Seorang pemuda tanpa sengaja jiwanya berpindah ke tubuh seorang remaja di dunia lain. Dunia dimana yang kuat akan dihormati dan yang lemah menjadi santapan. Dimana aku? Itulah kata pertama yang diucapkannya ketika tiba di dunia yang tidak dikenalnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketiga Puluh Satu
Satu milyar koin emas, satu juta Batu Roh tingkat rendah, seratus ribu Batu roh tingkat Menegah, dan seratus Batu Roh tingkat tinggi, menumpuk rapih di dalam ruangan cincin.
Bagi Arsa, itu adalah harta yang sangat luar biasa banyaknya. Dia merasa ingin melompat dan berteriak kencang, tidak tahu harus bagaimana melampiaskan kegembiraan ini.
Patut diketahui, di dunia tempat Arsa berada saat ini, nilai Batu Roh lebih tinggi dibandingkan dengan koin emas, itu dikarenakan Batu Roh lebih banyak di gunakan oleh semua orang untuk berkultivasi.
Untuk satu Batu Roh tingkat Tinggi, nilainya setara dengan seribu Batu Roh tingkat Rendah. Dan untuk satu Batu Roh tingkat Menengah, setara dengan seratus Batu Roh tingkat Rendah.
Sedangkan Batu Roh tingkat Rendah, bernilai seribu koin emas. Dan satu koin emas, nilainya setara dengan seratus koin perak. Adalah wajar jika kegembiraan Arsa terbilang berlebihan. Memiliki harta sebanyak itu, merupakan pertama kali baginya, baik dia yang sekarang maupun ketika di Bumi.
Dengan mata masih terpenjam, tanpa sadar Arsa berkata, “Ya, Tuhan….”
Mendengar suara Arsa, Acha menghampiri. Sedari awal, tatapan gadis ini memang tidak kearah lain selain wajah Arsa.
“Hei, ada apa?” tanya Arsa, tangan kanannya menyentuh kaki kanan Arsa, berpikir bahwa pemuda itu sedang bermimpi dan mengingau hal yang tidak-tidak.
Merasakan ada yang menggoyang kakinya, Arsa tersadar dari sukacita dalam pikirannya. Melihat Acha menatapnya ketika ia membuka mata, tanpa pikir panjang, Arsa menjawab sambil tersenyum, “Ah, aku bermimpi melihat gadis yang sangat cantik.”
Namun detik berikutnya, Arsa menampar ringan pipinya sendiri, “Ah, ternyata aku tidak bermimpi.”
Mendengar ini, Acha kembali tersipu, pipi dan telinganya memerah, hatinya serasa terbang ke ketinggian angkasa raya, menembus langit ketujuh sampai khayangan.
Pura-pura kesal, sambil berbalik dan kembali ke tempatnya semula, Acha menanggapi ketus. “Dasar!”
Arsa tersenyum, dia kembali melanjutkan pikirannya, menginventarisir harta rampasan yang di perolehnya. Dari cincin penyimpanan lelaki tua berbaju hitam, terdapat benda yang menarik perhatian Arsa. Yakni dua gulungan dari kulit binatang buas.
‘Peta Sekte Seribu Surgawi’? gumam Arsa di dalam hati, kian penasaran dengan siapa sejatinya sosok lelaki tua berbaju hitam itu.
Memperhatikan setiap gambar, peta itu menunjukkan seluruh titik ruang dan bangunan yang ada di Sekte Seribu Surgawi, dengan sangat jelas dan mendetail.
Di samping itu, peta itu juga menggambarkan sebuah jalur, berliku dan terletak di bawah tanah, mengarah langsung Ke ibukota Kerajaan Elanor, tepatnya di wilayah Kota Sarden.
‘Apakah Sekte ini akan memberontak pada kerajaan? Atau…. mereka bagian dari kerajaan?’ pikir Arsa menduga-duga.
