Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.
Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.
"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu Alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.
"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.
"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"
Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4
"Putri. Alin," panggil seseorang yang mendekat ke arah Putri dan Alin.
"Kak Lia?" ucap Alin saat menoleh ke arah orang yang memanggil mereka tadi.
Lia atau Aulia adalah sahabat Alin juga, dia juga bekerja di tempat yang sama dengan Putri dan Alin.
"Kamu kemana aja, Lin? Kok nggak bisa di hubungin dari kemarin? Aku sama Putri khawatir sama kamu," cerocos Aulia.
"Kemarin ayah aku meninggal, Kak, dan aku nggak bisa hubungin kalian karena HP aku rusak, makanya aku beli yang baru," ucap Alin memberi penjelasan.
"Apa? Meninggal, Lin? Aku turut berduka cinta, ya, semoga ayah kamu khusnul khatimah," ucap Aulia sambil memeluk Alin.
"Aamin. Makasih, kak."
"Sama-sama. Ohya, Putri. tadi aku lihat kamu mau ke ruangan manajer? Mau ngapain?"
"Itu, Kak, bentar lagi, kan, aku sama Alin mau ujian, remcananya aku sama Alin mau izin untuk potong jam kerja karena kita mau fokus sama ujian nanti," ucap Putri.
"Oh. Jadi kalian izin buat pulang awal tiap hari gitu?" Keduanya mengangguk.
"Iya, Kak. Kalau gitu aku masuk dulu ya, kalian lanjut kerja duluan aja." Kemudian Putri pun masuk ke ruangan manajer, sedangkan Aulia dan Alin mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.
Tak lama Putri pun keluar dan memberitahukan apa yang di katakan sang manajer padanya.
"Gimana? Di kasih nggak izinnya?" tanya Alin.
"Di kasih dong."
"Alhamdulillah, itu artinya aku bisa pulang sebelum Pak Al sampe rumah," batin Alin sangat bahagia.
"Ya udah kita lanjut yuk, kerjanya," ajak Putri lalu kedua sahabatnya itu mengangguk.
***
Setelah pamit pada Aulia, Alin dan Putri kini sudah berada di parkiran cafe. Tak lama sebuah mobil berhenti tepat di hadapan mereka, lalu keluarlah seorang pria tampan yang langsung mendekat mereka berdua.
"Hai sayang," sapanya pada Putri, lalu memeluk singkat dan mengecup kening Putri. "Hai, Alin," lanjutnya menyapa Ara.
"Hai, Bang Andre." Alin membalas sapaan Andre dengan senyuman.
"Bang Andre kok tau aku mau pulang?" tanya Putri heran. Padahal seingatnya dia belum memberitahu Andre bahwa mulai hari ini dia akan pulang lebih awal.
"Ya taulah, Sayang, kita kan sehati," ucap Andre.
"Bang Andre bisa aja." Pipi Putri sudah memerah mendengar kata-kata manis sang kekasih.
"Yaudah kita pulang sekarang?"
"Kamu ikut pulang barang kita ya, Lin?" ajak Putri. Dengan cepat Alin menggeleng.
Bisa terkena masalah besar ia kalau sampai Putri tau jika ia sudah menikah dan tinggal dengan suami yang kejam. Atau sebaliknya. Jika Al melihat Putri, bisa dipastikan nyawa Putri akan dalam bahaya.
"Nggak usah, Put. Aku nanti pulang naik ojek aja," tolak Alin.
"Yaudah kalau gitu aku sama Bang Andre duluan, ya?"
"Iya, kalian hati-hati di jalan. Aku titip Putri ya, Bang."
"Siap, Alin!"
Mereka berdua pun segera masuk ke dalam mobil Andre lalu mobil tersebut mulai meninggalkan area cafe.
"Andai aja aku dapat cowok kayak Bang Andre, pasti saat ini aku lagi bahagia sekarang. Tapi sayang itu mustahil, karena nyatanya aku ini istri seorang pria kejam," gumam Alin menatap mobil Andre yang mulai menjauh dengan tatapan sedih.
"Apa? Kamu udah nikah, Lin? Sejak kapan?" Aulia yang tiba-tiba datang kaget saat tak sengaja mendengar apa yang tadi Alin katakan.
