Sasa, seorang gadis SMA yang tertekan oleh ambisi ayahnya untuknya menjadi dokter, mendapati pelarian dalam persahabatan dengan Algar. Namun, persahabatan mereka berakhir tragis ketika Sasa menyerahkan keperawanannya kepada Algar, yang kemudian menghilang tanpa jejak. Terjebak antara tekanan ayahnya dan rasa kehilangan yang mendalam, Sasa harus mencari cara untuk mengatasi kedua beban tersebut dan menemukan jalan menuju kebahagiaan dan jati dirinya di tengah kesulitan.
Butuh support guys, biar author makin semangat upload-nya
Jangan lupa
* LIKE
* KOMENT
* VOTE
* HADIAH
* FAVORIT
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melita_emerald, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4 (Dalam Dekat yang Terucap)
Setelah makan siang bersama Rina, suasana di rumah kembali sepi. Rina meminta izin kepada Sasa, "Sa, mbak nggak bisa nginep malam ini. Anak Mbak lagi sakit, mbak udah izin ke mama dan papa kamu, mereka bilang nggak masalah. Kamu bisa ajak teman-teman nginep, ya?"
Sasa mengangguk, sedikit merasa lega karena Rina tidak akan menginap. "Oke, Mbak. Gue ngerti, lo pulang aja. Gue bakal ajak Clara sama Andin buat nginep." Rina tersenyum sebelum mengambil tasnya dan pamit. "Kalau ada apa-apa, kabarin ya, Sa."
Setelah Rina pergi, Bibik juga mendekati Sasa, "Non, Bibik juga mau pulang ya. Udah sore, besok pagi Bibik balik lagi."
Sasa mengangguk lagi, kali ini lebih santai. "Iya, Bibik. Hati-hati di jalan." Dengan itu, rumah besar itu pun resmi kosong, menyisakan Sasa sendirian di dalamnya.
Menjelang sore, Sasa segera menghubungi Clara dan Andin untuk datang. Namun, telepon pertamanya ke Clara mendapat jawaban yang tidak diharapkan. "Sorry, Sa. Gue lagi nginep sama nyokap di hotel buat vacation, jadi nggak bisa datang."
Sasa mendesah pelan, kecewa. "Oh, yaudah deh. Have fun ya di sana."
Tak putus asa, Sasa segera menelpon Andin. "Din, lo bisa datang ke rumah nggak? Gue sendirian nih."
Namun, jawaban Andin juga mengecewakan. "Duh, Sa, gue nggak bisa. Gue diajak nyokap ke rumah nenek. Mungkin besok baru balik."
Sasa mendesah panjang, merasa frustrasi. "Oke deh, Din. Gue cuma sendirian nih di rumah. Tapi ya udah, lo hati-hati ya."
Setelah panggilan itu, Sasa termenung sebentar. Rasa sepi mulai merayap masuk. Dia tidak suka sendirian di rumah besar ini. Dengan cepat, dia memutuskan untuk menelpon Algar.
"Al, lo lagi di mana?" tanyanya begitu panggilan tersambung.
"Di rumah, kenapa?" jawab Algar dengan nada santai.
"Lo bisa nggak datang ke rumah gue? Gue sendirian nih, Rina sama Bibik pada pulang," pinta Sasa, suaranya sedikit memelas.
Algar ragu sejenak. "Duh, Sa, gue sebenernya nggak bisa deh. Lagian, lo sendirian cewek di rumah, nggak enak."
Sasa mendesah keras. "Please, Al. Gue beneran butuh temen sekarang. Lo nggak usah lama-lama, cuma sebentar aja."
Algar terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya mengalah. "Oke, gue izin nyokap dulu, ya. Tunggu bentar."
Beberapa menit kemudian, Algar kembali di telepon. "Oke, nyokap gue ngizinin. Gue otw ya."
Sasa merasa lega mendengar itu. "Yes, thank you, Al! Gue tunggu ya."
Ketika Algar akhirnya tiba di rumah Sasa, dia disambut dengan senyum cerah. "Akhirnya lo datang juga!" seru Sasa, terlihat sangat ceria.
Algar tersenyum tipis, melepaskan helmnya. "Ya iya, kan lo minta banget. Gimana, mau ngapain nih?"
"Ayo, kita main air di kolam renang! Gue udah siapin makanan dan minuman juga buat kita," kata Sasa penuh semangat, menarik lengan Algar menuju bagian belakang rumah di mana kolam renang berada.
"Apa? Main air? Nggak dingin?" tanya Algar setengah terkejut, tapi Sasa hanya tertawa.
"Nggak lah, lo kan suka berenang. Ayo cepetan ganti baju, gue tunggu di kolam!" Sasa segera berlari masuk ke dalam rumah untuk mengganti bajunya.
Beberapa menit kemudian, mereka berdua sudah berada di pinggir kolam renang. Sasa dengan antusias melompat lebih dulu ke air, memercikkan banyak air ke arah Algar yang masih ragu-ragu di tepi.
"Come on, Al! Nggak usah malu-malu gitu!" seru Sasa, tertawa riang.
Akhirnya, Algar pun ikut terjun ke kolam, dan mereka mulai bermain air dengan penuh keceriaan. Tawa mereka bergema di sekitar kolam, seolah mengusir rasa sepi yang sempat melingkupi rumah itu.
