Nikah dadakan karna di jodohkan ❌ Nikah dadakan gara gara prank ✅ Nikah dadakan karna di jodohkan mungkin bagi sebagian orang memang sudah biasa, tapi pernah gak sih kalian mendadak nikah gara gara prank yang kalian perbuat ? Emang prank macam apa sampe harus nikah segala ? Gw farel dan ini kisah gw, gara gara prank yang gw bikin gw harus bertanggung jawab dan nikahin si korban saat itu juga, penasaran gimana ceritanya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shusan SYD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
Akhirnya alesha pun berlalu dan akan pulang kerumahnya menggunakan angkot, aku kembali mendekat ke tempat dimana salsa tengah berkumpul. Namun kini aku berada di tempat yang lebih tersembunyi, salsa tak akan bisa menemukan keberadaanku. Hanya penasaran sebenarnya hal apa yang tengah mereka bahas.
Dari kejauhan aku melihat salsa tampak begitu bahagia penuh canda dan tawa, berbeda sekali dengan sikap dinginnya kepadaku. Ada cemburu dan curiga yang datang bersamaan aku yakin mereka pasti tengah membahas Fasya, lelaki yang di sebutkan oleh adiba tadi.
Setelah beberapa menit berlalu, Salsa dan teman-temannya bubar. Dia berjalan ke arah gerbang keluar, tanpa pikir panjang aku segera menghampiri. Terlihat raut wajahnya berubah masam begitu menyadari kehadiranku.
"Sal, tunggu." panggilku seraya berlari kearah salsa.
“Lu belum pulang ?” tanya salsa dengan nada ketus seperti biasa.
"Belum." jawabku, sementara tatapanku tajam ke arah wajah salsa.
"Kan gw udah bilang, lu pulang duluan aja." ucap salsa dengan nada kesal.
"Emang kamu mau kemana ?"
"Gw ada urusan dulu bentar." jawab salsa.
"Mau jalan sama si fasya itu ya ?" tanyaku langsung to the poin.
Salsa terdiam sejenak, wajahnya berubah tampak kaget, tapi cepat cepat dia menyembunyikannya.
"Apaan sih loh. Gak usah sotoy." ucap salsa mencoba santai.
“Aku mau tanya sesuatu,”
“Tanya apa lagi ?” balas salsa seraya menatapku malas.
“Siapa Fasya ?” tanyaku langsung.
“Lu gak perlu tau, Farel. Itu urusan gue, bukan urusan lu,” jawabnya dingin, kemudian berbalik hendak pergi.
Aku mencengkeram pergelangan tangannya, menghentikan langkahnya.
“Salsa, aku suami kamu. Apa salah kalau aku mau tau sesuatu tentang kamu ?”
Salsa menatapku tajam, seperti ada kemarahan yang tak bisa dia ungkapkan.
“Inget, suami istri itu kalo di rumah, selama di kampus kita cuma temen. Paham ?” tanya salsa.
"Ya aku tau, bukan berarti kamu bisa deket sama cowok lain kan ?"
"Terserah gw dong, lu mau deket sama cewek lain juga terserah." ucap salsa.
"Hah ?" ucapku seraya memaksakan untuk tersenyum.
Kalimat yang di ucapkan salsa seolah menghantam dadaku, aku jadi terdiam untuk sejenak, aku bingung dan tak tahu harus menjawab apa. Apa itu alasan dia bersikap dingin selama ini ?
Bila salsa tak mau memberitahuku siapa itu fasya, berarti aku harus mencari tahu dengan cataku sendiri.
Salsa berlalu meninggalkanku dan entah akan kemana, untuk saat ini mungkin aku hanya bisa diam.
Tunggu sampai batas kesabaranku habis sal.
Aku juga berlalu dan mungkin aku akan pulang lebih dulu, tak peduli apa tanggapan orang tuanya nanti. Perlahan kini aku mulai sadar salsa memang tak pernah menghargai keberadaanku.
Mungkin kamu harus merasa kehilanganku dulu sal, baru kamu sadar.
Saat di parkiran aku bertemu dengan adiba, tanpa pikir panjang langsung saja aku mendekat dan menarik lengan adiba agar mendekat ke arahku juga.
"Farel, lu apa apaan sih ?" tanya adiba setengah terkejut.
"Adiba, gw mau tanya sesuatu sama lu." ucapku dengan tatapan serius.
"Nanya apaan sih ?" tanya adiba seraya menepiskan tanganku.
"Si salsa kemana ?" tanyaku.
"Kepo banget sidi sebuahlu." ucap adiba seray tersenyum.
"Gw serius." ucapku.
"Gw perhatiin sikap lu semenjak prank itu jadi aneh sama si salsa, lu berdua pada kenapa sih ?" tanya adiba setengah menyelidik.
"Kita sebenernya udah ..."
"Udah apaan ?" tanya adiba yang memang menunggu kelanjutan perkataanku.
"Gak apa apa," ucapku baru tersadar.
"Lu naksir sama dia ya ?" selidik adiba.
