NovelToon NovelToon
Cinta Yang Terbalaskan Oleh Takdir

Cinta Yang Terbalaskan Oleh Takdir

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Percintaan Konglomerat / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa
Popularitas:459
Nilai: 5
Nama Author: Rumah pena

Ini adalah kisah antara Andrean Pratama putra dan Angel Luiana Crystalia.

kisah romance yang dipadukan dengan perwujudan impian Andrean yang selama ini ia inginkan,

bagaimana kelanjutan kisahnya apakah impian Andrean dan apakah akan ada benis benih cinta yang lahir dari keduanya?

Mari simak ceritanya, dan gas baca, jangan lupa like dan vote ya biar tambah semangat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 11: Di Balik Gemerlap, Ada Luka

Setahun setelah Titik Temu menjadi fenomena di Eropa dan Indonesia, Andrean dan Angel hidup dalam sorotan. Novel mereka berhasil meraih penghargaan sastra internasional. Nama mereka masuk ke dalam daftar "10 Penulis Muda Paling Berpengaruh di Dunia" versi Literature Today. Hidup mereka tampak sempurna. Tapi, seperti bayangan yang setia mengikuti cahaya, selalu ada sisi lain yang tak terlihat.

---

Paris, Musim Gugur.

Langit mulai gelap ketika Andrean kembali dari acara signing book di Lyon. Ia meletakkan koper di sudut apartemen mereka yang sekarang jauh lebih besar dan mewah dibanding saat mereka pertama kali pindah ke Paris. Angel sedang duduk di meja makan, menatap layar laptop dengan wajah letih.

"Udah pulang?" tanya Angel tanpa menoleh.

Andrean melepas jaketnya, lalu menghampiri Angel. Ia mencium kepala Angel singkat. "Udah. Gimana kabar naskah lo?"

Angel menghela napas berat. "Nggak selesai-selesai. Entah kenapa sekarang nulis tuh susah banget."

Andrean duduk di seberangnya, memperhatikan tatapan kosong Angel yang menatap halaman kosong di laptop. "Mungkin lo butuh istirahat."

Angel menggeleng pelan. "Nggak semudah itu, Dre. Kita ada deadline buat novel kedua. Penerbit udah mulai nanya-nanya terus. Gue nggak mau lo doang yang kerja keras."

Andrean meraih tangan Angel. "Angel, lo nggak sendirian. Kalau capek, bilang. Jangan lo tahan sendiri."

Angel akhirnya menatap Andrean. Ada kantung mata di bawah matanya yang dulunya bersinar cerah. Ia tersenyum tipis. "Gue nggak apa-apa kok."

Tapi Andrean tahu, Angel nggak sekuat yang dia tampakkan. Sejak kematian kakeknya tiga bulan lalu, Angel berubah. Ia lebih sering menyendiri, jarang berbicara, dan makin keras pada dirinya sendiri. Andrean berusaha ada di sampingnya, tapi kadang ia merasa nggak cukup.

---

Beberapa hari kemudian, mereka diundang dalam sebuah talkshow televisi terbesar di Prancis, Rencontres Littéraires. Di atas panggung, mereka tampak seperti pasangan penulis yang sempurna. Kompak. Harmonis.

"Bagaimana rasanya menjadi duet penulis paling fenomenal di generasi kalian?" tanya pembawa acara.

Angel tersenyum anggun. "Kami selalu menulis dari hati. Dan saling mendukung satu sama lain."

Andrean menimpali, "Nulis bareng Angel itu kayak... berbagi mimpi yang sama, hanya dengan dua tangan yang berbeda."

Para penonton bertepuk tangan meriah. Tapi di balik panggung, Andrean melihat tangan Angel gemetar saat memegang botol air. Ia mencoba bicara, tapi Angel menghindar. "Gue butuh sendiri, Dre. Bentar aja."

Andrean berdiri di sudut ruangan, memperhatikan Angel dari jauh. Ia merasa semakin jauh dari Angel. Padahal mereka berada di ruangan yang sama, panggung yang sama.

---

Malam itu di apartemen.

Angel mengurung diri di ruang kerja, sementara Andrean duduk sendirian di balkon, menatap lampu kota Paris yang berkedip-kedip. Ia menyalakan sebatang rokok. Sesekali mengecek ponselnya, berharap Angel keluar dari ruang kerja.

Tiba-tiba, notifikasi pesan masuk.

Angel:

"Maaf, aku butuh waktu sendiri. Jangan tungguin gue malam ini."

Andrean mengetik balasan cepat.

"Gue ada di sini kalau lo butuh."

Tapi tak ada balasan lagi.

---

Beberapa minggu berlalu.

Angel makin tenggelam dalam kesibukan. Ia mulai sering menerima undangan ke acara fashion, gala dinner, dan wawancara eksklusif. Andrean senang melihat Angel kembali ceria, tapi ia juga sadar sesuatu berubah.

Angel mulai lebih dekat dengan Jean-Claude, seorang fotografer ternama yang sering meliput acara Angel. Andrean beberapa kali melihat foto mereka berdua di media sosial, senyum Angel yang lepas, candaan mereka yang akrab.

Awalnya Andrean mencoba memahami. Tapi suatu malam, saat Angel pulang larut, ada wangi parfum pria di jaket yang Angel kenakan. Bukan aroma Andrean. Ia tidak bilang apa-apa, hanya menatap Angel dengan senyum hambar.

---

Satu malam di musim dingin.

