NovelToon NovelToon
Malam Yang Merenggut

Malam Yang Merenggut

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: megawati

Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.

"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.

"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.

Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.

Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab

Dara memang tidak berbohong, tapi juga tidak sepenuhnya jujur. Dia memang diperk*s* oleh Brama, juga di usir oleh Arman. Hanya saja, mengenai alasan dirinya mencuri, itu adalah sebuah kebohongan besar.

Brama menatap bagaimana tubuh Dara bergetar selagi bersujud dihadapannya. Sepasang mata hitamnya mempelajari setiap gerak gerik Dara, terlebih makan dari pancaran mata gadis tersebut saat tadi menatapnya.

"Saya mohon, Tuan. Jangan pecat saya" ucap Dara sembari mengangkat kepalanya menatap Brama.

"Berikan saya satu kesempatan lagi" ucap Dara memohon.

Sepasang mata indah gadis itu membuat sesuatu dalam diri Brama bergejolak, terlebih air mata yang mengalir menuruni wajahnya. Entah kenapa, ada tarikan dari sepasang mata indah itu?

"Bangun!"ucap Brama.

Mendengar ucapan itu, Dara membeku.

"Tuan!" Ucap Dara sambil melihat Brama menghela nafas kasar.

"Jangan sujud sama saya, saya tidak butuh sujud kamu" ucap Brama dengan wajah dingin seperti biasa.

Dara pun mengusap air matanya, lalu berdiri mengikuti perintah Brama.

"Saya tidak peduli apa yang terjadi sama kamu. Jadi, satu kali!" Ucap Brama sambil mengangkat jari telunjuknya.

"Satu kali?" Tanya Dara bingung.

"Satu kali kesempatan saya berikan, kalau ada kesalahan lagi, segera tinggalkan perusahaan ini" ucap Brama menjelaskan.

Mendengar ucapan Brama, mata Dara kembali berkaca-kaca. Ada rasa syukur yang mendalam dihatinya.

"Terima kasih, Tuan Brama! Terima kasih!"ucap Dara membungkuk beberapa kali membuat Brama memalingkan wajah.

"Jadi sekarang kamu keluar, karena tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan lagi " ucap Brama.

"Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi " ucap Dara dan langsung berjalan keluar ruangan Brama.

Melihat kepergian Dara, Brama terdiam di tempatnya. Wajahnya tampak kesulitan seakan tak menyangka dirinya bisa berbuat baik kepada orang lain. Namun, tanpa mengatakan apapun, dia menutup mata.

"Mata itu, benar-benar membuat saya gila" batin Brama.

***

Satu Minggu berlalu sejak Dara diketahui mengandung. Akan tetapi, tidak ada satu pun orang dari keluarga Fauza yang tahu mengenai hal ini.

Dara sebenarnya ingin menceritakan kegelisahan tentang kehamilannya kepada Aleta. Tetapi, Dara tahu bahwa Aleta bisa-bisa mengamuk dan mendatangi tempat kerjanya untuk menuntut Brama saat tahu mengenai hal itu. Alhasil, selain Dara, Brama dan Gilang yang mengantarkan surat laporan tes kehamilan, tidak ada lagi orang lain yang tahu perihal kehamilan Dara.

"Bawakan semua laporan kemari" perintah Brama saat baru saja datang dan melewati meja Dara.

"Baik, Tuan" jawab Dara seraya membawa berkas yang dimaksud dan segera mengikuti Brama.

Pekerjaan Dara sejauh ini cukup baik, dan walaupun Brama tidak mengatakannya, pria itu juga mengakui bahwa kinerja Dara itu memuaskan. Sampai saat ini, tak ada sedikitpun niat bagi Brama untuk memecat Dara. Pria itu bahkan memberikan gaji Dara bulan itu lebih awal dengan peringatan gadis tersebut tidak boleh lagi mencuri.

Di siang yang tenang itu, Dara mendengar Gilang memberitahukan Brama perihal sebuah pertemuan.

"Tuan Meyson sudah ada di lantai dasar, Tuan" ucap Gilang.

"Meyson?"batin Dara tampak kaget mendengar nama itu. Itu merupakan nama belakang Aldo.

Namun, keterkejutan itu tidak bertahan lama. Dara menggeleng pelan.

"Apa yang kamu kagetkan Dara, ada banyak yang punya nama belakang itu. Lagi pula, aku belum pernah dengar keluarga Meyson menjalin kerjasama dengan perusahaan Pranaja" batin Dara.

"Nona Dara!" Panggil Brama dan membuat Dara sadar dari lamunannya.

"Ikut saya!" Ucap Brama.

"B-baik, Tuan!" Ucap Dara dan langsung berlari kecil menyusul Brama dan Gilang.

Meskipun sangat gugup mendengar nama itu, Dara tak ingin merusak konsentrasinya. Dia harus tetap profesional. Namun, kala Gilang membuka pintu dan mereka masuk ke dalam ruangan, langkah Dara sontak terhenti.

"Dara!" Ucap seseorang yang baru saja masuk.

