NovelToon NovelToon
Loud But Loved

Loud But Loved

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Addinia

Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.

Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.

Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.

"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."

"minggir lo!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mau berteman?

Hari kedua sekolah dimulai dengan pelajaran pertama: pembagian perangkat kelas. Tapi suasana di kelas Alena kacau dan berisik, seperti pasar malam. Guru memberi waktu kepada siswa untuk menyepakati struktur organisasi kelas, tapi tidak ada yang benar-benar serius membahasnya.

Di tengah keramaian itu, Alena mulai merasa nyaman dengan teman-teman barunya. Dia berdiri di depan kelas, mencoba memimpin meski dengan cara yang asal-asalan.

Alena berdiri di depan dengan tangan berkacak pinggang. "Denger semua! Karena nggak ada yang mau jadi ketua kelas, gue yang bakal pilih."

Salah satu siswa berteriak dari belakang. "Hah? Lo yang milih? Jangan ngawur!"

Alena tertawa kecil, menatap siswa tersebut dengan santai.

"Gue ngawur? Nih, gue buktiin." melihat sekeliling, lalu menunjuk seorang cowok berkacamata.

"Lo, jadi ketua kelas. Soalnya lo keliatan rajin banget kalau nyatet pelajaran."

Diah—salah satu teman sekelas Alena tertawa dari belakang. "Hahaha! Dia rajin? Itu cuma biar ga disuruh maju ke depan!"

Alena menunjuk siswa lain, cewek dengan rambut dikuncir. "Lo jadi wakil ketua. Gue yakin lo yang paling ribet kalau soal urusan jadwal."

Jovita tertawa keras. "Fix, dia emang cocok jadi wakil! Waktu MOS aja dia bawa jadwal segede papan tulis."

Alena tertawa kecil, lalu menunjuk cowok lain yang terlihat cuek di pojok. "Dan lo, jadi bendahara. Soalnya muka lo kayak orang pelit."

Dika protes sambil tertawa. "Hah? Pelit gimana, woy? Gue nggak mau duit gue malah ilang di kelas ini!".

Kelas pecah dengan tawa. Alena semakin percaya diri dengan caranya memimpin pembagian perangkat.

Di sudut kelas, geng Ghost Riders memperhatikan dengan santai. Tapi telinga mereka tajam mendengar bisikan dari sekelompok siswa yang duduk di belakang, membicarakan Alena.

Syifa berbisik dengan nada sinis. "Alena tetep aja sok berkuasa. Emang dari dulu dia kayak gitu."

Reni mengangguk setuju. "Iya, gaya banget kayak dia paling tau segalanya."

"Heran, kenapa dia nggak berubah sama sekali? Masih aja suka cari perhatian."

Kael, yang duduk bersama gengnya, mendengar percakapan itu. Meski biasanya dia cuek, kali ini dia memperhatikan Alena lebih serius. Alena yang sedang sibuk bercanda dengan teman-teman baru di depan kelas justru terlihat berbeda di matanya.

Kael akhirnya berdiri, membuat gengnya langsung menatapnya dengan bingung.

Ronan berbisik ke Ezra. "Tuh anak ngapain? Mau tampil di depan kelas juga?"

"Kita liat aja."

Bayu tertawa kecil, menyikut Luka. "Taruhan deh, pasti dia cuma bikin Alena kesel."

Luka tertawa santai. "Kita nonton aja. Drama kelas kedua dimulai."

Kael berjalan santai ke depan kelas, lalu berdiri di samping Alena. "Gue bantuin lo, deh. Kelas ini terlalu berisik, nggak ada yang akan dengerin lo."

Alena menatap Kael dengan alis terangkat. "Gue bisa sendiri! Ngapain lo ikut maju?!"

Kael tersenyum tipis. "Santai, gue cuma penasaran. Lo milih orang asal-asalan, tapi mereka bisa nerima aja?"

"Karena mereka tau gue nggak main-main. Lo sendiri ngapain ikut campur? Kira-kira mau gue pilih jadi apa?"

Kael menyilangkan tangan, memasang ekspresi santai. "Ketua tim dokumentasi? Biar gue bisa fokus motretin lo."

Kelas langsung heboh mendengar ucapan Kael. Beberapa siswa mulai bersorak. Sedangkan Alena memasang wajah seperti ingin muntah.

Bayu tertawa keras, bertepuk tangan. "Woy, Kael mulai modus!"

Ronan tertawa sambil memegangi perutnya.

"Ketua tim dokumentasi, katanya. Kode keras anjir!"

Leo menyeringai, berteriak dari belakang. "Jangan lupa ajak dia jalan-jalan buat 'dokumentasi'!"

