Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Tiba di stasiun kereta api, Ros turun dengan bingung. Sementara Hana sudah berjalan mengambil posisi dimana biasa ia berdiri.
Tentulah itu adalah tempat kenangan terakhir bersama sang suami.
Ros mendesah berat, lalu mendekati kakak iparnya. "Kak, mending duduk di sana, sambil makan." bujuk Ros, sedikit mengacau Hana.
Hana menoleh, lalu tersenyum.
Benar kata emak Romlah, jikalau Hana hanya menunggu kereta berangkat, Memandanginya dengan sendu seolah ada seseorang di dalamnya, lalu terdiam.
"Kak." Ros memanggilnya.
Hana bergeming, kemudian ia menoleh sang adik dengan senyum tipis yang nampak getir.
"Akak pernah jumpe seseorang, wajahnya seiras dengan Abang Rayan, di sini."
"Hah?" Ros semakin dibuat terperangah oleh kata-kata yang terlontar dari kakak iparnya itu, dia jadi berpikir kalau-kalau benar, Hana sudah sedikit....
"Tapi tak same." sambung Hana, lalu berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah pelan.
Sementara Ros masih diam terpaku memandangi punggung Hana yang mulai menjauh.
"Kak Hana nggak lagi halu kan? Masak iya kak Hana sampai..?" Ros menggaruk keningnya yang tidak gatal sambil bergumam sendiri.
Lama dia berpikir hingga Hana semakin jauh. Ros segera menyusulnya.
"Kak Hana, kita makan dulu. Ros laper!" rengek Rosa, dia berusaha mensejajarkan kakinya dengan Hana, namun perempuan itu malah berjalan lebih cepat.
"Akak nak ke showroom." jawabnya.
"Ngapain?" tanya Ross, heran.
"Beli kerite lah, tak lelah ke jalan kemane-mane pun nak telepon taksi? Lama pula tu!" sahut Hana, dia menoleh kiri kanan, ingin segera menyeberang.
"Kak Hana mau beli mobil?" tanya Ros memastikan.
"Ye! beberapa pekan lagi kau nak wisuda. Elok lah kite gune mobil sendiri. Ibu dan bapak tak payah naik taksi."
Hana menyeberang lebih dulu, meninggalkan Ros yang masih tampak bingung. "Kak Hana, tung_"
Brakk!
Sebuah mobil melaju dan menabrak Hana, Hana terpental, tidak terlalu keras, namun kepalanya membentur ujung tembok pembatas jalan yang tajam.
"Kak Hana!"
Ros segera memangku Hana yang ternyata masih sadar, dia meringis sakit dan terlihat lemas.
"Kak Hana!" dia ketakutan.
"Tolong! Tolong!" Teriak Ros lagi memanggil siapa saja.
Hana memegangi keningnya yang yang berdarah lumayan banyak, mengucur membasahi tangannya yang berusaha menutupi.
"Kak Hana!" teriak Ros lagi, ia menangis ketakutan.
"Ros, Hana!" dari kejauhan tetangga Ros itu berlari cepat, namun sampainya lambat.
"Tolong Bang Jay!"
Jay yang ternyata juga sedang menarik angkot di sana berlari menolong Hana.
Jay langsung membukakan pintu mobil taksi yang kebetulan juga berhenti.
"Pak, kita ke rumah sakit." pinta Rosa kepada supir taksi.
"Kak Hana berdarah." ucap Jay, dia terlihat khawatir.
"Tak ape." Hana Menyahut sambil meringis. Suaranya pelan dengan mata terpejam.
"Gimana ini Ros." ucapnya dengan wajah memelas, dia ketakutan melihat darah Hana semakin banyak.
"Ros takut Bang Jay." dia pun kebingungan, mengelap darah Hana dengan tisu.
Hingga tiba di rumah sakit.
"Dokter, suster! Tolong!" Rosa berteriak panik.
Hana langsung di bawa menuju ruang rawat untuk segera membersihkan lukanya.
"Ini harus di jahit." ucap seorang perawat, memandangi wajah Hana yang meringis.
Perawat itu pula melonggarkan kerudung Hana, sambil memeriksa bagian mana lagi yang mungkin terluka.
Hana menyandar sambil menutup mata, kepalanya terasa pening dan tak nyaman. Dia pun sebenarnya ketakutan, masih terbayang bagaimana mobil menghantam tubuhnya yang kecil, seperti melayang.
"Panggil dokter." titah seorang perawat kepada rekannya.
"Dokter sedang menuju kemari." jawabnya pula. Mereka terus berkutat membersikan luka dan memeriksa Hana.
Hingga suara langkah mendekati ruangan berukuran 3x3 meter itu.
Suasana tiba-tiba hening. Para perawat yang tadi sibuk menyentuh luka Hana, kini diam entah mengapa.
