Tiga ribu tahun setelah Raja Iblis "Dark" dikalahkan dan sihir kegelapan menghilang, seorang anak terlahir dengan elemen kegelapan yang memicu ketakutan dunia. Dihindari dan dikejar, anak ini melarikan diri dan menemukan sebuah pedang legendaris yang memunculkan kekuatan kegelapan dalam dirinya. Dipenuhi dendam, ia mencabut pedang itu dan mendeklarasikan dirinya sebagai Kuroten, pemimpin pasukan iblis Colmillos Eternos. Dengan kekuatan baru, ia siap menuntut balas terhadap dunia yang menolaknya, membuka kembali era kegelapan yang telah lama terlupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusei-kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan yang Tak Terhindarkan
Suasana Akademi Altais siang itu tampak biasa saja. Sinar matahari menembus sela-sela pepohonan, menyinari halaman luas di tengah akademi. Namun, ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang sedang membara di dalam hati Yusei Shimizu. Sejak kedatangannya di akademi ini, Yusei merasa semakin dekat dengan tujuannya—untuk memahami misteri yang mengelilingi keluarganya, yang dihancurkan oleh Kuroten dan pasukan iblisnya. Meskipun hari-harinya di Akademi Altais berjalan dengan biasa, rasa dendam dan rasa penasaran terus membara di dalam dirinya.
Hari itu, Yusei memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian di luar kampus, mencari ketenangan. Pedangnya, Suijin no Tsurugi, tergantung di punggungnya, seolah-olah melindungi dirinya dari berbagai ancaman. Ketika berjalan di antara pepohonan yang rindang, langkah Yusei berhenti tiba-tiba saat ia merasakan keberadaan seseorang di dekatnya.
Langkah kaki yang penuh percaya diri. Suara angin yang bergerak menyisakan aroma kesombongan. Yusei sudah bisa menebak siapa yang muncul di hadapannya.
"Ah, jadi kamu juga keluar, Kiria?" Yusei berkata dengan nada datar, matanya menatap Kiria Akazuchi yang berdiri di hadapannya. Kiria, dengan rambut hitam pekat dan tatapan penuh kekuatan, tersenyum sinis.
"Yusei Shimizu, 'sang terakhir dari klan Shimizu,'" Kiria memulai dengan nada mengejek. "Apa yang bisa diharapkan dari klan pedang yang sudah punah? Aku rasa kamu bukan siapa-siapa di sini."
Yusei hanya diam, tidak membalas ejekan itu. Sudah terlalu sering ia mendengar kata-kata seperti itu, namun hal itu tidak mengubah satu hal—yaitu tekadnya untuk menjadi lebih kuat.
Kiria melangkah maju, menantang. "Aku rasa, untuk sekali ini, aku akan mengajarkanmu betapa rendahnya posisi kamu di dunia ini. Tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatanku." Kiria tidak menggunakan pedang, karena menurutnya pedang hanya milik mereka yang memiliki mana rendah. Sebagai keturunan Akazuchi, ia mengandalkan kekuatan petir yang ada di dalam dirinya.
Mata Yusei menyipit, namun ia tidak takut. "Kita lihat saja, Kiria."
Tiba-tiba, Kiria melangkah cepat ke depan, dan dalam sekejap, ia mengangkat tangannya ke udara. Sinar petir berkilat di sekeliling tubuhnya, menggema seperti suara guntur. "Listrik Hitam!" teriaknya.
Seketika, seberkas petir berwarna gelap mengarah lurus ke Yusei. Dengan sigap, Yusei menarik pedangnya, Suijin no Tsurugi, dan menahan serangan itu dengan ayunan cepat. Tercipta percikan api dan uap ketika petir bertemu dengan pedang, namun Yusei berdiri kokoh, tidak terpengaruh oleh serangan itu.
Kiria melompat mundur dan mengubah taktiknya. "Ternyata kamu tidak seburuk yang kubayangkan." Kiria menyeringai, matanya penuh kebencian dan rasa ingin mengalahkan. Dia kembali melontarkan serangan petir, kali ini dalam bentuk sambaran guntur yang lebih kuat.
Yusei menghindar dengan gerakan cepat. "Kekuatan petirmu tidak akan bisa menembusku begitu saja." Dengan satu gerakan, Yusei memutar pedangnya, menciptakan perisai air di sekeliling dirinya. Setiap sambaran petir yang datang menabrak perisai itu dan menciptakan semburan percikan kecil.