Alena tertawa sinis, melipat tangan di dada.

"Lo ngelawak? Gue nggak butuh dokumentasi. Gue cuma butuh orang yang ga ganggu gue kerja."

Kael tertawa kecil, menatap Alena dengan santai. "Ya udah, gue diem aja. Tapi, kalau lo butuh partner buat ngadepin yang lain, lo tau harus nyari siapa."

Alena menghela napas kasar. "Pergi lo!"

Kael mengangkat bahu dengan santai, sementara kelas kembali berisik dengan sorakan. Alena melanjutkan pemilihan perangkat dengan lebih santai, sementara Kael tetap berdiri di depan, memperhatikan gerak-gerik yang gadis itu lakukan.

...----------------...

Koridor mulai ramai dengan siswa yang berlalu-lalang menuju kantin atau taman belakang. Alena berjalan sendirian, menikmati waktu tenangnya setelah pagi yang penuh kekacauan di kelas.

Tapi dia tahu, sejak tadi ada seseorang yang mengikutinya. Alena menghentikan langkahnya di tengah koridor, lalu berbalik dengan wajah kesal. Kael berdiri tidak jauh di belakangnya, memasukkan tangan ke saku celananya sambil tersenyum santai.

Alena berdiri dengan tangan di pinggang, menatap Kael tajam. "Lo ngapain sih ngikutin gue?"

Kael berhenti beberapa langkah darinya, menatapnya dengan santai. "Gue nggak ngikutin. Gue cuma jalan. Kebetulan arahnya sama."

Alena mengerutkan kening, nada suaranya mulai naik. "Kebetulan? Lo pikir gue bodoh? Dari tadi gue tau lo sengaja."

Kael tertawa kecil, mengangkat bahu. "Yah ketahuan deh. Lo mau ke mana?"

Alena berdecak kesal, melipat tangan di dada.

"Kenapa lo nggak cari urusan lain? Gue nggak ada waktu buat ngeladenin lo."

"Tanpa lo sadari. Lo terus ladenin gue, Alena."

Alena menatap tajam, bahkan urat-urat dilehernya mulai terlihat. "Nggak usah kepedean jadi orang! Orang kayak lo nggak masuk di kamus gue yang harus gue ladenin!"

"Oh ya?" Kael maju sedikit menunduk menyamai tingginya dengan gadis itu.

"Cewek imut kayak lo, nggak cocok marah-marah." Ucapnya sambil tersenyum tipis.

Alena terdiam sejenak, menatap Kael dengan ekspresi tidak percaya. Dia menghela napas panjang, lalu mendekat dan mendorong dada Kael.

"Minggir lo!"

Kael tertawa kecil sambil melangkah mundur sedikit, tapi tetap tersenyum santai. "Kalau lo minta baik-baik, mungkin gue minggir."

Alena mendengus kesal, melangkah cepat melewati Kael. Tapi bukannya pergi, Kael malah tetap mengikutinya dari belakang.

Kael berjalan santai, tetap menjaga jarak tapi tidak berhenti mengganggu Alena dengan pertanyaan-pertanyaan isengnya.

"Lo biasanya makan siang di mana?"

Alena tetap diam, tidak peduli.

"Gue nggak pernah liat lo, sebelum kita satu kelas."

Alena tetap diam, tapi langkahnya semakin cepat.

"Lo nggak mungkin nggak tau Ghost Riders kan?"

Alena akhirnya berhenti lagi, berbalik dengan ekspresi penuh amarah.

"Lo mau apa, sih? Gue udah bilang, pergi!" Alena sedikit berteriak.

Kael tertawa kecil. "Oke, oke. Gue cuma mau kenal lo."

"Dan gue nggak mau kenal lo!" Ketus Alena.

"Jadi temen gue, gimana?"

Alena semakin kesal. "Temanan sama lo? itu bencana buat gue!"

"Ayolah, Ale." Kael memasangkan wajah sok menggemaskan.

"Nggak usah sok imut, gue nggak butuh temen kayak lo. Jadi, tolong berhenti ngikutin gue!"

Kael masih tersenyum, menatap Alena dengan santai. "Kenapa sih? Gue cuma mau ngajak lo ngobrol."

Alena melangkah cepat melewati Kael lagi. "Ya udah, ngobrol aja sendiri."

Kael mengangkat bahu, lalu kembali berjalan di belakang Alena. Kali ini dia mencoba taktik baru.

"Gue denger tadi lo suka bikin keputusan sendiri di kelas."

Alena meliriknya sekilas, tapi tetap diam.

"Itu keren sih. Jarang ada cewek yang berani kayak gitu. Salut gue sama lo."

