Menikah dengan pria idaman adalah dambaan tiap wanita. Adelia menikah dengan kekasihnya bernama Adrian. Di mata Adelia Adrian adalah laki-laki yang baik, taat beragama, perhatian sekaligus mapan. Namun ternyata, setelah suaminya mapan justru selingkuh dengan sekretarisnya. Apakah Adelia mampu bertahan atau justru melangkah pergi meninggalkan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhirnya Cerai Juga
Seminggu berlalu sidang kedua akhirnya di buka lagi. Tapi kali ini Adelia enggan untuk bertemu dengan Adrian di persidangan. Dan ternyata keduanya mangkir tidak menghadiri persidangan. Adelia yakin tanpa kehadirannya sekalipun mereka tetap akan cerai.
Dan benar dugaannya setelah beberapa jam terlewati, ia mendapatkan telepon dari Adam jika perceraiannya berhasil. Pengadilan mengabulkan gugatannya dan secara otomatis kedudukannya bukan istri Adrian.
"Akhirnya, aku bisa lepas darimu, Mas."
Tanpa sadar di ruang kerjanya Adelia yang tengah duduk menitikkan air mata. Campur aduk perasaannya saat ini. Siapapun tidak ingin kegagalan dalam rumah tangganya. Tak pernah terpikirkan dulu ketika pertama kali menikah dengan Adrian ia akan bercerai. Adelia hanya bisa menjalani takdir yang saat ini di gariskan untuknya.
"Kesalahanmu, tidak bisa di maafkan, Mas."
"Mungkin inilah yang terbaik untuk kita semua." Adelia mengambil pigura kecil di meja kerjanya. Ia membuangnya ke dalam kardus yang di penuhi tumpukan kertas bekas.
Suara ponsel Adelia berdering, Adelis melirik siapa yang tengah meneleponnya.
'Ah, Mas Adrian. Dia pasti mau menanyakan soal perceraian itu,' batin Adelia.
Adelia mematikan ponselnya sejenak, ia tahu Adrian akan mengganggunya dengan meneleponnya terus menerus sampai mendapatkan jawaban darinya.
"Loh, kok di matikan sih." Adrian mencoba sekali lagi menelepon Adelia, namun mbak operator yang menjawabnya.
"Adelia, kenapa kau selalu bikin aku gusar." Adrian kesal pada kelakuan mantan isterinya yang tidak mau mengangkat teleponnya. Padahal banyak sekali yang ingin di bicarakannya. Adrian masih berharap rujuk dengan Adelia. Ia tidak terima dengan keputusan hasil sidang pengadilan.
"Kerjaanmu sekarang lihat hape terus, Mas!" terdengar suara Salsa dari belakang.
"Hari ini aku resmi bercerai dengan Adelia," kata Adrian lirih.
"Hahaha, bagus dong. Kalau aku jadi Adelia juga ogah balikan sama kamu!"
"Sayangnya, aku lagi hamil jadi tidak bisa ikut cerai juga," gerutu Salsa.
Perkataan Salsa yang tiap hari di lontarkan begitu menyakitkan di hati Adrian. Ia memang sudah seperti sampah yang tidak ada gunanya. Salsa yang dulu begitu memujanya kini selalu saja mencemoohnya hanya karena dirinya sudah tidak kaya lagi. Kerjaan Salsa tiap hari hanya memojokkannya saja.
Adrian menyesal mengapa dulu selingkuh dengan Salsa hingga kehilangan Adelia. Salsa bukanlah wanita baik untuk di jadikan istri. Ia tidak pernah merawat Adrian, memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Kerjaannya hanya marah-marah terus tidak jelas kalau sedang tidak punya duit.
"Aku tidak mau berdiam diri saja, aku harus bertemu dengan Adelia," gumam Adrian. Ia tidak bisa menunggi telepon Adelia di aktifkan, pikirannya bingung di penuhi dengan Adelia.
"Mau kemana, Mas?" tanya Salsa.
"Cari angin," jawab Adrian cuek.
"Cari angin, atau cari mantan istri kamu yang udah ceraiin kamu!" ketus Salsa.
"Udah tahu nanya," seloroh Adrian. Ia lebih memilih buru-buru pergi daripada mendengar ledekan Salsa.
Adrian masuk ke dalam taksi, ia sebenarnya tidak tahu kemana harus mencari Adelia. Hanya apartemennya yang ia ketahui. Adrian tidak terlalu mengenal teman-temannya Adelia. Meskipun dulu lama berpacaran, bukan berarti Adrian tahu kehidupan sosial mantan istrinya. Adrian hanya sibuk dengan istrinya dan tidak petnah di kenalkan dengan teman-teman Adelia. Karena tiap kali Adelia mengajak untuk mengunjungi temannya, Adrian selalu saja menolaknya. Kini ia menyesal mengapa dulu selalu menolak ajakan Adelia.