Pria dengan jas berwarna biru gelap dengan wajah tampan yang lembut dalam hati elak mengucapkan nama pria itu dengan lembut.

"Aldo!" Ucap Dara.

Ya, pria itu adalah mantan tunangan Dara, yaitu Aldo Meyson.

"Kenapa? Kenapa dia bisa ada disini?" Batin Dara.

Selagi Dara dan Aldo saling bersitatap, sebuah suara lain yang familiar terdengar memanggilnya.

"Kak Dara!" Ucap orang itu.

Dara pun menoleh kepada sosok yang berdiri di sebelah Aldo. Detik itu juga dunia Dara terasa berhenti. Itu adalah Ayra. Selagi ketiga orang itu bertatapan dengan kaget, Brama mengerutkan keningnya dengan bingung.

"Kalian saling kenal?" Tanya Brama.

Pertanyaan Brama mengalihkan fokus ketiganya. Dara terlihat sedikit canggung.

"Ah, ya....! Saya!" Ucap Dara terhenti.

Belum sempat Dara selesai menjawab, Ayra pun memotong.

"Kami kenalan lama, kak Dara adalah mantan karyawan perusahaan keluarga saya" ucap Ayra sembari menatap Dara dan memberikan pandangan penuh makna.

Ucapan Ayra sukses membuat Dara dan Aldo mengerutkan kening.

"Kenalan lama? Mereka kan Kakak adik? Kenapa Ayra mengatakan itu?" Batin Aldo.

Di tempatnya, Aldo menatap Ayra dengan ekspresi keruh.

"Ayra, kamu!" Ucap Aldo terhenti.

"Kak Aldo, jangan mempersulit keadaan" ucap Ayra dengan suara rendah.

Kalimat Ayra membuat Aldo bungkam, paham bahwa gadis itu sedang memperingatkan bahwa situasi Dara sudah cukup rumit. Arman sudah menghapusnya dari daftar keluarga, jadi tak ada yang boleh mengungkit latar belakang Dara sebagai Dara Fauza.

Di tempatnya, Dara hanya tersenyum pahit, terutama melihat kedekatan Aldo dan Ayra. Brama sendiri tampak curiga, tapi memutuskan menepiskan hal tersebut karena tak ingin terlalu peduli dengan masa lalu karyawannya.

"Saya ingin bicara sebentar dengannya. Apa boleh?" Ucap Ayra meminta ijin Brama untuk bicara berdua dengan Dara.

Entah kenapa, gerak gerik Ayra membuat Brama sedikit jengkel.baru juga masuk dan belum memperkenalkan diri, tapi gadis itu sudah berani meminjam sekretarisnya. Namun mengingat gadis itu adalah calon istri Aldo Meyson, dia pun menganggukkan kepala.

"15 menit" ucap Brama dingin sebelum lanjut berjalan dan duduk di sofa yang berada di seberang daerah Aldo duduk tadi.

Ayra lantas menarik tangan Dara setelah Brama mengijinkannya. Setelah sampai diluar, Ayra memastikan tak ada orang yang ada di sekitar mereka. Ayra langsung memeluk Dara.

"Kakak. Bagaimana kabar kakak? Aku bener-bener khawatir banget sama kakak"ucap Ayra.

Melihat raut wajah sedih dan penuh penyesalan adik tirinya, Dara merasa serba salah. Bagaimana pun, gadis itu masih menyimpan kebencian atas kejadian yang menimpah dirinya akibat kelalaian sang adik. Selain itu, kalau Ayra sungguh khawatir, kenapa tidak ada satupun telepon yang Dara terima dari Ayra sejak kejadian sampai sekarang.

"Aku baik-baik aja"jawab Dara singkat.

Ada banyak pertanyaan yang ingin Dara ajukan pada Ayra, tapi sekarang rasanya sudah percuma. Dia tak ingin tahu lagi lantaran tak ada gunanya. Karena Dara tak berbicara, mata Ayra pun berkaca-kaca. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya dan mulai menangis.

"Kakak pasti benci sama aku setelah apa yang terjadi? Maafin aku kak, maafin aku" ujar Ayra membuat Dara terkejut dan membuatnya merasa semakin serba salah.

Tangisan Ayra membuat sejumlah orang yang baru saja lewat ditempat tersebut melirik dirinya dan Dara. Mereka bahkan tak segan melemparkan wajah tak suka kepada Dara karena mengira gadis itu membuatnya menangis. Dengan senyuman yang di paksakan, Dara berkata.

"Ayra, Ayra. Aku ngak benci sama kamu" ucap Dara.

Hari Dara sedikit sakit mengatakan hal itu, karena jauh di lubuk hatinya yang terdalam, sebenarnya ada rasa benci yang tersimpan untuk Ayra atas bencana yang menimpahnya. Namun, dirinya harus menerima kenyataan kejadian malam itu juga terjadi karena kelalaiannya sendiri.

"Bener?" Ucap Ayra mengangkat kepala dan menatap Dara.

Melihat kakaknya itu mengangguk, Ayra pun tersenyum.

