"Aku akan membantumu!"
"Aku akan mengeluarkan mu dari kehidupanmu yang menyedihkan itu! Aku akan membantumu melunasi semua hutang-hutang mu!"
"Pegang tanganku, ok?"
Pada saat itu aku masih tidak tahu, jika pertemuan ku dengan pria yang mengulurkan tangan padaku akan membuatku menyesalinya berkali-kali untuk kedepannya nanti.
Aku seharusnya tidak terpengaruh, seharusnya aku tidak mengandalkan orang lain untuk melunasi hutangku.
Dia membuat ku bergantung padanya, dan secara bersamaan juga membuat ku merasa berhutang untuk setiap bantuan yang dia berikan. Sehingga aku tidak bisa pergi dari genggamannya.
Aku tahu, di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kamu menerima, maka kamu harus memberi. Tapi bodohnya, aku malah memberikan hatiku. Meskipun aku tahu dia hanya bermaksud untuk menyiksa dan membalas dendam. Seharusnya aku membencinya. Bukan sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Tolong Jaga Dia
"Kenapa kau menatapku seperti itu, Elio?" tanya pria paruh baya yang masih memiliki unsur ketampanan diwajahnya itu.
"Apa kau sudah bertemu dengannya?" lanjutnya. Seperti sebuah mantra, pertanyaan ini selalu dia tanyakan setiap kali Elio berkunjung.
"Bisa-bisanya kau mengatakan hal itu pada orang yang ingin membalas dendam padamu!" tegas Elio dengan tatapan dinginnya.
'Ucapan sama yang selalu dia katakan selama 3 tahun terakhir ini. Jika kau membenciku, kau tidak perlu repot-repot datang menemui ku seminggu sekali,' batin pria itu.
'Aku yakin, dia mempunyai keraguan dalam dirinya. Dia hanya tidak bisa melihat kebenaran..'
Pria paruh baya itu tersenyum tipis, kemudian mengusap rambut Elio.
"Mengapa begitu sulit membuatmu percaya padaku.."
"Jangan menyentuhku!" seru Elio seraya menepis tangan pria itu.
Elio mengeluarkan sekotak lintingan tembakau dari dalam sakunya. Lalu mengambilnya seputung dan mengapitnya di bibir nya.
"Kau datang dengan bau rokok yang menyengat, dan sekarang kau mau membakarnya lagi?"
"Bukan urusanmu!" ucap Elio.
Pria itu tersenyum tipis, lalu mendekatkan wajahnya dan menatap Elio dengan tulus.
"Apa dia membuatmu kesal?" tanyanya.
"Apa kau tidak khawatir aku akan menghabisi nya? Dia bahkan tidak pantas mendapatkan belas kasihan ku!" cetus Elio.
Pria itu kembali tersenyum, lalu mengambil benda panjang di bibir Elio itu.
"Kau lihat ini?" dia mengangkat rokok itu ke hadapan Elio.
"Dia terbalut dengan sempurna dan tampak kokoh. Tapi.."
Pria itu memutus rokok itu menjadi dua bagian, yang tentu saja membuat tembakau didalamnya berceceran keluar.
Dia mengambil satu bagian dan menyobek papirnya, mengeluarkan semua tembakau yang ada didalamnya.
"Apa kau sedang bermain-main denganku?" tegas Elio dengan tatapan tajamnya.
Pria itu tersenyum miring.
"Meskipun di luar tampak keras, tapi sebenarnya dia seperti ini.." pria itu menjumput ceceran tembakau itu dan menebarnya di atas meja.
"Hanya remahan, atau mungkin serbuk.."
"Bukan hanya dia, tapi juga kau.."
Pria itu meraih mancis di depan Elio, dan membakar sisa potongan rokok yang di putus nya tadi.
Kemudian terdiam dan memperhatikan rokok itu yang perlahan berubah menjadi abu.
Dia menatap Elio dan menunjukkan benda ditangannya itu padanya.