Alin yang terkejut pun langsung membawa Aulia masuk ke dalam cafe lebih tepatnya di sebuah ruangan yang sepi karena dia takut anak buah Al tau kalau Aulia mengetahui kalau dia sudah menikah.
"Sekarang jelasin apa yang tadi kamu bilang, Alin?" Aulia menatap Alin lekat, menanti jawaban dari apa yang baru saja ia dengar.
Rasanya dia masih tak menyangka jika Alin sudah menikah. Setaunya Alin belum pernah dekat dengan siapapun selama ia kenal dengan gadis itu.
"Tapi Kak Lia janji jangan kasih tau ini ke siapa pun, ya? Termasuk Putri," ucap Alin.
"Iya, aku janji. Yaudah jelasin sekarang," desak Aulia.
Alin pun menceritakan semuanya. Dari kejadian di mana ayahnya tertembak dan Al yang menikahinya secara paksa hanya untuk balas dendam.
"Astagfirullahhalazim. Kejam sekali orang itu, emang nggak punya hati tuh orang," geram Aulia dengan wajah yang merah padam menahan marah.
Alin adalah sahabat sekaligus adik baginya. Begitu tak menyangka ia dengan kehidupan Alin sekarang. Tak henti-hentinya sumpah serapah ia tujukan untuk Al.
"Tapi kenapa kamu nggak laporin aja dia ke polisi mumpung dia nggak ada di sini?" tanya Aulia.
"Nggak, Kak, aku nggak bisa lakuin itu, karena anak buahnya lagi ngawasin aku sekarang, itu kenapa aku bawa kakak ke sini," jelas Alin.
Aulia mengusap wajah, keadaan benar-benar membuatnya berpikir untuk membantu Alin.
"Terus? Apa yang akan kamu lakuin, Lin?"
"Mungkin ini udah takdir aku yang harus aku jalani. Mungkin ini ujian untuk aku. Kak," ucap Alin.
"Kalau emang dia mau balas dendam sama kamu dan ingin buat kamu menderita? Kenapa dia ngizinin kamu buat kuliah? Harusnya dia nggak lakuin itu dong kalau dia benci sama kamu?" tanya Aulia lagi.
"Karena di hatinya masih ada sedikit kebaikan yang masih tersisa."
Mendengar itu Aulia menghembuskan napas kasar. Kemudian dia memegang kedua pundak Alin dan menatapnya penuh rasa iba.
"Dan kamu harus bisa bangkitkan kebaikan itu, Lin, aku yakin suatu saat nanti dia akan berubah."
"Kak Lia benar. Aku akan mencobanya."
"Yaudah kalau gitu aku pulang dulu ya, Kak. Aku takut dia marah kalau aku belum pulang."
"Iya, kamu hati-hati ya. Semangat, Alin." Hanya memberi semangat yang bisa dilakukan Aulia. Sungguh dia sangat kasihan dengan sahabat sekaligus adiknya itu.
"Makasih, Kak." Lalu mereka berpelukan, kemudian Alin pamit pulang pada Aulia. Setelah sampai di rumah Alin langsung bertanya pada salah satu anak buah Al yang berjaga di depan pintu, apakah Al sudah pulang atau belum.
"Pak Al udah pulang?" tanya Alin sambil tersenyum.
"Tuan belum pulang."
"Oh, kalau gitu saya masuk dulu," ucap Alin dan langsung masuk ke dalam rumah.
"Kok dia masih bisa senyum gitu, ya? Padahal tuan sudah menikahi dia dengan paksa," ucap salah satu anak buah yang heran melihat Alin yang seperti tidak sedang dalam masalah.
"Mungkin dia sudah pasrah di siksa terus sama tuan," sahut yang lain.
***
Alin sudah menyelesaikan pekerjaan rumah termasuk memasak makanan untuk Al. Tepat pukul 00.05 Alin sudah duduk di sofa ruang tamu menunggu Al pulang.
Beberapa menit kemudian terdengar suara mobil Al memasuki pekarangan rumah. Alin yang mendengarnya pun segera berlari ke arah pintu untuk membukakan pintu untuk Al.
Saat Al akan membuka pintu, Alin lebih dulu membukanya sambil tersenyum ke arah Al.
