NovelToon NovelToon
Sebuah Pilihan

Sebuah Pilihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua / Enemy to Lovers
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: keisar

Hidup Kian berubah drastis setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa ibu Keira, putri dari sahabat dekat kakeknya. Di tengah keputusasaan, Kian harus menghadapi permintaan terakhir dari ayah Keira yang sedang kritis—sebuah permintaan yang mengguncang hatinya: menikahi Keira dan melindunginya dari segala ancaman yang mengintai. Terjebak di antara janji yang berat dan perasaannya yang masih tak percaya pada cinta karena Stella, mantannya yang mengkhianati.

Kian dihadapkan pada pilihan sulit yang
akan menentukan masa depan mereka berdua. Haruskah ia memenuhi janji terakhir itu atau mengikuti kata hatinya yang masih dibayangi cinta masa lalu? Di tengah kebimbangan dan tekanan dari berbagai pihak, keputusan Kian akan mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebetulan

Di Bandara...

Suasana di bandara terasa sedikit berat bagi keluarga Firdausi. Mereka semua berkumpul di area keberangkatan, memandangi Keira yang berdiri dengan koper besar di sampingnya, siap terbang ke Inggris. Meski ini bukan kali pertama Keira bepergian jauh, namun kali ini terasa berbeda. Ia berangkat sendiri tanpa adanya orang tuanya.

Seorang pria bertubuh kekar, George, berdiri tegak di samping Keira, siap menjalankan tugasnya. Dengan postur yang tegap dan raut wajah serius, ia jelas tidak hanya seorang sopir pribadi, tapi juga pengawal yang dipercayakan oleh Norman, ayah Keira.

“George, jangan lupa jaga anak saya baik-baik di sana, ya,” ucap Norman, nadanya tegas namun penuh harapan.

“Siap, Bos. Nggak usah khawatir, saya bakal pastiin Miss Keira aman,” jawab George dengan hormat, suaranya dalam dan meyakinkan.

Keira menghela napas panjang, merasa sedikit kesal sekaligus tersentuh dengan perhatian berlebihan dari keluarganya. “Ya ampun, Pa! Aku udah gede, umurku 22 tahun. Masa masih harus dikawal juga? Aku bukan anak SD lagi,” protes Keira sambil memelototi ayahnya, meski ada senyum tipis di bibirnya.

Norman hanya tertawa kecil, menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. “Tetap aja, sayang. Kamu mungkin udah 22, tapi buat Papa dan Mama, kamu tetap anak kecil yang harus dilindungi,” sahutnya sambil mengusap rambut Keira.

“Iya, Kak. Kamu tuh kan baru pertama kali ngurusin cabang perusahaan di luar negeri. Kalau ada apa-apa, gimana? Kami semua khawatir,” tambah Wendy dengan nada khawatir, tapi juga lembut.

Keira mendesah pelan. Ia tahu, seberapapun ia mencoba meyakinkan, keluarganya tidak akan pernah benar-benar merasa siap melepasnya pergi begitu saja. “Ma, Pa, aku bakal baik-baik aja. Di sana juga ada George. Lagian aku udah ngerti gimana harus jaga diri,” katanya, mencoba menenangkan kekhawatiran yang terasa di udara.

Norman dan Wendy saling bertukar pandang, lalu Wendy melangkah maju dan memeluk Keira erat. “Mama percaya kamu bisa. Tapi ingat, kalau ada apa-apa, jangan ragu buat hubungi kita, ya? Dan jangan lupa jaga kesehatan,” pesannya dengan suara yang sedikit bergetar.

Keira membalas pelukan ibunya, sedikit terharu dengan perhatian yang terus-menerus diberikan padanya. “Iya, Ma. Aku nggak bakal lupa. Kalian juga jangan terlalu khawatir, aku nggak akan kenapa-kenapa,” ucapnya, berusaha terdengar ceria meski hatinya merasa berat meninggalkan rumah.

“Dan jangan lupa video call tiap hari!” sahut Tasya, adik Keira, yang sedari tadi hanya diam memperhatikan. Matanya mulai berkaca-kaca, seolah tidak rela melepas kakaknya pergi jauh.

Keira tertawa kecil sambil mengacak rambut adiknya. “Iya, iya. Setiap hari, oke? Aku janji.”

Tak lama kemudian, pengumuman boarding terdengar, menandakan waktunya semakin dekat. Keira menarik napas panjang, menatap keluarganya satu per satu. Meskipun sudah siap dengan segala urusan di Amerika, perasaan canggung dan haru tetap terasa.