"Bagus deh kalau gitu. Aku pikir kakak akan nyalahin aku karena gantiin posisi kakak untuk menikah dengan kak Aldo. Sebenarnya itu keputusan papa dan keluarga Meyson. Karena kak Aldo setuju, aku juga terpaksa setuju." Ucap Ayra.

Penjelasan Ayra membuat dada Dara agak sesak.

"Oh, jadi Aldo juga setuju?" Batin Dara.

Kesedihan di wajah Dara membuat Ayra tersenyum.

"Lihat wajahnya, sungguh memuaskan" batin Ayra.

Dengan senyuman yang dipaksakan, Dara berkata.

"Aku ngak masalah. Semoga semuanya lancar sampai hari pernikahan" ucap Dara.

Mendengar itu, Ayra pun tersenyum haru. Kemudian gadis itu pun melontarkan pertanyaan yang menjadi tujuan utamanya menarik Dara keluar dari ruangan itu.

"Kenapa kakak bisa disini?" Tanya Ayra.

"Kerja. Aku sekretaris Tuan Brama" ucap Dara dengan senyuman tipis.

Sedetik setelah menjawab pertanyaan Ayra, Dara melihat wajah adiknya itu berubah agak keruh bercampur khawatir.

"Kak, aku rasa ngak baik deh kalau Kaka kerja disini! Bagaimana kalau kakak ketemu sama anggota keluarga Meyson yang lain dan mereka mencaci kakak?" Ucap Ayra

"Maksud kamu apa?" Tanya Dara bingung.

"Kakak ngak tau? Brama Pranaja itu adalah Omnya kak Aldo" ucap Ayra.

"Apa?" Ucap Dara tersentak kajet.

***

"Jadi,apa yang akan kamu gunakan untuk bahan dasar dari desain perhiasan itu?"tanya Brama kepada Aldo yang terduduk didepannya.

Satu detik, dua detik, tiga detik, tak ada jawaban. Brama mengangkat pandangan dari desain di tangan dan menyadari pandangan Aldo terpaku pada pintu yang tertutup. Hal itu membuat Brama memicingkan matanya. Sedari awal Aldo bertemu dengan Dara, keponakan Brama itu tampak tak bisa fokus sepenuhnya dengan pekerjaan di depan matanya. Terlebih sejak Dara pergi keluar ruangan bersama Ayra.

Aldo sudah sepuluh kali melemparkan pandangan ke arah pintu. Menyadari ada yang salah, Brama pun menutup dokumen di tangan dan memanggil. Namun panggilan Brama tidak di dengar oleh Aldo, bahkan beberapa kali. Akhirnya, Brama membentak dan membuat Aldo kaget dan mengalihkan pandangan kepada Brama.

"Y-ya, Om Brama?" Tanya Aldo.

"Kamu kenapa?" Tanya Brama lagi.

Sadar dirinya melamun, Aldo langsung membenarkan posisi duduknya.

"M-maaf, ini cuman efek lelah aja kok Om" ucap Aldo.

"Jangan bohong. Selain mama kamu, saya adalah orang kedua yang paling mengenal kamu" tegas Brama.

Sembari menyandarkan punggungnya dan menatap lurus mata keponakannya, Brama pun bertanya.

"Kenapa kamu terlihat sangat cemas?" Tanya Brama.

Aldo pun menghela napas kasar karena di cecar oleh Brama. Dia menyisir rambutnya ke belakang dan berkata.

"Bagaimana ngak cemas, Om? Bertemu dengan mantan tunangan yang mengkhianati aku dua Minggu sebelum pernikahan, bagaimana mungkin aku bisa tenang?" Ucap Aldo.

Sontak wajah Brama berubah keruh.

"Apa?" Ucap Brama.

Pandangan Aldo terarah pada Brama, bingung karena Omnya itu tampak tidak mengetahui hubungan dirinya dengan Dara.

"Om, sekretaris Om itu adalah mantan tunangan aku, Dara Fauza!" Ucap Aldo.

Mata Brama membuka lebar mendengarnya. Ia pun tertawa tanggung.

"Lalu kenapa tunangan kamu bilang kalau Dara adalah mantan karyawannya?" Tanya Brama.

Belum sempat Aldo menjawab, ia pun terhenti oleh Brama.

"Tidak bisa dipercaya, selain tidak sopan, dia juga suka berbohong. Entah apa yang dipikirkan kakakku sampai ingin menikahkan kamu dengan anak dari keluarga itu? Dua-duanya sama-sama penipu ulung" ucap Brama emosi.

Aldo tak dapat menjawab pertanyaan Brama. Meskipun kecewa terhadap Dara, Aldo tak ingin mengumbar aib Dara, termasuk tentang Dara yang diusir oleh keluarganya.

"Ceritanya panjang, Om" ucap Aldo singkat.

Brama pun tak mau mendesak Aldo yang terlihat sedikit kacau. Lagi pula, permasalahan keluarga sekretarisnya bukanlah masalah bagi dirinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!