"Dokter, tidak ada luka serius, hanya luka di keningnya cukup banyak mengeluarkan darah." seorang perawat melaporkan.
Namun sepertinya, sang dokter enggan menyahut, Hana jadi bingung dengan mereka yang tiba-tiba diam saja, sementara lukanya terasa sakit sekali. Ia penasaran, namun berat untuk membuka mata.
Dia tidak tahu kalau Dokter yang merupakan seorang pria tampan itu terkesima menatap wajah Hana yang terluka. Beberapa detik matanya tak berkedip dengan bibir merahnya ikut terbuka sedikit.
"Dok! harus segera di jahit!" ucap sangat perawat lagi, seolah mengingatkan.
"Oh, biar aku saja yang menjahitnya."
Hana terkejut mendengar seseorang berkata. Suaranya seperti tak asing, Hana sangat kenal suara itu! Ya, dia mengenalnya... Dia tidak akan salah.
Seketika mata indahnya terbuka dengan memaksa. Dan betapa terkejutnya ia mendapati seorang pria yang sedang memandangi wajahnya begitu dekat.
Dia sedikit membungkuk, satu tangannya terulur memegangi luka Hana, memeriksanya. Namun matanya tak lepas dari wajah cantik Hana hingga tak berkedip. Dia terdiam kagum.
Sementara Hana menggeleng dengan wajah tegang. Dadanya naik turun lebih cepat. Hana bergumam dengan wajah kian memucat. Berkali-kali ia mengedipkan matanya yang terasa berat, namun semakin kesat dan pedih menyadari itu bukanlah mimpi.
Bagaimana caranya, seseorang yang sudah pergi kini ada di hadapannya lagi.
Dia terlalu rindu, dia pun tersenyum menolak sadar dari mimpi yang samar.
"Bang Rayan." lirihnya.
Seketika ruangan menjadi gelap.
Seiring dengan berubahnya ekspresi wajah dokter muda itu, dia terlihat panik hingga menepuk wajah Hana pelan. Memanggilnya beberapa kali.
"Dia pingsan."
Sementara di luar, Jay menunggu dengan gelisah. Ros pergi keluar mengambil uang dan mengurus administrasi rumah sakit.
Hingga beberapa saat setelahnya, dua orang suster keluar sambil membuka masker yang menutupi wajahnya.
"Bagaimana Suster?" Jay mendekat dengan wajah panik.
"Oh, kerabat anda hanya mengalami luka ringan. Sekarang sedang pingsan akibat terkejut. Tidak ada yang serius." ucap sang perawat.
Jay pun mengangguk, dan dua perawat pun berlalu dengan cekikikan, entah apa yang sedang mereka bicarakan, Jay tidak mengerti.
Jay memegangi handle pintu ruangan rawat Hana, ia mengintip sedikit, tentunya dia tidak berani masuk ke dalam tanpa izin Ros. Dia akan marah.
Namun tiba-tiba pintu terbuka dari dalam, dan seseorang keluar menyapa Jay.
"Anda keluarganya?" tanya sang dokter, lalu membuka maskernya.
"Saya_" namun kata-kata Jay terhenti.
Jay mendongak seperti anak kecil mengharapkan buah matang jatuh dari pohonnya. Dia menatap sang dokter dengan mata melebar dan mulut terbuka.
"Apakah anda saudaranya?" tanya dokter muda itu lagi mengulangi pertanyaannya.
Namun tetap sama, Jay menatapnya seperti tak bisa berkata-kata.
"Baiklah." Dokter muda itu menutup kembali wajahnya dengan masker yang tadi sempat di lepas, lalu meninggalkannya.
Seketika pula Jay yang mamatung kini bergerak kaku.
"Ha... Ha...Ha... Han...tu!"
Brugh
Jay pun pingsan di lantai, seperti anak kecil yang jatuh begitu saja. Orang yang melihat merasa lucu, namun ada pula yang menolongnya terburu-buru.
*
*
*
"Ada-ada aja sih. Bukannya nolongin malah ikut pingsan." gerutu Rosa ketika mendapati Jay tergeletak di kerumuni orang di depan ruangan Kakaknya.
Beberapa menit kemudian dia sadar, lalu berkata aneh sambil memegangi tangan Rosa.
"Ada hantu Ros, ada hantu." ucapnya terdengar seperti mengigau.
"Hantu apanya? Siang bolong begini mana ada hantu?" kesal Rosa, menepis tangan Jay yang kecil.
"Ada Ros! Hantu!" ucapnya lagi.
"Mana?" bentak Rosa, melihat sekeliling tak ada siapapun kecuali Hana yang belum sadar.
"Ros, aku melihat hantu kakak mu. Ada Rayan tadi di sini." Jay menunjuk lantai tempat mereka berada dengan wajah yang serius.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..