WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Sarapan Pagi Bersama
"Apakah kalian sudah saling kenal?" Tatap mata Pak Kendra bergulir pada Mira, Bima lalu Sauza. Ada rasa penasaran yang besar dalam dada lelaki 50 tahun itu.
Mira mendadak mematung, dia tidak memperlihatkan sikap sombong seperti tadi malam. Dia justru sama sekali tidak percaya kalau yang menjadi istri papanya merupakan Sauza, sahabat yang telah dikhianatinya.
Hati Mira tiba-tiba ketar-ketir, kalau-kalau Sauza tiba-tiba menceritakan siapa dia sebenarnya. "Jadi, istri papa itu Sauza? Kenapa harus dia? Gawat ini," batin Mira resah.
Mira yakin, jika sang papa tahu hal yang sebenarnya, maka sang papa tidak segan-segan akan memarahinya. "Aku harus bagaimana? Sebelum si mandul itu bercerita duluan, maka aku harus mengarang cerita, supaya papa tidak mempercayainya," batin Mira lagi penuh rencana.
Sementara Bima, sama halnya dengan Mira, dia terpaku untuk beberapa saat, hidupnya yang hancur setelah menduakan Sauza lalu diceraikan juga oleh Sauza, kini seakan tambah hancur berkeping-keping setelah melihat orang yang pernah atau bahkan masih dicintainya itu duduk berdampingan dengan pria yang menjadi papa mertuanya.
Dada Bima sakit, ia tidak terima Sauza justru menikahi lelaki yang pantas disebutnya papa. Seandainya Sauza bercerita tentang apa yang sebenarnya terhadap mertuanya, Bima tidak tahu lagi harus menyimpan mukanya di mana. Bima yakin sang mertua akan murka.
"Kenapa dengan kalian, apakah kalian sudah saling kenal sebelumnya? Mira, katakan, apakah kamu mengenal istri papa?" todong Pak Kendra pada Mira dengan tatap penuh selidik. Mira tersentak, perlahan wajahnya mendongak.
"Bima, kamu juga, apakah kamu sudah mengenal istri papa sebelumnya? Kalian sama-sama dari Bandung, apakah kalian pernah bertemu?" Kini pertanyaan itu beralih kepada Bima. Bima seketika nampak gelagapan, sumpah demi apapun Bima saat ini tidak tahu harus berkata apa, menenangkan dirinya saja yang gugup sepertinya tidak mampu.
"Kami ...." Tiba-tiba Sauza bersuara. Namun ucapannya dipotong Mira yang sepertinya takut jika Sauza akan membongkar kelakuan Mira.
"Kami, hanya pernah saling bertemu di jalan. Kami sama-sama dari kota yang sama, sehingga aku bisa mengenal perempuan ini, tapi tidak tahu siapa namanya," karangnya seraya sesekali menatap judes ke arah Sauza, seperti memberi sebuah kode agar Sauza tidak bercerita.
"Oh, ya? Benarkah begitu, Sayang?" Pak Kendra mengalihkan pertanyaan pada Sauza penuh tatap cinta. Mira yang melihat tatap sang papa penuh cinta pada Sauza, hatinya terbakar benci yang membara.
"Sebetulnya, Za, memang mengenal ...."
"Kan sudah aku katakan, Pa. Kami itu hanya pernah beberapa kali bertemu tanpa sengaja di jalan, jadi wajar kalau aku merasa familiar dengan wajah istri Papa yang baru ini," tukas Mira lagi-lagi memotong ucapan Sauza karena takut jika Sauza harus mengungkapkan hal yang sebenarnya.
Hati Sauza merasa kesal dengan Mira yang lagi-lagi memotong ucapannya. Tapi di dalam hati tersenyum miring.
"Silahkan kamu potong ucapanku Mira. Kalau di ruang makan ini aku tidak bisa mengungkap siapa kalian sebenarnya, maka nanti akan aku ungkap siapa kalian sebenarnya di hadapan Pak Kendra." Hati Sauza sudah gereget ingin mengungkap siapa sebenarnya Mira dan Bima.
"Untuk sementara aku mengalah dari kalian, hanya semata sarapan pagi ini tidak ricuh. Tunggu saja pembalasanku nanti," batin Sauza berusaha sabar.
"Mas, sebaiknya kita tidak membahas hal yang tidak penting itu, betul kata anakmu. Siapa tadi namanya, Mari atau Maru, aduh Za lupa lagi?" celoteh Sauza mendinginkan ketegangan yang tercipta saat ini. Namun bukannya dingin, perasaan marah Mira justru semakin kesal dengan ucapan Sauza yang pura-pura sengaja lupa dengan namanya sehingga dijadikan bahan bercandaan.
"Nama anak aku Mira, Sayang. Dan itu menantu ku, Bima," ujar Pak Kendra memperkenalkan. Sementara itu Bima tertawa kecil karena merasa tergelitik dengan Sauza yang pura-pura salah menyebut nama Mira.
