NovelToon NovelToon
Jerat Hati Sang Duda Dominan

Jerat Hati Sang Duda Dominan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / One Night Stand / Selingkuh / Teen Angst / Penyesalan Suami
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lifahli

"Mengemislah!"

Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.

Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3. Dekapan Pria Superior

...Happy reading!...

...Warning: 19++...

...•••...

Pagi itu, di antara sisa keheningan malam yang masih melekat, percintaan yang panas terjadi kembali. Tubuh Kirana tersentak begitu ia tersadar, merasakan gerakan yang tak sabar di belakang tubuhnya. Tanpa ia sadari, Ailard telah kembali menyentuhnya, bahkan sebelum matahari sepenuhnya terbit.

Pria ini kembali melakukannya dan entah sejak kapan ia begitu dibelakang Kiran, sungguh perempuan malang ini benar-benar sudah terjatuh kedalam jeratan sang dominan.

"Mas... kenapa saat aku masih tertidur?" tanyanya dengan nada pelan, mencoba memahami situasi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Pertanyaan Kiran mendapatkan pergolakan amarah dari Ailard, ia tak suka perempuan ini bertanya seperti itu, macam tubuhnya memiliki akses izin untuk Ailard bertanya dan memohon lebih dulu.

"Kamu kira kamu siapa? Tubuh ini adalah milik saya sejak malam tadi kamu menyerahkannya. Jangan mengatur, saya bisa hukum kamu sampai kesulitan jalan setelah ini." Ancaman yang begitu lugas itu sangat berhasil membuat Kiran sadar akan posisinya bahwa dirinya tak lebih dari sekadar perempuan yang dibayar untuk menyerahkan segalanya di atas ranjang.

"Maaf Mas, maaf..." bisiknya lemah, hatinya menjerit, tetapi mulutnya tak mampu mengucapkan lebih.

Begitu ia berteriak saat tusukannya dalam sekali tangan pria itu meremas kedua gundukan nya. Desahan mendayu keluar dari mulutnya dan berakibat pada stimulus gairah Ailard yang kembali melonjak.

"Mas pelan-pelan,"

Dilebarkannya kaki Kiran dan dimasukkannya benda itu lebih dalam lagi disana, Ailard begitu sinting hingga dirinya tak bisa lepas akan rasa yang membuatnya kelimpungan ini.

"Lima menit, saya butuh waktu lima menit."

Pria ini berhenti tepat saat tubuh Kirana mulai gemetar, napasnya tersengal, tapi dalam keheningan yang mencekam, hanya ada suara detak jantung mereka berdua. Ailard menarik diri perlahan, membiarkan Kirana merasakan setiap tarikan yang membuat tubuhnya seakan lemas.

Kirana terdiam, masih terengah-engah. Sementara Ailard hanya berdiri di samping tempat tidur, meneguk minuman dari gelas di tangannya, seolah tak ada yang terjadi. Namun berikutnya, ia memangku tubuh polos Kiran dan dibawanya menuju kamar mandi.

"Jangan salah mengerti, saya membantu kamu agar tidak merepotkan karena sulit berjalan. Cepatlah bersihkan dirimu, saya tidak menunggu waktu yang lama." Setelah meletakkan tubuh Kiran didalam bathtub, pria itu pergi dari sana.

Kirana duduk di dalam bathtub, menatap air yang beriak pelan. Saat Ailard meninggalkannya, kata-katanya yang dingin tak memengaruhi Kirana. Sejak malam tadi ia sudah mempelajari seperti apa watak pria itu—keras, dominan dan sangat egois. Namun, Kirana juga tahu bahwa ia mendapatkan apa yang diinginkannya, bantuan untuk membayar hutang keluarganya.

Setelah membersihkan diri, Kiran mendapati Ailard yang tengah duduk sambil memangku iPad ditangannya, ia sudah rapi dengan pakaian kantornya namun dasi pria itu belum terpasang, dan Ailard seperti sengaja menunggu Kiran.

Ia kembali memakai pakaiannya semalam. Namun, kini tampak kentara ada sobekan dibagian betisnya yang cukup panjang hingga kaki jenjang mulusnya kentara sekali terlihat.

"Mas, apa aku boleh pergi setelah ini? Aku harus bekerja." Katanya membuka suara, sempat ia ragu namun pria itu pasti tidak menyukai kepasifannnya.

Tanpa menoleh sedikitpun kearahnya, Ailard membuka suara. "Tidak usah lagi, kamu tidak perlu bekerja ditempat orang. Cukup bekerja untuk melayani saya. Gajimu di kafe tidak akan cukup untuk membantu melunasi hutang keluargamu."

