NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Bersemi

Ketika Cinta Bersemi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Cumi kecil

Di sebuah universitas yang terletak kota, ada dua mahasiswa yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda. Andini, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang sangat fokus pada studinya, selalu menjadi tipe orang yang cenderung menjaga jarak dari orang lain. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca buku-buku tentang perilaku manusia, dan merencanakan masa depannya yang penuh dengan ambisi.

Sementara itu, Raka adalah mahasiswa jurusan bisnis. raka terkenal dengan sifatnya yang dingin dan tidak mudah bergaul, selalu membuat orang di sekitarnya merasa segan.

Kisah mereka dimulai di sebuah acara kampus yang diadakan setiap tahun, sebuah pesta malam untuk menyambut semester baru. Andini, yang awalnya hanya ingin duduk di sudut dan menikmati minuman, tanpa sengaja bertemu dengan Raka.

Yuk guys.. baca kisah tentang perjalanan cinta Andini dan Raka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23 SENYUM TENANG TAPI WASPADA.

Suasana kantor ramai seperti biasa. Tapi sejak kejadian rapat klarifikasi itu, gosip mulai menyebar pelan tapi pasti, tentang Raka, pria yang mendampingi Andini.

“Eh, katanya cowok Andini itu... punya kafe ya?” bisik salah satu staf divisi HR ke rekannya.

“Bukan cuma punya kafe,” jawab yang lain dengan nada setengah kagum. “Katanya dia anak dari investor besar di industri kopi. Deket sama Pak Rendra!”

“Yang bener?”

“Serius. Bahkan Pak Rendra manggil dia ‘Adiwangsa’. Nama keluarganya kayaknya emang gede.”

Beberapa meja kerja mulai sibuk berbisik. Yang dulunya memandang Andini sebagai anak magang biasa, kini mulai melihatnya dari sudut pandang baru.

Di pantry, salah satu staf senior menghampiri Andini yang sedang menuang teh.

“Andini… kamu kenal Pak Rendra dari dulu ya?” tanyanya sambil senyum.

Andini tersenyum sopan. “Nggak, aku kenal Raka duluan. Baru tahu belakangan soal koneksi keluarganya.”

“Wah, berarti kamu bukan cuma pintar... tapi juga beruntung.”

Andini menggeleng pelan. “Aku nggak merasa ini soal keberuntungan. Semua orang punya latar yang beda. Tapi yang penting, aku tetap mau dinilai dari kerjaanku di sini.”

Jawaban itu bikin beberapa orang diam sejenak. Ada rasa hormat baru yang muncul. Bukan karena siapa Raka, tapi karena sikap Andini yang tetap rendah hati meski semua orang mulai memperhatikannya.

Beberapa staf yang dulunya canggung, kini mulai mendekat dengan nada lebih ramah. Tapi ada juga yang tetap skeptis, meski tak bisa menyembunyikan rasa penasaran.

Dan di antara semua reaksi itu, satu hal jadi jelas:

Andini bukan lagi sekadar anak magang. Ia adalah perempuan yang punya pendirian, berani, dan ternyata punya pasangan yang tidak hanya mencintainya, tapi juga berdiri bersamanya saat ia paling butuh.

Hari mulai senja saat Andini membereskan berkas terakhir di mejanya. Kantor perlahan sepi, hanya suara AC dan ketikan sisa yang terdengar. Saat ia hendak berdiri, Arfan datang menghampiri dengan senyum hangat dan dua gelas kopi kaleng di tangan.

“Ini buatmu,” katanya sambil menyodorkan satu.

Andini menerimanya dengan senyum. “Makasih, Mas.”

Arfan duduk di tepi mejanya, lalu menatapnya sebentar. “Aku denger banyak cerita beberapa hari ini. Tentang kamu. Tentang keberanianmu. Dan… tentang siapa Raka sebenarnya.”

Andini mengangkat alis sedikit, bersiap menjelaskan. Tapi Arfan lebih dulu melanjutkan.

“Tenang aja, aku bukan mau tanya-tanya soal hubungan kalian. Aku cuma mau bilang…”

Ia tersenyum kecil.

“Selamat, Andini. Bukan cuma karena kamu berhasil lewatin tekanan di kantor ini, tapi karena kamu tetap jadi dirimu sendiri. Kuat, jujur, dan… tetap manis.”

Andini tersenyum tulus. “Makasih, Mas. Aku sempat takut semuanya bakal jadi lebih rumit.”

Arfan tertawa pelan. “Emang rumit. Tapi kadang, dari rumit itu kita tahu siapa yang tulus. Dan kamu… kamu layak bahagia.”

Ia berdiri, mengambil napas sejenak, lalu menambahkan:

“Kalau suatu hari kamu dan Raka butuh ide campaign kreatif untuk bisnis kopinya… kabarin aku. Siapa tahu kita bisa kolaborasi.”

Andini terkekeh pelan. “Boleh. Tapi jangan bikin presentasinya hilang lagi ya?”

Mereka sama-sama tertawa—bukan tawa basa-basi, tapi tawa dua orang yang tahu kapan harus maju, dan kapan harus mengikhlaskan.

Dan di antara sisa senja itu, Arfan menutup hatinya dengan anggun… dan membuka ruang untuk awal yang baru.

KAFE.

Malam itu, Andini datang ke kafe seperti biasa. Tapi kali ini, langkahnya lebih ringan. Ia duduk di kursi dekat bar, tempat favoritnya, sambil memainkan gelang kecil di pergelangan tangan.

Raka menghampiri sambil menyodorkan minuman barunya. “Kelihatan happy banget. Dapat bonus atau kabar baik?”

Andini tersenyum, menyesap sedikit minuman itu. “Arfan tadi nyamperin. Ngasih ucapan selamat.”

Raka yang sedang menyeka meja pelan, tiba-tiba berhenti sejenak. “Oh ya?”

“Iya. Dia bilang selamat karena aku tetap jadi diri sendiri dan bisa lewatin semuanya. Dan katanya, kalau kita butuh ide campaign buat bisnis kamu... dia siap bantu.”

Raka menaikkan alis sedikit, lalu menatap Andini.

“Baik juga ya orangnya. Gentleman.”

Andini tersenyum sambil menatap Raka. “Kamu nggak marah?”

Raka mengangguk pelan. “Enggak. Kenapa harus marah? Dia cuma ngasih selamat, bukan ngajak balapan.”

Andini tertawa. Tapi Raka mencondongkan badannya sedikit, lalu berkata dengan nada pelan tapi jelas.

“Tapi... aku tetap cowok. Kalau dia sampai ngelirik kamu lebih dari itu... ya, aku nggak janji bakal sebaik ini.”

Andini menatapnya, geli. “Ih, cemburu ya?”

Raka tersenyum tipis. “Nggak. Cuma ngingetin aja... kamu itu pusat semestaku. Dan aku bukan tipe yang suka bagi-bagi orbit.”

Andini langsung tertawa, wajahnya memerah. “Duh, kalimatnya puitis banget buat cowok yang tiap hari jualan kopi.”

“Ya, soalnya kamu bukan cuma penikmat kopi biasa,” balas Raka sambil tersenyum nakal. “Kamu yang bikin rasa pahitnya jadi manis.”

Dan malam itu, tak peduli berapa banyak orang yang mulai melihat Andini… Raka tahu satu hal pasti: dia nggak takut kehilangan, selama dia masih jadi alasan senyum itu muncul.

1
Kim Bum
titip sandal ya kak. nanti kalo udah rame balik lagi😁
Marchel: Terimakasih kak, sudah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!