"Ternyata kamu cukup tangguh, Shimizu." Kiria mengamati dengan seksama. "Tapi aku akan menunjukkan kekuatan sesungguhnya!" Matanya bersinar tajam, dan tiba-tiba dia menghentakkan kedua tangannya ke tanah. "Arus Listrik!" serunya.
Dari tanah, petir kembali menyembur dengan kekuatan yang lebih besar. Arus petir itu menyapu tanah dengan cepat, menargetkan Yusei yang tidak punya banyak waktu untuk menghindar. Dengan cepat, Yusei mengangkat pedangnya, memfokuskan mana-nya untuk menciptakan dinding air yang lebih besar. Petir menyambar dinding itu dengan suara menderu, namun dinding air itu mampu bertahan, bahkan memantulkan sebagian besar serangan kembali ke tanah.
Kiria terkejut. "Apa?!"
Yusei mengendalikan air dengan sempurna, seperti yang selalu dia lakukan. Dalam pertempuran ini, tidak hanya pedangnya yang menjadi kekuatan utamanya, tetapi juga sihir air yang sangat kuat.
Melihat Kiria yang sedang bingung, Yusei merasa ini adalah saat yang tepat. Tanpa peringatan, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, dan memfokuskan mana ke dalam pedang itu. "Gelombang Pasang!" teriaknya.
Dengan gerakan cepat, Yusei memotong udara, dan sebuah ombak besar terbentuk, menghancurkan segala sesuatu di jalurnya. Gelombang itu menghantam Kiria dengan kecepatan luar biasa, membuatnya terlempar mundur. Kiria berusaha menghindar, namun ombak itu begitu kuat, hingga menghantamnya dengan telak.
Kiria terjatuh ke tanah, berlumuran air dan terengah-engah. "Agh… tidak mungkin…"
Yusei berdiri dengan tenang, menurunkan pedangnya. "Kekuatan petirmu hanya sebanding dengan kekuatanmu sendiri, Kiria. Jangan pernah meremehkan siapa pun hanya karena mereka tidak menggunakan sihir seperti kamu."
Namun, sebelum Kiria bisa bangkit, suara langkah kaki mendekat dari kejauhan. Seperti suara langkah-langkah cepat yang memecah keheningan. Yui Mizuki, yang kebetulan lewat, muncul di tempat kejadian.
"Yusei! Kiria! Berhenti!" serunya, melihat situasi yang memanas. Yui menatap mereka berdua dengan tatapan khawatir. "Kalau kalian terus berkelahi di sini, kita akan dihukum karena membuat keributan. Banyak orang yang akan datang dalam waktu dekat."
Yusei menatap Yui sebentar, kemudian menurunkan pedangnya dan berdiri tegak. "Kalian beruntung, Kiria," katanya dengan nada datar. "Aku tidak ingin keributan lebih lanjut."
Kiria bangkit dengan gerakan kasar, tampak sangat marah. "Aku tidak akan melupakan ini, Shimizu. Suatu saat nanti, kita akan bertarung lagi. Tapi kali ini, aku tidak akan kalah!"
Dengan penuh amarah, Kiria berbalik dan pergi meninggalkan tempat itu, meninggalkan Yusei dan Yui. Yusei hanya mengangkat bahu, tidak terlalu mempedulikan perkataan Kiria.
Yui mendekati Yusei dengan senyum lembut. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya.
Yusei mengangguk ringan. "Aku baik-baik saja, Yui. Hanya sedikit… ujian dari Kiria."
Yui tersenyum, walau sedikit khawatir. "Aku khawatir, kamu tahu. Bertarung di luar seperti itu sangat berbahaya. Terutama kalau sampai ada yang melihat."
"Tenang saja," jawab Yusei dengan tenang. "Aku tahu batasanku."
Mereka berjalan bersama menuju Akademi Altais. Sementara itu, Kiria yang masih marah terus melangkah menjauh, pikirannya dipenuhi rasa malu dan kebencian. Pertarungan itu tidak hanya menguji kemampuannya, tetapi juga menghancurkan rasa percaya dirinya.
Namun, satu hal yang pasti—pertempuran ini bukanlah yang terakhir. Yusei dan Kiria akan berhadapan lagi di masa depan, dan keduanya tahu bahwa saat itu tiba, pertarungan mereka akan lebih sengit dari sebelumnya.
---