“Baiklah, aku harus pergi. Kalian semua jaga diri ya,” pamit Keira, melambai sambil mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.

Norman, Wendy, dan Tasya melambai balik, senyum terukir di wajah mereka meskipun hati terasa berat. George kemudian membantu membawa koper-koper Keira, mengiringinya ke pintu keberangkatan.

“Keira, inget! Kalau ada apa-apa, langsung kabarin Papa, ya!” ucap Norman dengan suara yang agak serak, tapi penuh dengan otoritas khas seorang ayah.

“Iya, Pa! Aku janji!” balas Keira sebelum akhirnya berjalan menjauh.

.....................

Di Dalam Pesawat...

Keira memasuki pesawat dengan langkah cepat, matanya sibuk mencari nomor kursinya di deretan bangku penumpang. Tanpa sengaja, ia menabrak seseorang yang sedang berdiri di depannya.

"Eh, maaf ya, Mas," ucap Keira cepat, sambil melirik pria yang mengenakan hoodie hitam, topi, dan masker, yang menutupi wajahnya hampir sepenuhnya.

"Nggak apa-apa," jawab pria itu singkat, suaranya terdengar dalam namun tenang. Ia baru saja menaruh kopernya di kabin atas, lalu menoleh kembali ke arah Keira. Mata pria itu tampak terkejut saat mengenali wajah Keira di hadapannya. "Loh, Keira?"

Keira mengerutkan kening, bingung. “Hah? Mas kenal saya?” tanyanya sambil mencoba mengingat siapa pria di depannya.

Pria itu duduk di kursinya, tepat di samping jendela pesawat, lalu membuka topi dan maskernya. Wajah yang muncul tak asing lagi bagi Keira—itu Kian.

"Kian? Kebetulan banget kita bisa ketemuan lagi," ucap Keira, tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. Ia segera menaruh kopernya di kabin dan duduk di kursi yang kebetulan bersebelahan dengan Kian.

"Iya, kebetulan banget. Lu juga ke Inggris?" tanya Kian sambil tersenyum kecil.

Keira mengangguk sambil merapikan tempat duduknya. “Iya, ada urusan pekerjaan di sana, ngurus cabang anak perusahaan," jawabnya sambil menghela napas. "Kalau kamu sendiri?”

“Nggak ada kerjaan, cuma healing tai kucing aja,” jawab Kian dengan nada sarkastik, menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Tanpa mereka sadari, dua pria yang duduk tak jauh dari mereka mengamati dengan cermat. Salah satunya adalah George, pengawal pribadi Keira, dan yang lainnya Deren Daryand, paman Kian. Meskipun secara teknis Deren adalah pamannya, hubungan mereka lebih seperti kakak-adik karena perbedaan usia yang hanya sembilan tahun.

"Mereka cocok juga ya," komentar George, tersenyum kecil sambil memperhatikan interaksi Kian dan Keira.

Deren tertawa ringan. “Bener, Bang. Lucu juga kelakuan mereka, pantes papa sama om Norman mau rencanain itu,” ujarnya, kemudian diam-diam mengambil ponselnya dan memfoto momen-momen kebersamaan Kian dan Keira. Dengan cekatan, Deren mengirimkan foto-foto tersebut ke Devin, ayahnya.

Di Ruang Kerja Devin...

Devin Daryand, pria berusia 57 tahun dengan rambut mulai memutih, sedang duduk di ruang kerjanya bersama Norman Firdausi, sahabat lamanya. Ketika ponselnya berbunyi, Devin membuka pesan yang baru saja diterima dari Deren. Beberapa foto memperlihatkan Kian dan Keira duduk bersebelahan di pesawat, asyik mengobrol.

"Man, lihat nih," ucap Devin sambil menyerahkan ponselnya ke Norman.

Norman melihat foto-foto tersebut dan tersenyum. “Wah, rencana kita berjalan sesuai harapan,” ujarnya dengan tenang.

Devin mengangguk setuju, menatap sahabatnya dengan keyakinan penuh. "Semoga mereka bisa menyadari sesuatu dari pertemuan ini."

Norman meletakkan ponsel kembali ke meja dan menyilangkan tangan. "Yah, kalau masih belum sadar juga, kita mungkin harus lebih kreatif. Tapi gue yakin, ini langkah awal yang bagus."

Devin tersenyum penuh makna. "Anak-anak keras kepala, tapi kita lihat saja nanti."

 

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!