"Aduhhh, aku minta maaf, Mas. Maklum, faktor pengantin baru, membuat Za ingat-ingat lupa," ralatnya sembari terkekeh diakhir kalimat, hal itu membuat Mira bertambah muak. Sauza di matanya sok percaya diri dan tidak tahu diri.
"Baiklah, saya hampir lupa memperkenalkan diri. Nama saya Sauza, kalian bisa memanggil saya Sauza saja. Eh ngomong-ngomong kamu mau sarapan apa Mira? Dan kamu Bima, apa yang mau kamu makan, biar saya ambilkan." Sauza menawarkan bantuan pada Mira dan Bima. Pada saat matanya menoleh ke arah Bima, Bima langsung menatap mata Sauza dengan tatap penuh cinta. Di sana terdapat sebuah penyesalan yang sangat besar.
Sauza segera mengalihkan tatapnya, bukan lagi tatap cinta yang dia rasakan, melainkan tatap benci.
"Apakah saya kurang sopan menyebut Anda namanya saja, mengingat umur Anda lebih tua dari saya Mas Bima?" Sauza melontarkan lagi pertanyaan pada Bima yang terlihat sangat gugup dan salah tingkah.
"Jangan banyak basa-basi, wahai ibu tiri. Kalau mau menyiapkan makanan untuk kami, tuangkan saja pada piringnya masing-masing, tidak perlu cari perhatian dari suamiku," cegat Mira kesal saat melihat Bima menatap Sauza penuh sesal dan tentu saja cinta.
"Saya minta maaf. Baiklah Mira, biar saya tuangkan nasi ke dalam piring kalian. Tapi, nanti setelah saya menuangkan untuk suami saya," ujar Sauza beralih pada Pak Kendra. Pak Kendra menyambut Sauza dengan penuh senyum.
"Mas, apa yang mau saya ambilkan?" tatap Sauza dengan penuh romantisme.
"Apa sajalah Sayang, apa yang mau kamu tuangkan, aku pasti akan makan," balas Pak Kendra. Sauza tidak menunda, ia segera menuangkan nasi dan lauk untuk suaminya dengan gerakan seluwes mungkin dengan tujuan membuat Mira kesal dan Bima cemburu tidak terkira.
Setelah menuangkan untuk Pak Kendra, Sauza menuangkan nasi dan lauknya untuk dirinya sendiri, setelah itu dia duduk rapi menghadap piring miliknya yang sudah tersaji hidangan sarapan pagi yang menggiurkan perut lapar.
Mira melotot dengan kelakuan Sauza, dia pikir Sauza mau menuangkan nasi dan lauk untuknya juga untuk Bima suaminya, seperti katanya tadi. Tapi kini malah duduk menikmati makanannya sendiri.
"Ibu tiri, tadi katanya mau menuangkan nasi dan lauk untuk kami, apakah ibu tiri lupa?" lontar Mira sembari menatap wajah Sauza tajam.
"Oh, ya? Aduh, maaf Sayang, ibu tiri lupa. Coba kamu saja yang ambilkan, sekalian untuk suami kamu, masa iya saya yang ambilkan? Bukankah saya hanya mantan, eh maksud saya bukankah saya adalah ibu tiri kamu dan bukan istri dari suami kamu?" tegas Sauza membuat hati Mira meleyot panas dingin kesal tidak terkira, apalagi saat tadi Sauza menyebutkan kata mantan, hati Mira bagai dicakar-cakar kuku Sauza yang tajam.
Demi harga diri yang berusaha ia pertahankan di depan Sauza, akhirnya Mira menuangkan nasi dan lauk untuk Bima, padahal hatinya ogah. Merekapun sarapan dengan suasana hati yang berbeda-beda. Sementara Mira terpaksa harus menyaksikan kemesraan Sauza terhadap papanya yang menurutnya dibuat-buat.
"Pasti cintamu pada papaku hanya palsu dan karena harta. Tunggu saja, akan kubongkar sikap kamu ini di depan papa, biar papa langsung menceraikanmu," bisik hati Mira geram.
"Kalau keadaan rumah tanggaku dengan Bima seperti ini, mana mungkin aku bisa memanas-manasi si mandul ini? Duhhh, kenapa justru hatiku yang panas melihat papa memanjakan si mandul?" batin Mira lagi gelisah.
"Ngomong-ngomong, apakah kalian tidak membawa bayi kalian ke sini? Aku ingin melihat anak kecil, aku rindu anak kecil," singgung Sauza tiba-tiba, membuat Mira keselek dan terbatuk.
"Uhuk, uhuk, uhuk." Tidak ada yang mengambilkan Mira minum termasuk Bima. Pak Kendra tersentak melihat Mira tiba-tiba terbatuk lalu menatapnya iba.
kenapa bisa seperti itu???
lebih baik berobat pak Kendra...
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.