"Eh, lo serius sendirian aja di rumah?" tanya Algar ketika mereka beristirahat di pinggir kolam, menikmati camilan yang disiapkan Sasa.
"Iya, mereka semua pergi. Gue tadinya mau ajak Clara sama Andin, tapi mereka nggak bisa datang," jawab Sasa, menyandarkan punggungnya di kursi berjemur.
Algar mengangguk, sedikit merenung. "Ya, lo pasti ngerasa sepi kalau sendirian di rumah gede kayak gini."
Sasa mengangguk, tatapannya menerawang. "Iya, makanya gue ajak lo. Kadang gue ngerasa kayak orang tua gue nggak terlalu peduli. Mereka sibuk terus, sering pergi. Gue bosen."
Algar mendengarkan dengan serius, tangannya sesekali memainkan rambut basahnya. "Gue ngerti, Sa. Tapi lo harus kuat. Mereka mungkin sibuk, tapi pasti mereka sayang sama lo."
Sasa tersenyum tipis, mengangguk pelan. "Iya, gue tahu. Makanya gue seneng lo bisa datang. Gue butuh temen buat ngelewatin ini semua."
Mereka pun melanjutkan obrolan ringan sambil menikmati sore itu, bermain air hingga matahari mulai terbenam. Meski rumah besar itu tetap terasa sepi, kehadiran Algar membuatnya sedikit lebih hangat dan penuh canda.
Setelah bermain air sejenak, suasana di kolam renang menjadi lebih santai. Sasa berenang pelan mendekati Algar, wajahnya tersenyum penuh keakraban. "Eh, lo capek nggak?" tanyanya lembut, mendekatkan dirinya hingga jarak mereka hanya beberapa sentimeter.
Algar tersenyum kecil, sedikit meneguk napas. "Nggak juga, lo gimana? Kayaknya lo yang lebih banyak gerak tadi."
Sasa tertawa kecil, menggoda dengan percikan air ke wajah Algar. "Ya karena gue yang ngajak lo main! Masa gue diam aja."
Namun, tawa mereka mereda ketika Sasa, dengan spontan, mendekatkan wajahnya lebih dekat ke Algar. "Lo tau nggak, Al, gue selalu merasa nyaman kalau bareng lo. Kadang gue mikir, kalau lo nggak ada, mungkin gue bakal lebih sering sendirian," ucapnya, nada suaranya lebih lembut dan penuh kejujuran.
Algar terdiam sejenak, matanya tak bisa lepas dari Sasa. Dia menyentuh pipi Sasa dengan lembut, jemarinya yang basah menyusuri kulit wajahnya yang halus. "Gue juga ngerasa begitu, Sa. Lo selalu bisa bikin gue tenang," balas Algar, suaranya pelan namun dalam.
Mata mereka bertemu, dan ada momen singkat di mana dunia seolah berhenti. Mereka berdua tersenyum, dan tanpa sadar, tubuh mereka semakin dekat. Sasa menyandarkan kepalanya di bahu Algar, merasa nyaman berada di dekatnya.
"Ayo, kita keluar, nanti malah masuk angin," ujar Algar akhirnya, memecah suasana tenang itu dengan tawa kecil. Sasa mengangguk, dan mereka pun keluar dari kolam, mengeringkan tubuh dan segera berganti pakaian.
Setelah mandi dan mengganti baju, mereka berdua menuju ruang tamu. Sasa menghidupkan TV, mencari acara yang bisa mereka tonton bersama. "Mau nonton apa? Film romantis? Atau komedi aja biar kita ketawa-ketawa?"
Algar yang sudah duduk nyaman di sofa tertawa. "Lo mau nonton romantis? Kok jadi kayak kita lagi pacaran aja."
Sasa tertawa lepas mendengar komentar itu. "Apaan sih! Gue cuma nanya. Yaudah, kita nonton komedi aja biar santai."
Akhirnya, mereka memutuskan untuk menonton film komedi. Tawa mereka pecah saat adegan-adegan lucu muncul di layar. Sasa, yang duduk bersebelahan dengan Algar, tak henti-hentinya bercanda dan mengomentari film. Kadang, dia memukul pelan lengan Algar sambil tertawa keras ketika ada adegan yang menurutnya konyol.
"Lo nih kalau ketawa bisa heboh banget, Sa," kata Algar sambil tertawa melihat Sasa yang hampir terjatuh dari sofa karena terlalu banyak bergerak.
"Yah, abisnya filmnya lucu banget, sih! Gue nggak bisa tahan," jawab Sasa sambil menyeka air mata karena terlalu banyak tertawa.
Setelah beberapa jam menonton, suasana menjadi lebih tenang. Mereka tetap saling bercanda, tapi sekarang suasana di antara mereka terasa lebih hangat dan akrab. Di tengah percakapan ringan, Sasa merasa sangat bersyukur punya teman seperti Algar yang selalu ada di sisinya.
Malam itu berakhir dengan mereka berdua tertidur di sofa, kelelahan setelah hari yang penuh keseruan. Meski awalnya Sasa merasa sepi, kehadiran Algar membuat rumah besar itu terasa lebih hidup dan hangat.
Tq All, jangan lupa dukung.
LIKE
KOMENT
VOTE
HADIAH
FAVORIT
#Typo bertebaran
...
..
.
.
.