"Ini yang ku khawatirkan.." tutur pria itu.
Rahangnya terlihat mengeras, kepalan tangan yang sedari tadi bersembunyi di balik meja itu tidak dapat lagi di sembunyikan.
Elio bangkit dari duduknya, mencengkeram kerah baju pria itu dan melayangkan pukulannya.
"Sialan! Apa kau sedang mengancam ku dengan keadaanmu yang menyedihkan itu?!" bentak Elio.
Pria paruh baya itu menyeringai sambil mengusap sudut bibirnya yang terasa perih.
"Dengan situasi ku saat ini kau pikir aku berani mengancam mu?"
"Aku hanya mengingatkan mu. Karena kau tidak pernah bisa melihat kebenaran. Jika kau tidak menyadarinya tepat waktu, kau akan hancur karena kebodohanmu sendiri!"
"Aku tidak pernah berbohong, tapi sayangnya aku tidak bisa mengatakan kebenarannya padamu.."
"Tapi tolong percayalah padaku, karena Ayahmu juga sangat mempercayai ku.."
"Persetan dengan kepercayaan!" bentak Elio.
Elio kembali mencengkeram kerah baju pria itu. Amarah yang sangat memuncak tergambar dengan jelas di wajahnya. Seolah dia ingin menghabisi pria itu saat ini juga.
"Kau telah membunuh Ayahku!" tekannya.
Pria itu menatap Elio dengan tatapan yang sulit diartikan. Yang Elio tahu dia hanya ingin memukuli orang itu tanpa ampun.
"Memang tidak salah, secara tidak sengaja aku memang telah membunuhnya.." ucap pria itu pasrah.
"Tutup mulutmu, bajingan!" teriak Elio sambil melayangkan tinjunya kembali. Namun pria itu menangkap nya.
"Kau dulu sangat sopan dan tidak tempramental seperti ini," tutur pria itu.
"Kau yang telah merubah ku!"
"Permisi, Tuan Muda. Waktu kunjungan telah habis.." ucap seorang penjaga.
"Harley William, jangan sebut namaku jika aku tidak bisa menghancurkan milikmu sama seperti ku!" tegas Elio yang kemudian menghempasnya.
"Tolong jaga dia.."
"Apa kau tidak dengar? aku akan menghancurkannya!"
"Sudah lebih dari 3 tahun aku berada disini. Jika kau berniat melakukannya, aku pasti sudah mendengar kabar kematiannya. Tapi bukankah kau malah mendengarkan ucapan ku saat aku memintamu untuk melihatnya 3 tahun yang lalu?" ucap Harley dengan santainya.
"Sejauh ini kau pasti telah mengawasinya.."
"Dia anak yang tangguh. Selama dia aman, tak masalah jika dia berada di tanganmu. Karena aku mempercayaimu.." ucap terakhir Harley sebelum dua orang penjaga membawanya kembali masuk ke sel.
Elio menendang meja yang ada dihadapannya. Kemudian menyiah rambutnya dengan frustasi.
"Sialan!" umpatnya.
...****************...
Hwaaa~
Sudah hampir satu jam dia mematung di sana, dan tak terhingga pula berapa kali dia menguap.
Jam dinding di atas sana sudah menunjukkan pukul 3 sore. Seharusnya saat ini temannya sudah ada ditempat untuk berganti sif dengannya.
Rasa kantuk sudah tak dapat lagi Luna tahan. Semalam dia tidak bisa tidur karena kucing yang dibawanya pulang terus mengganggunya. Dan pagi-pagi sekali dia sudah pergi bekerja di minimarket ini. Dan jam 7 nanti dia ada panggilan untuk melakukan pekerjaan di Hotel.
Seperti robot yang kehabisan baterai, dia berdiri di meja kasir sambil mengangguk-angguk ketiduran.
Crasshh~
"Ah! Banjir!" teriaknya sambil terengah-engah, seolah banjir benar-benar telah menyapu dirinya.
