Abimana jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Sarah Candra sejak pertemuan pertama dimalam mereka berdua dijodohkan.
Abimana yang dingin tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Sarah.
Hal itu membuat Sarah khawatir, jika ternyata Abiamana tidak menyukai seorang wanita.
Berbagai hal ia lakukan agar mengetahui kebenarannya. Sampai pada akhir dimana Abi menyatakan perasaannya dan mengajak ia menikah.
Berbagai ujian menghampiri keduanya, hingga sempat terancam membatalkan pernikahan yang sudah disusun jauh-jauh hari, hingga kembalinya sang mantan kekasih yang meminta nya untuk kembali dan menyebar rahasia yang dilakukan Sarah jika ia menolak.
Akankah hubungan keduanya berhasil hingga ke jenjang pernikahan? Ataukah keduanya akan mencari jalannya masing-masing?
Simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekali Lagi
Aku memulai aktivitas harianku seperti biasa, mengajar anak-anak. Setelah sebelumnya aku menyiapkan materi jauh-jauh hari untuk dihari ini.
Aku memikirkan banyak hal untuk anak-anak ajarku, bagaimana membangun suasana yang berbeda, perbanyak interaksi, bermain bersama, juga memberikan perhatian yang sama terhadap anak-anak semuanya.
Setelah sekian lama berada pada rutinitas seperti ini, aku mulai mencintai pekerjaanku, mencintai anak-anak. Aku menjalaninya dengan hati yang terbuka, meski pada awalnya disini bukan mimpiku. Aku hanya melakukan permintaan Bapak, sebab ia adalah hal yang paling berharga yang aku miliki.
Setelah kepergian Ibu, aku hanya memiliki Bapak. Aku tidak ingin mengecewakannya atau pun membantah keinginannya. Sebisa mungkin, aku akan memenuhinya meski tidak menutup kemungkinan itu bertentangan dengan hatiku sendiri. Tetapi aku ingin menjadi anak yang berbakti, sebab ridho orangtua adalah ridho Allah. Setidaknya seperti itulah yang aku tahu.
Sarah menemuiku sesaat sebelum aku mengajar. Entahlah, ini membuatku merasa tidak nyaman. Ia akan membuatku semakin menginginkan Abimana, dan itu juga tidak membuatku ingin melepaskannya Sarah.
" Ada apa Sarah? Kau tidak lelah melakukan ini? ", ucapku dan kami akhirnya memutuskan untuk duduk di Taman dekat tempatku mengajar.
" Kau bahkan tahu tempat ini! ", tambahku ketus, aku lelah dengan sikap Sarah yang menerorku setiap saat. Kami bahkan tidak saling mengenal.
" Bisakah kau melepaskan Abimana! Aku mencintainya ". ujarnya tiba-tiba.
" Dengar Sarah, jika kau benar mencintainya. Tidak seharusnya kau pergi saat itu. Sekarang kau meminta aku melakukan sesuatu yang tidak mungkin bisa aku lakukan ".
" Kenapa tidak? Bukankah kemarin kau sendiri pun menjetujuinya! ", ujarnya dengan nada yang ditekan kan.
" Ya, kau benar. Tetapi sekarang aku telah berubah pikiran! Bapakku sangat menyukai Abimana " .
" Memangnya kenapa jika Bapakmu menyukainya, kau yang akan menikah. Jika kau tidak suka, kau bisa berhenti sekarang! ". itu membuatku sukses tertawa, sementara Sarah menatapku entah apa yang sedang ia pikirkan.
" Jika kau menginginkannya, kenapa tidak kau sendiri yang melakukannya! ". ucapku tegas dan menekan kalimatku agar ia paham.
" Kemarin kau meninggalkannya, bahkan kau tidak peduli bagaimana perasaannya dan apa pendapat orang-orang teehadap keluarganya! Sekarang kau berbuat, seolah kau paling peduli ". tambahku menatap Sarah, ia hanya diam saja.
" Hentikan ini, Sarah. Aku mohon, ini tidak menyenangkan. Jika kau menyukainya, temui dia dan katakan langsung kepadanya ". ucapku berlalu pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Aku tidak peduli pada Sarah, memangnya untuk apa aku peduli pada perasaannya.
Kehadirannya pagi ini membuat mood mengajarku tidak stabil, sungguh aku kesal sekali. Bagaimana ia bisa bersikap kekanakkan?. Jika ia mencintainya, ia harus melakukan itu sampai akhir. Ia tidak boleh mempermainkan setiap orang semaunya.
Terlebih, aku lah yang berusaha menyembuhkan luka pada perasaan Abimana.
