut nama seseorang.

"Hayasaka Aoi benar-benar gadis yang baik," kata Kei dengan senyum kecil di wajahnya. "Dia lembut, pengertian, dan selalu mendukung orang-orang di sekitarnya."

Maho, yang awalnya tampak santai, tiba-tiba menegang. Matanya yang tajam langsung menusuk ke arah Kei. "Kenapa kau membicarakan dia di depanku?"

Kei mengangkat bahu, tidak menyadari perubahan sikap Maho. "Aku hanya berpikir… beruntung sekali pacarnya yang sekarang."

Maho mengepalkan tangannya, kukunya menekan telapak tangannya sendiri. "Kau serius?"

Kei menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu?"

Maho mendekat, suaranya merendah, tapi nadanya penuh kemarahan yang ditahan. "Jadi, kau benar-benar terpesona padanya?"

Kei mengerutkan kening. "Aku hanya mengakui kalau dia gadis yang baik, itu saja. Tidak ada yang salah, kan?"

Maho tersenyum tipis—senyum yang tidak sampai ke matanya. "Tentu saja… tidak ada yang salah."

Tapi dalam hatinya, amarah sudah membuncah.

Kei mungkin tidak menyadarinya, tapi bagi Maho, kata-kata itu terdengar seperti hinaan. Seolah-olah Hayasaka Aoi lebih baik darinya. Seolah-olah… dia kalah.

Dan dia tidak bisa menerima itu.

Kei tidak menyadari bahwa sejak saat itu, api cemburu dalam hati Maho semakin membara, dan rencana yang sudah dipercayakan padanya perlahan mulai bergerak ke tahap berikutnya.

Fujimoto Kei menghela napas, mengamati ekspresi Maho yang tampak tidak senang. Mereka masih berdiri di tempat yang sama, di bawah pohon sakura yang kelopak bunganya berguguran tertiup angin.

“Aku nggak ngerti, Maho,” kata Kei akhirnya, suaranya terdengar datar tapi ada sedikit nada frustrasi. “Kita udah nggak ada hubungan lagi, kan? Jadi, kenapa kau harus bersikap seperti ini?”

Maho mendengus, menyilangkan tangan di depan dada. “Sikap seperti apa?”

Kei mengangkat alisnya, jelas tidak terkesan dengan jawaban itu. “Kasar. Seolah aku melakukan kesalahan besar hanya karena memuji Hayasaka.”

Maho mencibir, matanya menyipit tajam. “Jangan pura-pura bodoh, Kei. Kau tahu kenapa aku tidak suka mendengar namanya dari mulutmu.”

Kei terdiam sejenak, lalu menggeleng. “Aku benar-benar nggak paham. Kau yang memutuskan hubungan kita dulu. Aku sudah menerima itu, aku sudah move on. Tapi kenapa kau masih bertingkah seolah aku berhutang sesuatu padamu?”

Maho menggertakkan giginya, menatap Kei dengan tatapan penuh emosi. “Move on? Hah… Aku nggak peduli kau move on atau nggak, Kei. Tapi aku nggak mau mendengar kau membandingkan aku dengan cewek itu.”

Kei menatapnya balik, matanya menyiratkan kelelahan. “Aku nggak membandingkan siapa-siapa, Maho. Aku cuma bilang dia gadis yang baik.”

“Terserah.” Maho mendengus kesal, lalu berbalik, langkah kakinya cepat seakan ingin segera mengakhiri percakapan ini.

Kei hanya bisa menghela napas lagi, merasa semakin bingung dengan sikap mantan pacarnya. Entah kenapa, ada perasaan aneh yang muncul di benaknya—seperti ada sesuatu yang tidak beres.

Tepat sebelum Shiraishi Maho meninggalkan tempatnya, Fujimoto Kei melontarkan pertanyaan yang dititipkan Naruto padanya. Sebuah pertanyaan berbunyi,

"Apakah kau membenci langit biru yang membuat pandangan seseorang tidak berpaling padanya, lalu berharap agar awan gelap muncul dan hujan membuyarkan pandangan itu?" Tanya Fujimoto Kei. Meskipun dia tidak tahu apa maknanya.

Langkah Maho terhenti seketika.

Tubuhnya sedikit menegang, seolah kata-kata itu berhasil menusuk sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya. Perlahan, dia menoleh ke belakang, menatap Kei dengan sorot mata yang sulit diartikan.

“Apa maksudmu?” suaranya lebih rendah, nyaris berbisik.

Kei mengamati reaksinya dengan seksama. Dia tahu ini bukan pertanyaan biasa, ini sesuatu yang Naruto titipkan padanya—sebuah teka-teki yang mungkin bisa mengungkap sesuatu.

“Aku hanya penasaran,” kata Kei, suaranya tenang tapi tajam. “Kau membenci langit biru, Maho? Karena orang-orang lebih suka menatapnya daripada melihat ke arahmu? Karena kau berharap awan gelap bisa menutupi semuanya?”

Maho terdiam.

Sejenak, hanya suara angin yang terdengar di antara mereka. Kelopak sakura terus berjatuhan di sekitar, namun Kei hanya fokus pada ekspresi Maho. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang berusaha dia sembunyikan.

Lalu, Maho terkekeh.

Namun tawa itu dingin, seakan menyembunyikan sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar ejekan.

“Lucu sekali, Kei.” Dia menatapnya dengan senyum yang tidak mencapai matanya. “Kau terdengar seperti sedang menginterogasiku.”

Kei tidak membalas. Dia hanya menatap, menunggu.

Maho menghela napas, menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Langit biru itu… ya, hanya langit. Tidak ada yang perlu dibenci atau disukai.”

Dia berbalik, melangkah pergi. Namun sebelum benar-benar menghilang dari pandangan, dia menambahkan dengan suara pelan, “Tapi terkadang, hujan memang bisa memberi pemandangan yang lebih menarik.”

Kei tetap diam di tempatnya, mengawasi Maho yang semakin menjauh.

Ada sesuatu dalam kata-kata terakhirnya yang terasa… mengganggu.

Seolah dia baru saja mengakui sesuatu—tanpa benar-benar mengatakannya.

Langkah Maho terhenti begitu saja, seolah kaki yang sebelumnya begitu ringan mendadak terikat oleh sesuatu yang tak terlihat. Angin berembus pelan, menyapu helaian rambutnya, tetapi dia tetap diam.

Sekilas, bahunya tampak menegang.

Perlahan, dia menoleh ke belakang. Tatapannya tajam, tapi ada sesuatu yang bersembunyi di baliknya. Sesuatu yang jauh lebih gelap daripada sekadar keterkejutan.

1
Tessar Wahyudi
Semoga bisa teruss update rutin, gak apa-apa satu hari satu chapter yang penting Istiqomah. semangat terus.
Eka Junaidi
saya baca ada yang janggal, seperti ada yang kurang. coba di koreksi lagi di chapter terakhir
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」
untung bukan sayaka 🗿
Tessar Wahyudi: ah nanti terjawab seiring cerita berjalan
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」: walaupun masih bingung 🗿 mc nya renkarnasi atau bukan
total 3 replies
Eka Junaidi
Masih dipantau, semoga gak macet seperti karya lainnya. atau semoga semuanya bakal di lanjutkan lagi.
Eka Junaidi
Itu sinar matahari pagi atau sore, kok dia akhir Naruto menemukan dokumen Yamato hanya dalam waktu satu jam setengah. jika Naruto Dateng pagi jam setengah enam, setidaknya waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi. jadi itu adalah typo.
Eka Junaidi
mantap, semangat nulisnya bro
anggita
like👍pertama... 👆iklan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!