Namun kemudian, Arsa mengabaikan seluruh tanya di benak, ‘Ah, Sudahlah! Bukan urusanku! Tapi jika menggangguku, akan aku pastikan mereka menjadi miskin!’
**
Malam telah berlalu, sang mentari muncul di langit timur, menyinari dedaunan rimbun Hutan Kegelapan, membawa kesan menyegarkan, dengan ditambah udara yang begitu sejuk.
Begitu keluar dari ruangan pohon, lelaki tua Nagata dan dua yang lain kembali terpana. Selain terkesima dengan besarnya diameter pohon, tidak disangka, bahwa mereka sejatinya bermalam di dalam sebagang pohon.
*
Hanya tiga puluh menit dengan terbang, Arsa dan tiga orang yang bersamanya tiba di tepi Kota Dreams, dan langsung menuju Kediaman Tuan Kota, yang berada tidak jauh dari pusat kota.
“Berhenti!” pekik seorang penjaga dengan suara yang tegas, menghentikan langkah Arsa dan ketiganya, “Tuan Kota sedang menerima tamu penting. Tidak ada yang di perbolehkan masuk!”
Sebuah lencana emas berbentuk segitiga sama sisi, terlihat jelas oleh seluruh penjaga. Membuat para penjaga itu berlutut seketika secara serempak dan bersama-sama.
“Maafkan kami, Nona Muda. Kami akan segera melapor. Mohon tunggu sebentar,” ucap salah satu penjaga dengan suara bergetar.
“Bangkit! Kami akan menunggu,” balas Acha.
Tak berselang lama, dari arah dalam kediamanan Tuan Kota, terlihat dua orang pria paruh baya dan seorang wanita dewasa, berjalan cepat menuju pintu gerbang.
Ketika melihat wanita ini berjalan ke arahnya, Acha segera berlari, memeluk wanita itu dan menangis seketika dalam pelukan.
“Bibi, akhirnya kami sampai disini,” ucap Acha sambil terisak.
“Mari kita bicara di dalam,” sela Tuan Kota, segera mempersilahkan semuanya untuk masuk ke kediamannya.
Mendapati semua orang hendak masuk ke kediaman Tuan Kota. Arsa angkat bicara, “Maaf! Aku hanya mengantar Nona Muda ini. Aku harus segera kembali pulang.”
Mendengar ini, Tuan Kota menoleh dan mengurungkan niat untuk melangkah, “Apakah kamu Arsa? Arsa dari Keluarga Nugraha?”
‘Nugraha? Sepertinya aku pernah mendengar nama ini. Tapi… dimana?’ batin lelaki tua Nagata, tetap tidak mengingat apa pun atas pikirannya itu.
“Benar, Tuan Kota. Lama tidak bertemu,” jawab Arsa dengan tersenyum, lalu sedikit membungkukkan badan.
Dengan ekspresi sedikit menyesal, Tuan Kota menanggapi. “Maafkan aku tidak memperhatikan kehadiranmu, Arsa.”
Arsa mengangguk ringan, pun masih tersenyum sebagai tanggapan. Menoleh ke arah lelaki tua Nagata, ia berkata sambil menyerahkan sebuah cincin penyimpanan. “Tetua, ini jenazah lelaki tua yang aku temukan kemarin.”
Melihat isi cincin penyimpanan itu, Lelaki tua Nagata mendesah dalam kesedihan dan penyesalan. Menatap Arsa, Lelaki tua Nagata berkata sambil sedikit membungkuk, “Teman kecil, terima kasih atas segalanya. Kami tidak akan pernah melupakan semua kebaikanmu hari ini.”
“Kami tidak akan mampu membayar kebaikanmu, Teman kecil,” Iyon Lala menimpali, pun membungkukkan badannya ke arah Arsa.
Melihat lelaki tua Nagata dan Iyon Lala membungkuk ke arah Arsa, Tuan Kota terkejut dalam hati. Penguasa Kota Dreams ini tahu dengan pasti, bahwa dua orang ini adalah pejabat tinggi pada sebuah kerajaan di Daratan Koja.