"Uhukk.. Uhhukk~ apa-apaan ini?!" serunya sambil terbatuk-batuk.
Sosok tinggi di hadapannya itu menyemburkan asap rokok yang dihisap nya ke wajahnya.
"Luna, artinya bulan.." gumam pria itu sambil menatap name tag milik gadis itu.
"Bahkan bulan tidak pernah melalaikan tugasnya. Sepertinya nama itu tidak cocok untukmu!" lanjutnya.
Luna menatap beer kaleng di tangan pria itu. Kemudian mengelap wajahnya yang basah. Dia menebak-nebak kalau itu perbuatannya.
Luna menatap tajam pria dihadapannya itu. Wajah tak asing itu benar-benar sangat mengganggunya saat ini. Elio.
"Bukankah ada peringatan dilarang merokok di depan pintu sana? Mohon matikan rokok anda, atau keluar!" ucap Luna dengan tegas.
brakkk!!
Kekacauan yang lainnya pun datang. Beberapa pria berbadan besar masuk dan merobohkan kaleng wafer yang sudah susah payah Luna susun.
"Beraninya kau menghina Bos?!" bentak pria berbadan besar itu.
"Kau gadis sialan itu lagi!" lanjutnya sambil mengacungkan jari kehadapan Luna.
Dalam hatinya Luna mengutuk para bajingan yang datang membuat onar itu. Kemudian menatap Elio dengan tatapan memusuhi.
"Masih berani kau menatap Bos seperti itu?!"
Plakkk~
Luna memejamkan matanya saking terkejutnya. Sama seperti kemarin, pria itu memukul anak buahnya sendiri yang selalu hadir untuk membelanya.
"Sudah berapa kali ku bilang, jangan pernah ikuti aku kecuali saat bertugas!" tegasnya.
"Keluar atau ku hancurkan kepala kosong mu itu!" lanjutnya yang seketika membuat dua anak buahnya itu pergi.
Elio menghisap kembali rokoknya, lalu menatap Luna yang tercengang itu dengan tatapan dingin.
"Ada apa ini?"
Perasaan lega Luna rasakan setelah mendengar suara familiar itu.
"Lun, kamu gak apa?" tanya Zolga yang baru datang itu setelah mendapati temannya tampak ketakutan.
"Siapa kau? Pergi atau saya laporkan polisi!" tegas Zolga pada sosok pria yang lebih tinggi darinya itu.
Elio menatap tajam Zolga, kemudian meletakkan kaleng beer nya di meja kasir hingga menimbulkan suara keras. Lalu mengeluarkan uang dengan nominal besar dari saku jas nya, dan meletakkannya di samping kaleng.
Dia melirik Luna sekilas, mata mereka bertemu. Melihat mata tajam pria itu, Luna berpikir tidak seharusnya dia memprovokasi nya.
Pria itupun kemudian pergi tanpa mengatakan apapun.
"Dasar orang gila! Dia pikir karena dia kaya, dia bisa bertingkah seenaknya gitu?!" oceh Zolga seraya membantu Luna untuk berdiri.
"Semuanya gara-gara kamu! Udah jam berapa ini?!" protes Luna sambil memukul lengan Zolga.
"Ya maap, alarm aku tadi gak bunyi.." alasannya.
"Paling juga udah bunyi tapi kamu matiin, terus tidur lagi," ucap Luna tepat sasaran.
"Hehe~" Zolga hanya meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Tapi kamu beneran gak papa, kan?" tanya Zolga sekali lagi untuk memastikan.
Luna hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian pergi ke ruangan pegawai untuk mengambil tas dan jaketnya.
"Kalo gitu aku pulang dulu, ngantuk. Nanti juga aku masih harus lembur di Hotel.." pamit Luna yang kemudian melesat begitu saja sebelum Zolga menjawabnya.
"Jangan terlalu memaksakan diri, istirahat aja!" teriak Zolga yang entah masih terdengar olehnya atau tidak.
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