Andrean pulang lebih awal dari acara penerbitan. Ia berharap menghabiskan malam dengan Angel, makan malam seperti dulu. Tapi saat masuk apartemen, ruang tamu kosong, ruang kerja kosong. Ia masuk ke kamar, dan menemukan Angel tertidur di sofa, dengan ponsel di tangannya.

Ponsel itu masih menyala, terbuka di halaman chat.

Jean-Claude:

"Malam yang indah. Gue seneng ngobrol sama lo tadi."

Angel:

"Gue juga. Rasanya kayak bisa napas lagi."

Andrean menatap layar ponsel itu lama. Dadanya sesak. Tapi ia tak membangunkan Angel. Ia hanya mengambil selimut, menutupi tubuh Angel, lalu duduk di tepi sofa, menatap wajah perempuan yang pernah membuatnya rela meninggalkan segalanya.

---

Keesokan harinya.

Andrean bangun lebih pagi. Ia duduk di meja makan, menyiapkan kopi seperti biasa. Angel keluar dari kamar, tampak ragu-ragu.

"Lo nggak marah?" tanya Angel pelan.

Andrean tersenyum tipis. "Buat apa gue marah?"

Angel duduk di depannya, menatap mata Andrean dalam-dalam. "Lo tahu, kan?"

Andrean mengangguk. "Gue nggak mau nebak-nebak. Lo yang harus cerita."

Angel menarik napas panjang. "Gue... Gue ngerasa sendirian, Dre. Bahkan pas lo ada di sini. Gue ngerasa kosong. Jean-Claude cuma teman ngobrol. Dia bikin gue inget siapa diri gue sebelum semua ini."

Andrean menunduk. "Dan gue nggak bisa bikin lo ngerasain itu lagi?"

Angel terdiam. Ia nggak mau menyakiti Andrean, tapi kenyataannya iya. Ia udah mulai kehilangan rasa itu.

"Kalau lo mau pergi..." Andrean melanjutkan, suaranya berat, "Gue nggak bakal tahan lo."

Angel menggeleng cepat, air matanya mengalir. "Nggak. Gue nggak mau ninggalin lo. Gue cuma... butuh waktu. Kita berdua butuh waktu."

Andrean menatap Angel dengan tatapan kosong. "Waktu buat nyembuhin atau ninggalin?"

Angel nggak bisa jawab.

---

Beberapa minggu kemudian.

Angel memutuskan kembali ke Indonesia, sementara Andrean tetap di Paris. Mereka sepakat untuk memberi ruang satu sama lain. Tapi setiap hari tanpa Angel, Andrean merasa seperti kehilangan arah.

Ia menulis novel baru. Bukan tentang cinta. Tapi tentang kehilangan, tentang seseorang yang mencari arti dirinya sendiri setelah dikhianati harapan.

Novel itu berjudul "Sisa-Sisa Kenangan".

Penerbit menyukai naskah itu. Mereka menganggapnya sebagai karya paling jujur dari Andrean.

---

Satu tahun berlalu.

Andrean dan Angel tak lagi saling berkabar rutin. Mereka hidup di dunia masing-masing. Angel fokus membangun yayasan pendidikan di Indonesia. Jean-Claude? Entah. Andrean tak lagi peduli.

Novel Sisa-Sisa Kenangan menjadi bestseller di Eropa dan Asia. Andrean diundang ke Jepang, Korea, dan Amerika untuk tur promosi. Ia menjadi figur publik yang dihormati. Tapi ia tahu, ia tak lagi seperti dulu. Ia bukan lagi Andrean yang menulis untuk Angel. Ia menulis untuk dirinya sendiri.

Suatu malam, setelah acara signing di Tokyo, Andrean membuka email lama dari Angel.

"Kalau suatu hari kita ketemu lagi, gue harap lo udah nemuin versi terbaik dari diri lo sendiri."

Andrean tersenyum pahit. Ia sudah menemukannya. Tapi Angel tak lagi di sana untuk melihatnya.

---

Suatu hari di Jakarta.

Andrean menghadiri acara pameran seni di Galeri Nasional Indonesia. Ia berdiri di depan lukisan besar yang menggambarkan dua orang yang duduk di bangku taman, tangannya saling terikat oleh benang merah.

Seseorang berdiri di sampingnya.

"Andrean?"

Ia menoleh. Angel.

Mereka berdua saling menatap, lama. Tak ada kata-kata. Tak ada penjelasan. Hanya mata yang saling berbicara.

"Apa kabar?" tanya Angel akhirnya.

Andrean tersenyum. "Baik."

Angel mengangguk. "Gue baca novel lo."

Andrean menghela napas. "Gimana menurut lo?"

Angel tersenyum pahit. "Sedih."

Andrean mengangguk. "Karena itu kenyataan."

Angel menunduk. "Maaf."

Andrean meraih tangan Angel, menggenggamnya sebentar, lalu melepasnya. "Gue nggak nyalahin lo. Kita cuma tumbuh ke arah yang beda."

Angel menatap matanya dalam-dalam. "Tapi gue nggak nyesel pernah ada di cerita lo."

Andrean tersenyum. "Dan gue nggak nyesel pernah jatuh cinta sama lo."

Mereka berdiri di sana, di antara karya seni yang membisu. Mereka tahu, cerita mereka sudah berakhir. Tapi kenangan akan selalu hidup di antara mereka.

---

Beberapa bulan kemudian.

Andrean merilis novel baru berjudul "Cinta yang Tak Lagi Kembali". Di halaman persembahan, tertulis satu kalimat sederhana.

"Untuk Angel, yang pernah menjadi rumah."

---

BERSAMBUNG...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!