"Gak penting, yang gw mau tau si salsa sekarang kemana ? Sama siapa ?" tanyaku bertubi tubi.
"Gw juga gak tau, dia bilang mau ke kafe.." ucap adiba namun dia langsung membekap mulutnya sendiri seolah telah mengatakan hal yang tak seharusnya dia katakan.
"Apaan ?" tanyaku penasaran.
"Gak apa apa, gak ada kok. Gw gak tau si salsa pergi kemana." ucap adiba.
"Adiba, lu mending jujur sama gw atau tas lu hancur." ancamku seraya menarik tas adiba, walaupun aku juga tak akan benar benar merusak tas temanku itu.
"Farel, ini tas dari pacar gw. Pliss lepasin." ucap adiba.
"Kasih tau gw dulu." ucapku.
"Yaudah, gw bakal kasih tau tapi lepasin dulu." pintanya setengah memohon.
Aku pun melepaskan cengkraman ku.
"Gak seru lu, maennya ancaman." ucap adiba.
"Si salsa mau ke kafe." ucap adiba.
"Kafe mana ?" tanyaku.
"Kafe biasa." jawab adiba.
"Biasa tuh yang mana ?"
"Kafe perempatan."
"Sama siapa dia kesana ?" tanyaku lagi dengan tatapan yang tak kalah tajam.
"Gak tau."
"Jawab jujur aja." pintaku setengah melotot.
"Si fasya." jawab adiba, karna merasa takut akhirnya dia membocorkan apa yang seharusnya dia rahasiakan.
Fasya lagi, fasya lagi..
"Siapa dia ? Ada hubungan apa dia sama salsa." tanyaku lagi.
"Kepo lu."
"Cepetan kasih tau gw."
"Emang lu siapa nya salsa hah ?" tanya adiba. Sial, apa harus ku bocorkan saja siapa aku sebenarnya ? Keinginan salsa untuk tak siapapun mengetahui status diantara kita sangat menjadi boomerang untukku.
"Ah lu."
"Lu kenapa sih ? Lu kesel si salsa jalan sama fasya, kenapa marah marahnya sama gw ?" tanya adiba tak terima.
"Sorry, kebawa emosi." ucapku.
"Gak jelas, makanya jangan suka sama temen sendiri. Udah bener lu temenan aja, pendem aja rasa suka lu." ucap adiba, aku seperti di sadarkan oleh perkataannya.
Memang benar, tak seharusnya aku menyukai salsa. Lebih tepatnya orang yang tak menyukaiku juga.
Adiba berlalu, dia benar benar tak ingin memberitahuku siapa itu fasya. Baik akan ku cari tahu sendiri. Untuk saat ini mungkin aku akan bersikap seolah aku tak tahu apa apa.
Namun, pikiranku ternyata malah jadi tak tenang akibat mengetahui salsa berduaan dengan fasya di kafe. Jujur saja aku tak rela, aku pun sebagai suaminya tak pernah bisa berduaan mengobrol apalagi sampai bercanda. Bersama salsa ternyata enak cuma temenan aja ya ?
Setelah tahu kenyataan itu dari adiba, niat untuk pulang lebih dulu telah aku urungkan.
Aku menghabiskan waktu sendiri dengan menyentuh barang yang sudah lama ku tinggalkan, aku juga merokok kembali. Uang yang niatnya akan ku berikan pada salsa ku habiskan untuk membeli barang barang itu.
Untuk menyusul salsa menuju kafe pun aku tak kuasa, aku takut emosiku akan meledak disana. Jadi ku lampiaskan amarah dengan caraku sendiri.
Benar saja malam ini aku pulang lebih larut dari biasanya, sengaja menunda waktu untuk sejenak menenangkan diri. Namun, begitu masuk ke dalam rumah, aku terkejut mendapati Tante Linda yang duduk di ruang tamu, sepertinya dia juga tengah menungguku.
Ya aku pulang ke rumahnya salsa.
"Mih ?" sapaku.
“Farel, kamu baru pulang ?” tanyanya lembut.
Aku mengangguk kecil.
“Iya, Mih. Kenapa belum tidur ?” tanyaku basa basi.
Dia menatapku sejenak sebelum berbicara.
“Kalian kenapa ?" tanya tante linda.
"Kenapa apa mih ?" tanyaku.
"Tadi salsa mamih tanyain kamu dia jawabnya aneh, sekarang kamu juga pulang larut. Kalian berdua lagi ada masalah ya ?" tanya tante linda.
Aku terdiam sejenak.
"Kita baik baik aja mih, hari ini aku ambil kerja part time jadi pulangnya agak malem." jawabku. Aku tak ingin tante linda mengetahui apa yang telah terjadi.
"Bagus deh kalo kalian baik baik aja. Mamih cuma takut." ucap tante linda khawatir.
"Yaudah, aku naik dulu ya mih." pamitku, tante linda hanya mengangguk. Aku pun naik ke lantai 2 menuju kamar salsa.
Entah apa yang harus ku katakan nanti saat berpapasan dengan salsa. Kecewa ? Jujur saja aku kecewa.