"Dasar cewek aneh. Bukannya nangis karena udah gue siksa, kok dia malah senyum gitu. Ah, udahlah nggak usah di pikirin, stres kali dia," batin Al.
"Sini, Pak, biar saya bawa tas kerjanya," ucap Alin hendak mengambil tas kerja Al. Namun, Al malah menjauhkan tas itu dari Alin.
"Nggak perlu. Cepat kamu siapakan makanan saya dan bawa ke kamar saya. Kamar saya ada di lantai atas kamar yang pintunya paling besar," ucap Al datar.
"Ba---baik, Pak," cicit Alin takut saat mendengar suara Al.
Al meninggalkan Alin dan menuju kamarnya. Alin pun segera menyiapkan makanan Al lalu mengantarnya ke kamar pria.
Saat sampai di kamar Al, Alin langsung meletakkan makanannya di atas meja dekat tempat tidur.
"Dari luarnya aja kejam, tapi kamarnya kayak kapal pecah gini," gumam Alin saat melihat isi kamar Al yang berantakan.
Tanpa pikir panjang, Alin pun merapikan kamar Al dengan sangat rapi, mumpung Al lagi sedang di kamar mandi.
Setelah selesai Alin pun berniat untuk pergi dari kamar Al. Namun, saat Alin akan berbalik bada, Al juga sudah keluar dari kamar mandi dan....
"Aaaaa!" Akin berteriak kencang sambil menutup mata dengan kedua tangan.
"Hei, kenapa kamu teriak? Pakai tutup mata segala, kayak lihat hantu aja," sentak Al.
"I---itu, a---anu." Alin terbata sambil menunjuk ke arah Al.
"Itu, anu, apa sih? Kalau ngomong itu yang jelas," sewot Al.
Al yang merasa bingung dengan Alin segera mencari pada dirinya apa yang membuat Alin berteriak. Detik kemudian Al segera masuk kembali ke kamar mandi, karena dia baru sadar kalau dia hanya menggunakan handuk saja di tubuhnya. Itulah yang membuat Alin berteriak karena Al keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk saja.
"Alin, tolong ambilkan baju saya di atas tempat tidur, saya lupa bawa baju saya," titah Al dari balik pintu kamar mandi.
Dengan masih menutup matanya, Alin mengambil baju Al lalu menyerahkan padanya.
Beberapa menit kemudian, Al pun keluar dengan mengenakan baju santainya. Lalu mendekati Alin yang belum membuka matanya.
"Cepat buka mata kamu, saya sudah pakai baju saya," dingin Al.
"Nggak mau." Alin enggan untuk membuka mata.
Al pun menyingkirkan tangan Alin dari wajahnya, namun Alin masih memejamkan matanya.
"Saya bilang buka, saya udah ganti baju kok."
"Bapak pasti bohong, kan? Bapak nggak pakai baju, kan?" ucap Alin memastikan.
"Buat apa saya bohong? Nggak ada gunanya juga."
Alin pun membuka matanya. Saat membuka mata Alin sangat terkejut karena wajahnya kini sangat dekat dengan wajah Al yang tinggal beberapa centi. Tatapan mereka pun saling bertemu satu sama lain. Alin pun mundur beberapa langkah saat Al mendekatkan wajahnya dengan Alin. Alin yang kini sudah terpentok dinding tak punya pilihan lain selain pasrah saat Al sudah semakin dekat dengan wajahnya. Semakin dekat, semakin dekat, dekat, dan....
"Cepat keluar, saya mau tidur," bisik Al tepat di telinga Alin.
Alin segera berlari keluar dari kamar Al menuju kamarnya.
"Untung aja dia nggak ngapa-ngapain aku. Dasar cowok aneh, hampir aja tadi dia bikin jantung aku copot," gerutu Alin.
"Udahlah, aku tidur aja." Alin pun tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi.
.
***
"Pak, sarapannya sudah siap. Saya pergi kuliah dulu," pamit Alin pada Al di kamarnya.
"Mmm," dehem Al tanpa menoleh ke arah Alin, karena dia sedang berusaha memasangkan dasinya.
"Boleh saya bantu, Pak?" tawar Alin yang melihat Al tengah kesusahan mengikat dasi tersebut.
"Nggak usah," tolak Al datar dan sedikit ketus.
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