Salah seorang sahabat yang sekaligus merupakan teman mengajarku menghampiriku. Rupanya ia tahu apa yang sedang aku rasakan sekarang, ia sadar jika suasana hatiku sedang tidak baik. Ia memintaku untuk mengambil ijin saja. Aku menolaknya namun ia memaksa aku melakukannya.
" Kamu tidak akan bisa mengajar dengan suasana hati seperti ini, Langit! ".
" Iya aku tahu, Rey.Namun aku harus tetap mengajar sakarang ". bantahku pelan.
" Jika kau tetap memaksa, bukan hanya hatimu saja yang tidak karuan, tetapi anak-anak juga ." sergah Rey Aaraf, ia adalah sahabatku sejak kami menduduki bangku SMP hingga sekarang. Dulu Ibu pernah meminta kami untuk menjadi pasangan. Namun kami berdua menolaknya, karena hubungan diantara kami berdua hanya murni sebuah pertemanan.
Kami sangat dekat sekali. Kami selalu kemana-mana bersama, hanya saja akhir-akhir ini kami jarang sekali bertemu karena aku lebih sering bersama Abimana. Dan Rey selalu memaklumi itu. Ia adalah sahabat terbaikku dan ia sangat dekat dengan Bapak. Jika sedang tidak bersamaku, maka ia akan bersama Bapak. Mereka sangat suka menghabiskan waktu bersama, aku juga tahu jika Bapakku sangat menyayanginya.
" Iya baiklah, kau sangat bawel sekali ", cemoohku pada Rey dan ia hanya tertawa.
" Oh iya, tadi Bapak menitip pesan, sehabis mengajar pergilah ke Rumah!" ujarku tersenyum puas, karena aku tahu betul ia akan diajak untuk bermain permainan kuno. Itu adalah jenis permainan yang sangat membosanku, dan Rey, aku tahu ia juga tidak menyukai permainan itu.
" Benarkah? Astaga, mati aku ", ucapnya cemberut.
Aku berlalu dari sana dan segera menuju rumah karena sekarang tibalah jam untuk aku mengajar dan Rey lah yang menggantikanku. Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi padaku jika Rey tidak ada. Ia sangat membantu hidupku sekali.
Kedekatanku dengan Langit semakin hari semakin bertambah dekat, aku juga tahu kapan jadwal ia akan mengajar dan kapan ia akan libur. Sebenarnya, aku tidak mengetahui itu dari Langit sendiri, melainkan aku meminta bantuan Jackson. Ah bukan Jackson, tapi Arsenio Bagas. Ya, seperti kata Langit aku harus memanggilnya dengan nama aslinya.
Terdengar aneh memang, namun aku harus terbiasa dan membiasakannya. Sekali lagi, dia juga benar. Bahwa jika sebuah nama merupakan do'a orangtua yang diselipkan bagi anaknya. Mungkin Ibunya Arsen seperti itu.
" Kau akan menjemput Langit di Sekolah? ". tanya Arsenio Bagas.
" Ya, Arsen. Aku akan menjemputnya! ". ucapku singkat.
" Oh, astaga. Rupanya kau benar-benar memanggilku begitu. Langit memang mengubahmu banyak! ". ujarnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
" Dengar Tuan Arsen, nama adalah sebuah do'a! ". ucapku sambil menggerakan tangan menjelaskan ke arahnya seperti seorang guru. Sementara ia hanya tertawa melihat ke arahku.
" Kau meremehkanku? ". tanyaku.
" Tidak, tidak. Aku hanya menyukaimu yang sekarang! ". ujarnya singkat.
" Ah, aku merinding. Kau segeralah cari pacar! ", ucapku sengaja mengejek. Dia hanya menggeleng melihatku.
Belum saja aku beranjak dari sini, didepan ku sudah berdiri Sarah sambil tersenyum ke arahku. Entahlah, aku tidak tahu mengapa ia masih menemuiku. Aku tidak berharap bertemu lagi dengannya setelah hari itu. Aku sudah menata perasaanku agar utuh, tapi melihatnya seperti ini, membuatku juga merasa sedikit bersalah.
" Ada apa Sarah? ", ucapku setelah kami berada di Cafe tempat dimana kami biasanya bertemu. Sungguh, aku menyesalkan keadaan sekarang. Ia tampak lebih kurus dari biasanya dan penampilannya seperti tidak diperhatikan dengan benar. Ia jauh berbeda dari yang kukenal sebelumnya. Bahkan, jika kami berdua telah usai, untuk seorang desainer tidak seharusnya ia melakukan ini pada dirinya sendiri.
" Sungguh, sudah tidak ada kesempatan lagi untukku? ". tanya Sarah gugup. Aku tahu, ia mungkin mengumpulkan keberanian hanya untuk mengucapkan ini. Aku tidak menjawab pertanyaan Sarah, aku diam saja, entah apa yang harus aku katakan.