Tapi saat ini, di depan mata Tuan Kota, kedua pejabat tinggi itu rela membungkukkan badan ke arah Arsa, pemuda berusia lima belas tahun, yang bahkan hanya berasal dari Keluarga kelas dua di kota Dreams yang kecil.
‘Apakah Keluarga Nugraha ini sebenarnya memiliki latar belakang lain?’ sebuah pertanyaan muncuk dibenak Tuan Kota.
“Kakak Arsa, bawalah lencana ini jika kamu pergi ke Daratan Koja! Dan kamu harus mencariku! Ingat! Kamu harus mencariku! Membuatkanku daging panggang, mengantarkanku jalan-jalan, membantu..,” Acha mengucapkan kalimat panjang seperti sedang berpidato di depan para hadirin.
Melihat ini, wanita dewasa yang sebelumnya berpelukan dengan Acha, tersenyum dan menggeleng kecil, mendapati Acha yang dia kenal sebagai gadis pendiam tiba-tiba berceloteh melebihi adik perempuannya, Arsa pun benar-benar terpana dibuatnya.
"Nona, itu banyak sekali! Apakah tidak ada jeda untuk mandi?” Arsa menanggapi panjangnya ucapan Acha dengan pertanyaan konyolnya.
“Aku tidak peduli! Ingat! Kamu harus mencariku!” sahut Acha mendelik, seakan memberi perintah keras kepada seorang bawahan.
“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” lelaki tua Nagata terbatuk kering, tapi matanya melihat ke atas, seolah tidak memperhatikan tindakan Acha, yang menurut semua orang cukup berlebihan.
Menyadari tindakannya, Acha kembali tersipu malu, pipinya langsung memerah hingga ke telinga, bergegas melangkah mundur sembari mendelik ke arah lelaki tua Nagata.
Arsa menggaruk bagian belakang kepalanya sendiri, tidak tahu harus menanggapi apa selain tersenyum, karena hanya itu yang terlintas di dalam benaknya saat ini.
“Teman Kecil, bawa juga lencana ini jika kamu ke Daratan Koja,” ucap lelaki tua Nagata, menyerahkan sebuah lencana keemasan, memiliki bentuk serupa dengan lencana yang diserahkan Wanindra.
“Terima Kasih, aku akan mengingatnya,” balas Arsa dengan sopan, kembali membungkukkan badan sebelum melangkah pergi.
***
Penginapan Sentosa
“Ada berita penting?” tanya Fika kepada bawahannya, seorang pemimpin telik sandi.
“Benar, Tuan putri,” jawab pimpinan telik sandi dengan hormat, lalu melapor, “Tuan Muda Nugraha telah kembali ke Kediaman Keluarga Nugraha, Tuan Putri.”
“Lanjutkan!” sela Fika mendesak.
Pimpinan Telik Sandi mengangguk, “Namun sebelum dari Panti Asuh, kami melihatnya datang ke Kediaman Tuan Kota bersama tiga orang. Dua orang pria dan seorang gadis sekitar tujuh belas atau delapan belas tahun.”
“Lalu?” Fika kembali mendesak, keningnya sedikit berkerut.
Pimpinan telik sandi melanjutkan, “Yang mengejutkan kami, mereka disambut oleh Tuan Kota bersama dua orang lainnya. Dua orang itu merupakan pejabat tinggi Kerajaan Minola di Daratan Koja.
Salah satunya adalah seorang pria, dia dikenal sebagai Jenderal Gerbang Timur. Dan seorang wanita yang merupakan adik dari permaisuri Kerajaan Minola.
Mendengar ini, Fika saling bertukar pandang dengan lelaki tua disisinya. Merasa ada yang aneh dengan semua peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di daratan Elanor.
Fikaberkata, “Kemudian?”
