Savira tidak sengaja bertemu dengan seorang pemuda. Dia menolongnya sampai membiarkan dia tinggal di rumahnya. Namun, seiring waktu berjalan, dia merasakan hal berbeda dengan pemuda ini. Hingga benih-benih cinta mulai tumbuh diantara keduanya.
Namun, mengetahui jika pemuda yang dia tolong ternyata bukanlah orang biasa. Dia adalah seorang pewaris utama dari Perusahaan besar tempatnya bekerja.
Bagaimana setelah ini? Savira hanya merasa dibohongi oleh pemuda itu. Apa dia akan memaafkannya? Atau mungkin segala rintangan akan membuat dia menyerah begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau Kamu Jadi Milikku?!
Savira baru saja selesai dengan jam kerjanya, dia baru sempat membuka ponsel. Karena seharian ini cukup banyak pekerjaan, apalagi dengan adanya beberapa rapat dengan atasan. Membuat Savira tidak sempat hanya untuk membuka ponselnya saja.
Savira melihat ada beberapa pesan masuk dari nomor baru. Segera dia membukanya, dan seperti dugaannya. Pesan itu adalah dari Shandy.
Kapan harus aku jemput?
Savira langsung membalas pesan itu, dan setelahnya dia langsung berlalu keluar dari ruangan kerja. Berpamitan dengan orang-orang yang berada satu devisi dengannya.
"Pulang dulu ya semuanya"
"Ya, hati-hati Vira"
Savira mengangguk dan tersenyum, segera dia berlalu ke luar ruangan. Menunggu sebentar di depan gerbang Perusahaan, sampai sebuah motor berhenti di depannya. Savira tersenyum padanya. Dia segera naik ke atas jok motor dan memakai helm yang diberikan Shandy.
"Lo udah pulang kuliah emangnya?"
"Udah Kak, bubar lebih awal"
Savira mengangguk mengerti, dia berpegangan pada bahu Shandy ketika motor mulai melaju. Savira yang sudah ingin sampai di rumah dan istirahat, tapi tiba-tiba Shandy malah menghentikan motornya di sebuah taman.
"Eh, kok berhenti?" tanya Savira kebingungan.
"Turun sebentar Kak"
Savira menurut saja, dia kira motornya bermasalah. Maklumlah ini motor sudah lama, dan membelinya saja juga bekas. Jadi, terkadang sering mogok tiba-tiba.
"Ayo"
Savira dibuat kaget karena Shandy yang tiba-tiba menarik tangannya dan membawanya masuk ke area taman. Suasana sore hari yang cukup cerah, memang membuat taman ini mulai banyak pengunjungnya. Mulai dari keluarga kecil bahagia yang sengaja datang untuk berjalan-jalan saja. Banyak juga pasangan yang menikmati keindahan taman.
"Lo ngapain ajak gue kesini?" tanya Savira bingung. "Gue mau cepet pulang. Udah lelah banget, pengen cepet pulang"
"Sebentar aja Kak, aku cuma mau ambil barang dari temen aku"
Savira menghembuskan nafas kasar, bagaimana sekarang dia yang tidak sadar jika tangannya masih berada dalam genggaman tangan Shandy.
Savira melihat Shandy yang menghampiri seorang pemuda yang usianya mungkin setara dengannya. Ketika pria itu menatap ke arah tangan Shandy dan Savira yang saling bertaut, barulah menyadarikan Savira untuk segera melepaskan tangannya dari genggaman Shandy.
"Ekhem. Pantes aja lo betah. Ternyata ada wanita cantik ya" ucap Hanif dengan mengangkat alisnya menggoda Shandy.
Shandy memukul lengan Hanif dengan kesal. "Cepetan! Mana baju-baju gue"
Hanif langsung menyerahkan ransel yang di gendongnya pada Shandy. "Nih, kalo ada apa-apa kabari gue aja. Kalo lo butuh sesuatu lagi"
"Hmm" jawab Shandy datar, dia tahu jika temannya berkata seperti ini karena Shandy juga sudah mentransfer uang padanya atas pakaian yang dia bawa saat ini.
"Gak mau kenalin dulu sama gue Shan, siapa yang lo bawa ini?" ucap Hanif, lagi-lagi senang sekali menggoda temannya.
"Lo berbahaya, jadi gue gak bakal kenalin cewek gue sama lo!"
Shandy langsung menarik tangan Savira dan membawanya pergi dari hadapan Hanif. Savira masih begitu terkejut dengan ucapan Shandy barusan, bagaimana pria itu yang mengklaim jika dirinya adalah wanitanya.
"Tunggu dulu!"