"Turun di sini, Pak," perintah Adrian pada sopir taksinya.
Setelah membayar ongkosnya, Adrian berniat untuk mengunjungi Adelia di apartemennya. Lama ia berdiri di depan apartemen Adelia. Ia tidak tahu apartemen Adelia di lantai berapa karena dulu ia bertemu Adelia hanya di halaman apartemen tidak sampai masuk.
"Maaf, bapak sedang menunggu siapa?" tanya seorang satpam di sana.
"Oh, Adelia mantan isteri saya. Dia tinggal di sini kan?" tanya Adrian.
"Benar, Pak. Tapi kalau jam segini biasanya Bu Adelia bekerja, pulang sampai sore," terang satpamnya.
"Oh, dimana tempat kerjanya? Apa bapak tahu?" tanya Adrian.
Satpam itu menjadi ragu dengan Adrian. Mana mungkin ada seorang mantan suami tidak tahu dimana tempat mantan istrinya bekerja. Ia jadi curiga, jangan-jangan orang yang tengah berdiri di depannya adalah orang yang punya maksud jahat. Begitulah yang ada di pikiran satpam itu.
"Maaf, Pak saya tidak tahu."
Adrian menangkap seolah satpam itu mencurigainya. Ia yakin satpamnya tahu dimana tempat Adelia bekerja. Adrian mengeluarkan sesuatu dari dompetnya untuk meyakinkan satpamnya.
"Ini foto terakhir saya dengan Adelia, Pak. Tolonglah beri alamatnya, saya menyesal sudah bercerai dengannya. Saya mau memperbaiki hubungan kami," ucap Adrian memelas.
Foto yang menunjukkan kemesraan Adelia dengan Adrian berhasil membuat satpam itu percaya. Apalagi perkataan Adrian yang memohon-mohon membuat satpamnya merasa kasihan.
"Baiklah, saya akan menuliskan alamat Bu Adelia bekerja," kata satpam.
"Terima kasih," ucap Adrian.
Dari apartemen Adrian langsung meluncur mencari alamat tempat kerja Adelia. Ia tidak menyangka istrinya mandiri bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Tidak seperti Salsa yang tidak mau berusaha sedikitpun. Kerjaannya hanya meminta uang saja.
Sebuah gedung pencakar langit berdiri di depannya. Gedung itu besar dan megah, tak kalah megahnya dengan tempatnya bekerja dulu. Adrian berdecak kagum hingga kakinya tersandung.
"Aduh," rintihnya. Sambil menahan rasa sakit di kakinya ia masuk ke lobi dan mencari bagian resepsionist.
"Permisi, saya ingin tahu apakah benar ibu Adelia bekerja di sini?" tanya Adrian.
Resepsionist cantik itu tersenyum ramah pada Adrian. "Maaf, apakah bapak sudah buat janji terlebih dahulu dengan Bu Adelia?"
"Buat janji? Saya belum buat janji," jawab Adrian.
"Maaf, Pak. Kalau belum buat janji tidak bisa langsung bertemu dengan Bu Adelia. Karena jadwal beliau sangat padat," tukas resepsionist itu menerangkan dengan sabar.
'Kenapa harus buat janji, seperti mau bertemu pemilik perusahaan saja,' batin Adrian.
"Apa tidak bisa di sambungkan dengan Bu Adelia, saya mantan suaminya ingin bertemu dengannya," kata Adrian.
"Oh, mantan suami? Kalau begitu coba saya tanyakan sekretarisnya dulu," kata resepsionistnya.
'Tanya sekretarisnya? Memangnya jabatan dia itu apa sih, kok punya sekretaris segala,' pikir Adrian.
"Sebentar, ya Pak. Akan saya tanyakan dulu." Terlihat Resepsionist itu sedang menelepon.
"Maaf, Pak. Kata sekretarisnya, Bu Adelia sangat sibuk hari ini. Sepertinya tidak bisa menemui, Bapak," terang resepsionistnya.
"Sibuk? Memangnya Bu Adelia bekerja di bagian apa? Kok sepertinya sibuk sekali?" tanya Adrian.
"Bu Adelia adalah pemilik perusahaan ini. Tentu saja beliau sangat sibuk, apalagi hari ini nanti ada rapat para pemegang saham. Jadi, mohon maaf sekali kalau Bu Adelia hari ini belum bisa menemui Bapak," terang resepsionist itu.
Kaki Adrian terasa lemas mendengarkan pernyataan dari resepsionist.
"BU ADELIA ADALAH PEMILIK PERUSAHAAN INI."
Rasanya Adrian tidak percaya, sejak kapan Adelia punya perusahaan besar dan kenapa selama ini ia tidak mengetahuinya?
---Bersambung---