"Maksud Mas apa?"

Dan kini kepala Ailard mendongak, ia menatap Kirana dengan tajam, pandangan superiornya tidak mengendur sedikit pun. "Maksud saya, kamu akan bekerja untuk saya. Kamu tidak perlu lagi sibuk di kafe atau melakukan pekerjaan murahan lainnya. Mulai sekarang, kamu akan berada di bawah kendali saya sepenuhnya."

Kirana berusaha mempertahankan ketenangannya, meski kata-kata Ailard terasa seperti belenggu yang semakin mengikat. "Jadi, aku hanya... melayani Mas?" tanyanya hati-hati, memastikan maksud di balik ucapan pria itu.

Ailard tersenyum tipis, penuh kepuasan. "Apa kamu bodoh tidak mengerti maksud saya?

"Bukan begitu Mas tapi aku juga butuh pekerjaan itu, aku sudah dua tahun bekerja disana. Aku sudah nyaman."

"Jangan berani membantah saya Kiran! Kamu hanya akan melayani saya, kapan pun saya inginkan. Seperti inginmu yang sudah menjual diri, saya akan membantu melunasi hutang keluargamu dengan cara kamu melayani saya!"

Kirana terdiam sesaat. Ia tahu sejak awal jalan ini penuh duri, tetapi baginya, tidak ada pilihan lain. Keputusan sudah dibuat. "Baik, Mas."

Ailard terkekeh, puas dengan jawaban itu. Namun pandangannya sangat terganggu oleh gaun semalam yang dipakai kembali oleh Kiran.

"Kamu sangat jelek, lepaskan gaun murahan itu!"

Kirana menelan ludah, mendengar perintah Ailard yang kasar. Ia tahu pria ini bukan seseorang yang bisa dibantah, apalagi sekarang, saat ia sudah berada dalam posisi yang sangat lemah. Namun, meski begitu, Kirana berusaha mempertahankan ketenangannya.

Kirana mulai melepaskan gaun semalam yang sudah lusuh dan robek. "Baik, Mas," ucapnya pelan, sambil menurunkan gaunnya ke lantai.

Ailard memperhatikan setiap gerakannya dengan mata yang tajam, senyum di wajahnya menunjukkan kepuasan yang dingin. "Itu lebih baik. Jangan pernah memakai sesuatu yang tidak pantas untuk mata saya. Kalau kamu ingin tetap berada di sini, kamu harus mematuhi semua peraturan saya. Mengerti?"

Kirana hanya mengangguk, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Bagus. Saya suka perempuan yang tahu posisinya. Sekarang, pasangkan dasi saya."

Kirana berjalan mendekat, berusaha menutupi kegelisahannya. Ia naik keatas pangkuan Ailard, sungguhan harga dirinya sudah jatuh sekali dihadapan pria ini

Tangannya yang gemetar sedikit mereda ketika ia mulai memasangkan dasi di leher Ailard. Pria itu menyentuh pinggangnya dan tangannya bermain-main disana hingga turun menyentuh bokongnya.

Ketika ia selesai mengikat dasi, Kirana menatap pria di depannya dengan hati-hati, berharap tidak membuat kesalahan. Ailard mendekatkan wajahnya padanya, mencengkeram dagu Kirana dengan tangannya yang kuat. "Ingat, kamu adalah milik saya sekarang," bisiknya dingin. "Jangan berpikir kamu bisa pergi atau mengambil keputusan sendiri tanpa izin saya."

Kirana tidak merespon secara verbal, hanya menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda ia menerima aturan itu.

"Pelayan! Masuklah!" seru Ailard, suaranya tiba-tiba berubah tajam. Ia juga tak perlu merasa ribet karena hotel itu adalah miliknya, jadi ia bebas mau memanggil siapa saja kedalam kamarnya.

Kirana terkejut mendengar perintah mendadak itu. Pelayan-pelayan masuk dengan cepat, tidak sepenuhnya menyadari situasi yang akan mereka hadapi. Dalam sekejap, Kirana memeluk tubuh Ailard erat-erat, mencoba menutupi tubuhnya yang setengah polos, wajahnya memerah karena rasa malu yang tak tertahankan. Namun, Ailard tetap tenang, tak terganggu sedikit pun oleh tindakan Kirana. Malah, ada sedikit senyum di sudut bibirnya, seolah menikmati ketidaknyamanan yang dialami Kiran.