Savira menghempaskan tangannya hingga terlepas dari genggaman Shandy. Mereka sudah sampai di motor mereka terparkir tadi. Namun, Savira masih tidak suka dengan ucapan Shandy tadi pada temannya.
"Kenapa lo bilang kalo gue ini cewek lo? Eh, kita aja baru kenal kemarin. Lagian gue juga gak tahu lo itu sebenarnya siapa. Jangan pernah macem-macem sama gue ya, Shan!" tekan Savira.
Shandy menghembuskan nafas pelan, dia menatap Savira dengan lekat. "Kalo misalkan aku mau kamu jadi milikku, bagaimana?"
"Shandy!" teriak Savira, kesal juga dengan anak ini. "Lo gak bisa main-main saja gue ya!"
Shandy terkekeh pelan, malah merasa lucu dengan ekspresi Savira barusan. "Gak kok, lagian temen aku itu suka banget godain cewek. Meski itu cewek baru kenal. Jadi, aku jaga-jaga aja biar dia gak gangguin kamu"
Savira terdiam, entah kenapa cara bicara Shandy padanya membuat dia merasa malu sendiri. Shandy berbicara begitu lembut padanya, bahkan tidak dengan bahasa yang kasar seperti saat dia berbicara dengan temannya tadi.
"Ayo naik"
Savira mengerjap pelan, dia melihat Shandy sudah berada di atas motor. Segera Savira naik ke jok belakang.
*
Malam ini, Savira sengaja menemui Kak Mena di kamarnya. Dia melihat Kakaknya sedang memeluk figura foto suaminya. Savira juga sering merasa tidak nyaman dengan semua ini. Rasa sakitnya masih belum hilang ketika dia ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Dan sekarang harus menerima jika dia juga harus ditinggalkan oleh Kakak laki-lakinya.
"Kak, besok periksa kandungan 'kan? Aku udah izin untuk masuk siang, jadi bisa temani Kakak dulu" ucap Savira.
Kak Mena tersenyum, mengusap air mata yang terlanjur luruh ke pipinya. Dia menyimpan kembali figura foto di atas nakas.
"Padahal Kakak bisa sendiri kok, Dek. Kamu bekerja saja"
Savira menggeleng pelan, dia duduk di pinggir tempat tidur. Mengelus kaki Kakaknya yang berselonjor. "Kak, aku sudah berjanji untuk menjaga Kakak dengan baik. Apalagi sekarang kandungan Kakak sudah tinggal menghitung hari saja. Semoga Kakak bisa lahiran dengan selamat ya"
Kak Mena tersenyum, dia bersyukur mempunyai adik ipar yang baik seperti ini. Rasanya tidak mudah baginya saat mendengar kabar meninggal suaminya, namun ternyata ada Savira yang selalu menguatkannya.
"Dek, sepertinya setelah Kakak lahiran, Kakak akan kembali ke rumah Ibu di Luar Kota. Kakak tidak sanggup jika terus berada disini. Setidaknya disana masih ada BIbi yang mengurus Kakak dan bayi Kakak. Jika terus berada disini, Kakak kan terus teringat Mas Ganang"
Savira tidak bisa melarangnya, meski hatinya sangat takut. Karena pada akhirnya semua orang akan meninggalkannya. Namun, Kak Mena juga berhak memutuskan untuk hidupnya sendiri. Karena rumah ini terlalu banyak menyimpan kenangan mendiang suaminya.
"Tapi tunggu sampai Kakak pulih setelah melahirkan ya. Aku ingin merawat sebentar saja keponakan aku" ucap Savira dengan menahan air matanya sekuat tenaga.
Kak Mena mengangguk, dia mengelus kepala Savira dengan lembut. "Sekarang kamu sudah harus memikirkan tentang pernikahan. Jangan sampai keberadaan Kakak malah membuat kamu tidak bisa dekat dengan pria lagi. Biarkan hatimu kembali terbuka untuk cinta yang akan datang, Dek"
Savira hanya terdiam saja, pernah gagal menikah tentunya membuat dia sedikit takut untuk memulai lagi. "Kalau ada pria yang benar-benar mencintaiku saat ini, mungkin aku akan mencobanya Kak"
"Jangan sampai berkorban lagi hanya karena Kakak ya"
Pengorbanan yang pernah dia buat, ketika Kakak laki-lakinya meninggal dunia. Dan meninggalkan seorang istri yang baru saja mengandung. Savira tidak ada pilihan lain saat itu, selain membatalkan pernikahan yang hampir terjadi.
Bersambung
ditunggu kak karya selanjutnya tetap semangat 💪💪💪
lanjut kak tetap semangat upnya 💪💪💪