Pimpinan telik sandi memungkasi laporannya, “Tiga orang yang bersama Tuan Muda Nugraha, diketahui juga merupakan pejabat dari Kerajaan Minola. Namun Tuan Muda Nugraha tidak turut masuk ke Kediaman Tuan Kota. Dia pergi ke restoran untuk membeli banyak makanan, lalu pergi mengunjungi Panti Asuh.”
Terdiam sejenak, Fika kembali bertanya, “Apakah ada berita keberadaan dari kedua kelompok keluarga yang lenyap di Hutan Kegelapan tempo hari?”
“Tidak ada, Tuan Putri,” jawab pimpinan telik sandi, kemudian mempertegas, “kami sudah memeriksa tempat mereka sebelumya. Tapi tidak menemukan jejak apa pun. Bahkan tidak ada jejak pertarungan sama sekali.”
“Kamu boleh pergi!” perintah Fika singkat. Lalu menoleh ke kiri, bertanya kepada lelaki tua di sisinya, “Guru, bagaimana pejabat Kerajaan Minola bisa mengenal Arsa? Apa sebenarnya latar belakang pemuda ini?”
“Seperti yang pernah aku katakan sebelumnya. Bocah ini tidak sesederhana kelihatannya.” sahut sang lelaki tua, kemudian menyarankan, “sebaiknya kita pergi ke Kediaman Tuan Kota, sudah lama aku tidak bertemu dengan Jenderal Bayu.”
***
Kota Dreams
Kediaman Tuan Kota
Di dalam ruangan aula Kediaman Tuan kota, Acha menceritakan semua peristiwa yang menimpanya. Dari awal hingga akhirnya di selamatkan oleh Arsa saat sudah tersudut.
Sudah barang tentu, Jenderal Gerbang Timur dan Wanita dewasa yang mendengar itu, sangat marah hingga ke inti, mereka ingin rasanya membunuh semua orang yang ikut terlibat dalam penyerangan itu.
Sunggu tidak disangka, bahwa perjalanan Acha dan kelompoknya ke Daratan Elanor, ternyata hanyalah siasat dibalik pemberontakan yang diatur oleh segelintir pengkhianat.
Selain itu, Acha juga menanyakan tentang asal-usul Arsa kepada Tuan Kota. Baik Acha maupun Iyon Lala dan lelaki tua Nagata, masih belum yakin dengan jawaban Arsa sebelumnya.
Tuan Kota terkejut pada awalnya. Sulit untuk percaya, bahwa Arsa adalah sosok yang menyelamatkan ketiga orang penting kerajaan ini, kerajaan yang sangat besar dan berkuasa di Daratan Koja.
Namun Tuan Kota juga merasa bahagia dan bangga. Bagaimana pun, Arsa adalah pemuda dari Kotanya, yang tentunya akan membawa dampak positif serta akan berimbas pada Kota Dreams secara keseluruhan.
“Baiklah, silahkan beristirahat. Aku harus menyelesaikan beberapa urusan,” ucap Tuan Kota dengan hormat, lalu meninggalkan ruangan aula.
Begitu Tuan Kota melewati pintu ruangan, Acha bergumam lirih, “Aku kira Arsa sengaja berbohong padaku tentang asal-usulnya.”
Lelaki tua Nagata menanggapi, “Oleh sebab itu juga, aku dan Iyon mengatakan bahwa kita dari Sekte Salewu, bukan dari Kerajaan Minola.”
“Apa pun latar belakangnya, tidak masalah. Tanpa adanya pemuda itu, mungkin aku tidak duduk di sini hari ini,” sambung Iyon Lala, ada rasa syukur yang teramat dalam pada nada suaranya.
Lelaki tua Nagata dan Acha mengangguk, apa yang dikatakan Iyon Lala memang tidak terbantahkan sama sekali. Di pungkiri atau tidak, tanpa kehadiran Arsa kala itu, di pastikan mereka bertiga akan menjadi mayat.