Queen Elyra

Awan cerah, dan langit biru diatas istana Kerajaan Eryndor, terlihat sangat damai. Lyra dan Cedric berdiri di depan gerbang utama istana. Di tengah-tengah kebun yang luas dengan bunga-bunga yang mulai bermekaran.

Lyra mengenakan gaun yang indah, berwarna biru dengan renda halus di sepanjang lengan nya. Juga bordiran yang rapi. Membuat kecantikan Lyra semakin bertambah.

Lyra dan Cedric melangkah dengan anggun ke arah keluarga kerajaan.

"Ayahanda, ibunda, kami pamit", Cedric membungkuk kepada Raja dan Ratu.

"Hati-hati dijalan", ucap Raja singkat.

Lyra menatap ayah dan ibunya sendu. Bahkan untuk mengucapkan selamat tinggal padanya, kedua orangtuanya tak sudi.

Cedric membantu Lyra menaiki kereta kuda. Kereta kuda dihiasi dengan kain-kain sutra, yang menari ketika tertiup angin. Lyra sekali lagi memandang kearah keluarganya, melalui kaca jendela kereta kuda.

Keluarganya dan para bangsawan memandang Lyra rendah. Ayahnya menatapnya dingin, tanpa satu kata pun terucap. Ibunya juga tak mengatakan apapun. Mereka seakan enggan membuang banyak tenaga untuk Lyra.

Kakak sulung Lyra mengangguk sekali, dan tersenyum tipis. Selama ini, hanya kakak laki-laki Lyra yang peduli padanya, meskipun hanya sedikit. Sementara kedua kakak perempuan Lyra memalingkan wajah mereka.

Dibalik senyum yang ditunjukkan Lyra, ada hatinya yang terluka. Tetapi Lyra tidak ingin kelemahan nya dilihat oleh orang lain. Dia harus kuat dan membuktikan jika dia lebih layak dari yang mereka bayangkan.

Kereta kuda bergerak perlahan, mulai meninggalkan gerbang megah Kerajaan Eryndor. Di luar sana, para rakyat berbaris. Mereka bersorak sorai, melambaikan tangan, dan ada sebagian yang menangis. Mereka sangat mencintai Putri bungsu Kerajaan Eryndor itu.

Lyra membuka jendela, dia melambaikan tangan.

"Jaga diri kalian! Terimakasih sudah megantarku!", Lyra berteriak, dia melambaikan tangan nya pada rakyat.

Lyra melihat kedua teman dekatnya, berada di barisan depan. Lyra melambaikan tangan dan tersenyum pada mereka.

Kedua orang itu ikut tersenyum. Mereka yang hanya bangsawan kelas rendah, sangat menghargai Lyra. Tak mudah untuk berteman dengan bangsawan, apalagi seorang keluarga kerajaan.

Cedric melirik Lyra sekilas. Kemudian memejamkan matanya. Dia tidak habis pikir, ternyata gadis yang dia nikahi sangat peduli pada rakyat. Cedric pikir, dia hanyalah Putri yang manja dan penurut.

Sebelum kereta kuda melangkah jauh, Lyra kembali menoleh kebelakang. Hatinya terasa gundah saat melihat bangunan megah dibelakang nya.

Lyra banyak merajut kenangan disana. Meskipun sebagian hanya kenangan yang menyakitkan.

...****************...

Lyra menggelengkan kepalanya pelan, kemudian menatap Cedric yang sedang duduk di hadapan nya.

Pipi Lyra bersemu merah. Kini dia bukan lagi wanita lajang. Dia adalah seorang istri dari pria yang sangat tampan.

Lyra memandang tiap inci wajah Cedric. Rambutnya yang lurus dan bewarna hitam. Hidungnya yang mancung, dan alisnya yang tebal.

Dan jika Cedric membuka mata, bola matanya yang berwarna ke abu-abu an terlihat sangat indah. Cedric juga memiliki kulit putih, meski tidak seputih Lyra.

Jujur saja, Lyra cukup puas dengan pria di hadapan nya. Meskipun mereka menikah bukan karena cinta, tapi tak buruk untuk memiliki pria tampan sebagai suami.

"Apakah pemandangan di luar tidak seindah saya, Putri?", ucap Cedric, matanya masih terpejam, namun dia tahu jika Lyra sedari tadi tengah mengamatinya.

Lyra yang tertangkap basah, segera memalingkan wajahnya, dan tidak mengatakan apapun. Pandangan nya beralih pada jalanan di luar. Jantungnya berdegup kencang, dia merasa malu akan tindakan nya.

Cedric sedikit membuka matanya, dia tersenyum tipis. Sangat tipis, hingga siapapun tidak akan bisa melihatnya. Cedric merasa puas melihat respon Lyra. Terutama wajahnya yang memerah, hingga telinga.

Hening kembali menyelimuti keduanya. Lyra yang bosan dan merasa lehernya pegal, karena terlalu lama melihat pemandangan diluar, akhirnya menyandarkan tubuhnya pada kursi.

Lyra masih sesekali melirik kearah Cedric. Setiap kali Lyra melihat wajah Cedric, jantungnya berdetak kencang. Dia merasa Cedric adalah sosok yang menarik. Tidak hanya tampan, kepribadian Cedric yang tenang mampu memukau Lyra.

Lyra tersenyum, saat ini dia cukup puas. Dia tidak tahu apakah dia bisa jatuh cinta dengan cepat pada Cedric. Namun, dia tahu dengan jelas, jika dia menerima Cedric sebagai suaminya.

Matahari mulai berganti dengan sang rembulan. Angin malam yang dingin, membuat Lyra menutup jendela kereta kuda. Tak lama, Lyra menyusul Cedric yang tengah menyelami alam mimpi.

...****************...