Para pelayan masuk membawa berbagai barang—set pakaian perempuan, dari pakaian dalam hingga makeup, serta troli penuh makanan untuk sarapan. Mereka bekerja cepat dan efisien, seolah situasi yang dihadapi tak ada yang aneh.

"Siapkan semuanya, lalu segera keluar," perintah Ailard dengan nada dingin, seolah pemandangan Kirana yang begitu malu di pangkuannya sama sekali tak memengaruhi kebiasaan paginya.

Para pelayan itu hanya menunduk, tak berani mendongak kearah mereka, lalu keluar tanpa mengucapkan sepatah kata. Kirana masih bersembunyi di balik tubuh Ailard, wajahnya panas karena malu. Namun, ia tahu betul bahwa pria ini tak akan memberikan ruang sedikit pun untuk menjaga kehormatannya.

"Mas, aku malu. Jangan seperti itu..." Suaranya terdengar bergetar namun Ailard tidak memperdulikannya.

"Jangan buat saya marah, Kiran. Cepat turun dan berpakaian. Wajahmu juga, poleslah. Sakit mata saya melihat wajah kamu yang pucat dan jelek." Ucapnya dengan nada dingin, seolah kata-kata kasar itu keluar tanpa beban. Jauh di dalam hatinya, Ailard tahu bahwa Kirana memiliki daya tarik tersendiri, tapi harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakuinya.

Kirana memiliki wajah tirus dengan kulit kuning langsat, khas kecantikan perempuan Indonesia. Tubuhnya ramping, dan tingginya cukup proporsional bagi perempuan seusianya. Namun, bagi Ailard, tak ada yang spesial dari Kirana. Ia tak pernah membandingkan perempuan ini dengan mantan istrinya—yang menurutnya lebih cantik dan menggoda dalam segala hal. Tetapi, Kirana ada di sini sekarang, dan itu cukup baginya.

Ailard masih terduduk manis ditempatnya. Setelah dua puluh menit menunggu, Kiran keluar dari walk-in closet, dengan sudah berpakaian dan berias diri. Ailard jadi lebih tahu model pakaian apa yang disukai Kiran. Ia memakai gaun bermotif bunga yang tentunya dengan belahan dada terlihat, Ailard memang sengaja meminta orangnya yang mengerti fashion untuk membawakan satu set pakaian dengan bagian lingkar dada yang lebih terbuka.

Makeup Kirana terlihat berbeda. Gaya Latina yang mencolok, dengan lipstik merah gelap dan riasan mata tajam, membuatnya tampak lebih berani dan menggoda. Ailard memperhatikannya dengan tatapan puas. Kirana ternyata mampu memancarkan daya tariknya, dan dalam balutan riasan ini, Kirana terlihat lebih menggairahkan di matanya.

...(Anggap jee lipstiknya warna merah)...

Ailard bangkit dari duduknya, langkahnya mantap mendekati Kirana. Senyum tipis tersungging di wajahnya, tatapan matanya tajam, memperlihatkan kepuasan yang ia rasakan. Kirana, dengan segala upayanya untuk menutupi kegelisahan, tetap berdiri tegak di tempatnya. Ia tahu tatapan itu—tatapan seorang pria mes*m, dan pria itu bernama Ailard Rajendra Wiratama.

Tangan Ailard terulur, menyentuh lembut dagu Kirana, menaikkannya sedikit sehingga mata mereka bertemu. “Sekarang, kamu terlihat lebih pantas,” suaranya rendah, namun tajam. Ia membelai pipi Kiran dan tangannya bergerak menyentuh bibir bawahnya dengan gerakan sens*al.

"Saya suka warna lipstik kamu," Wajah Ailard semakin mendekat, hingga napasnya terasa di kulit Kirana. Sang empu tetap diam, menahan napas. Tubuhnya kaku, mencoba menyembunyikan segala perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. Sentuhan Ailard begitu intens, namun tidak ada pilihan baginya selain menerima setiap sikap gila pria di hadapannya ini.

"Bawa juga lipstik yang kamu ingin pakai kemanapun kamu pergi bersama saya," Ailard menjeda ucapannya. "Saya akan selalu menghilangkan warnanya dan membuat lipstiknya berantakan, jadi kamu harus bersiap perempuan bodoh." Ailard berbisik lagi, suaranya seakan memerintah namun diselipkan kesenangan yang samar di balik setiap katanya.

1
Nus Wantari
lanjut thor
Septanti Nuraini
kapan update lagi
nonaserenade: Sudah update tapi sedang proses penerbitan dari Novelton nya ya kak, palingan sebentar lagi terupdate. Terimakasih sudah menunggu bab selanjutnya🙏🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!