Alena berhenti mendadak, menatapnya tajam.

"Lo cuma mau muji gue biar gue nggak marah?"

Kael tertawa kecil. "Bukan. Gue serius. Lo keren. Gue nggak ngerti kenapa lo nggak mau ngobrol sama gue."

Alena mendesah panjang, menatap Kael dengan kesal. "Karena lo nyebelin! Gue udah bilang, gue nggak suka diganggu."

Kael masih tersenyum, memasukkan tangannya ke saku celana. "Gue cuma mau jadi teman lo. Lo nggak mau gitu temenan sama gue?"

"Nggak."

Kael tertawa kecil, melangkah mundur perlahan. "Kalau gitu gue bakal coba lagi lain kali. Gue yakin lo bakal berubah pikiran."

Alena mendengus, lalu melanjutkan langkahnya menuju taman. Kael akhirnya berhenti mengikuti, tapi dia tetap tersenyum puas.

Kael merasa puas karena bisa menarik perhatian gadis itu. Sementara Alena, meski kesal, tidak bisa mengabaikan betapa gigihnya cowok itu. Di dalam hatinya, dia bertanya-tanya, apa sebenarnya yang diinginkan Kael darinya?

...----------------...

Alena berjalan sendirian menuju gerbang. Awalnya, wajahnya terlihat biasa saja, tapi langkahnya melambat ketika matanya menangkap pemandangan yang tidak ia harapkan.

Di seberang jalan, Ricard berdiri di samping motornya. Senyum lebarnya terlihat jelas, seolah menunggu seseorang dengan antusias. Tapi senyum itu bukan untuk Alena.

Tak lama, Bianca muncul dari gerbang. Dengan langkah santai, dia menghampiri Ricard dan melingkarkan lengannya di lengan cowok itu. Ricard menyambutnya dengan senyum hangat, membantu Bianca memakai helm, lalu memboncengkannya dengan sikap penuh perhatian.

Alena berdiri mematung di tempatnya. Dia tahu dia tidak seharusnya merasa seperti ini, tapi rasa sedih dan kesal mulai menguasai hatinya.

"Gue di mainin lagi."

Alena mengepalkan tangan, menundukkan kepala sejenak sebelum mengangkat wajahnya lagi. Matanya memandang Ricard dan Bianca yang kini sudah mulai menjauh dengan motor itu.

"Dia bahkan nggak bilang apa-apa setelah kejadian itu, dasar pengecut. Gue benci lo, Ricard."

Mata Alena memanas, tapi dia menahan diri agar tidak menangis di tempat umum. Dengan cepat, dia membuang muka dan berjalan santai, mencoba mengabaikan rasa perih yang menghantam hatinya.

Langkahnya terasa berat, seolah setiap langkah adalah pengingat akan kebodohannya sendiri yang percaya pada perhatian Ricard.

Sementara itu, di tempat parkir sekolah, Kael yang sedang bersandar di motornya memperhatikan Alena dari kejauhan. Dia melihat perubahan ekspresi gadis itu, dari biasa saja menjadi terluka, lalu berubah menjadi dingin dan datar.

Kael menyalakan mesinnya perlahan, berniat menyusul Alena, tapi ia memutuskan untuk tidak mendekat dulu. Dia tahu, kadang seseorang butuh waktu sendiri untuk memproses rasa sakit.

Kael tersenyum kecil, menatap Alena yang semakin menjauh.

Motor Kael perlahan melaju, menjaga jarak dari Alena sambil tetap mengamatinya.

1
Muhammad Rizkan
lanjut thorr
Fatimah Imah
semangat y kkk
Fatimah Imah
ok.q suka m alur cerita anak remaja yg seru dan keren
Addinia Azzahra: terima kasih banyak ya kak 💗✨
total 1 replies
IamEsthe
'sorry' ganti ke font italic atau pakai kata serapan jadi 'sori'
Addinia Azzahra: baik kakkk.. terima kasih yaaa 💗💗
total 1 replies
IamEsthe
Kata 'Menuding' karena bukan awal kalimat jadi 'menuding' dan 'riko' jika dia mengarah pada nama seseorang harusnya diawali huruf kapital. 'Riko'
yanah~
mampir kak 🤗 semangat 💪
Yoona
mampir
🍒⃞⃟🦅♕⃟ Ƙҽƚυα MTᴺᵀ【﷽】
Semangat ya, Jan kayak gua yang malas nulis /Determined/
Addinia Azzahra: hihihi okeeeyyy, kamu juga semangatttt
total 1 replies
🍒⃞⃟🦅♕⃟ Ƙҽƚυα MTᴺᵀ【﷽】
mampir
Yoona
semangat💞💞
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!