Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Hanya untuk menepati janji
Perempuan itu duduk dari baringnya menatap wajah Alan lekat-lekat, apakah ada keisengan disana. Sayangnya tidak ada. "Kenapa tiba-tiba mengajak saya menikah?" tanya Dewi.
"Jangan biarkan mereka bahagia diatas penderitaan kamu, atau kalau kamu mau aku menonjok si Arman itu sampai babak belur gak bisa bangun untuk menikah lusa. Manfaatkan saja saya, dengan senang hati saya akan bekerja sama."
"Balas dendam memang rencanaku," gumam Dewi, tapi kekerasan?Sungguh tak pantas dia membalas perlakuan Arman dengan kriminalitas. Bagaimanapun dia akan jadi orang yang bertanggung jawab pada kelangsungan hidup Dita selanjutnya. Adik lemahnya itu, sudah cukup dia mengurusnya selama ini.
"Lupakan! Aku bukan orang yang sentimentil." Dewi menepis ide itu. Dia terbiasa menggunakan otaknya daripada perasaannya. Bahkan jika itu bukan Dita, dia tidak akan berpikir dua kali untuk melepaskan Arman si bajingan itu jika ketahuan selingkuh olehnya.
"Mungkin kamu tidak sakit hati atas pengkhianatan mereka, tapi apa kamu tidak malu dipandang miris oleh tamu-tamu, besok lusa?" tanya Alan.
"Bagaimana posisi kamu disana sebagai kakak yang batal menikah karena pengantin pria lebih memilih adik calon istrinya yang lebih cantik."
"Dari aku?" tunjuk Dewi ke wajahnya. "Lebih cantik si Dita!" Dia tidak percaya.
"Tentu saja kamu lebih cantik, tapi itu dulu waktu kamu seusia Dita sekarang. Dan sekarang, Dita jelas lebih segar dan lebih cantik dari kamu."
Akh!
Keterusan terangan Alan menyakiti perasaan Dewi. Menghunjam ke dasar hatinya yang paling dalam. Dasar pria tidak berperasaan, cibirnya. "Lalu kenapa kamu mau menikahi aku?" Dia cemberut.
"Kan, saya bilang untuk balas dendam kalau kamu mau. Selain itu, saya telah berjanji pada orang tuamu untuk menjaga kalian seumur hidupku." Alan penuh dengan penyesalan mengingat kepergian Tuan Thamrin dan istrinya ke luar negeri tapi tidak bisa pulang hidup-hidup.
Dewi mengerut kening curiga, apakah kecemburuan Arman dulu benar bahwa Alan menyukai dirinya. "Apa kamu pernah mencintai saya?" tanya Dewi terus terang.
Pletak!
Keningnya dijepret pakai jari Alan, "Usah geer kamu!" Pria itu mendelikkan matanya namun hatinya berdebar. Dia memang pernah memikirkan itu tapi takut akan akibatnya hubungan jadi renggang. Jadi dia membuang jauh angan-angan itu. Bagaimanapun masalah hati tidak bisa dipaksakan.
Bagaimana kalau hubungan putus ditengah jalan, bukankah interaksi diantara mereka akan jadi canggung. Lalu bagaimana dia bisa menepati janjinya pada kedua orang tua anak-anak ini untuk menjaga mereka seumur hidupnya.
"Terus kita nikah mau ngapain kalau tidak ada perasaan?" tanya Dewi.
"Ya untuk status kamu sebagai perempuan yang tidak menyedihkan meskipun ditinggal calon suami menikah!"
Ck, decak Dewi.
"Kita tidak akan nina ninu, gitu?" tanya Dewi penasaran.
"Apa itu nina ninu?"
"Hubungan suami istri?"
Blush!
Meskipun dia sudah menduga arahnya kesana tak ayal Alan tersipu, membuang muka. "Jangan harap!" ujarnya pelan kayak sangsi apakah dia benar-benar tidak menginginkannya.
Alan kembali menatap Dewi, "Setelah kamu dapat selingkuhan yang mau menikah denganmu, dengan senang hati aku akan melepaskan kamu," terang Alan dengan tenang.
Hah!
Dewi pernah membaca novel tentang pernikahan setingan yang akhirnya langgeng sampai bab berakhir, tapi tidak menduga akan mengalaminya sendiri. Pucuk dicinta ulam tiba, ibarat kata pepatah. Patah tumbuh hilang berganti. Pergi satu masih banyak yang mengantri. Jangan dipaksa orang yang tak Sudi, itu artinya dia tidak pantas untuk memiliki. "Setuju," kata Perempuan itu.
Oh!
Semudah itu, pikir Alan.
"Kenapa? mau berubah pikiran!" tanya Dewi atas keterkejutan di wajah Alan.
"Tidak akan," jawab Alan yakin. "Sebentar, aku akan menghubungi seseorang." Dia bangkit dari duduknya untuk menelepon.
Dewi pun beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak ada waktu untuk meratapi nasib. Masih banyak yang harus diurus sebelum pengunduran dirinya.
Sebulan dari sekarang Dewi telah mengambil cuti bulan madu, sekalian dia akan meletakkan jabatannya. Yakin pada rapat pemegang saham bulanan minggu depan, Arman akan menyinggung masalah jabatan Direktur utama yang pantas dipegang oleh pemilik saham grup terbanyak. Siapa lagi kalau bukan dirinya yang telah mendapat dukungan saham dari Dita.
.
.
Lima belas menit kemudian, Alan dan Dewi turun dari lantai 2 menuju ruang tengah. Dewi telah bersiap dengan pakaian ala seorang Bos sebuah perusahaan. Dia berdiri di ruang tengah keluarga memandang semua orang yang menatapnya, disana. "Saya beritahu bahwa lusa akan ada 3 acara, selain lounching restoran baru serta pernikahan Arman dan Dita akan ditambah satu acara lagi,...." Dewi menjeda ucapannya mengitari pandangannya lagi.
"Saya akan tetap menikah dengan pengantin pria bernama Alan." Dewi menoleh, tersenyum ke Alan yang berdiri di sampingnya.
"......" Nyonya Bagyo dan Tuan Bagyo saling memandang.
Apa?
Arman terperangah akan imaginasinya barusan, yang ternyata benar. Sampah memang harus berkumpul bersama sampah, dia mencebikkan bibirnya. Nafasnya pendek-pendek seolah ada yang tersumbat menyesak di dadanya.
"Om Alan dan Kak Dewi menikah," lirih Dita melihat Alan dengan tidak senang.
Dewi menangkap rautnya. "Hm, kenapa? Kamu mau juga sama Alan?" sinis Dewi ke Dita.
"Oh, tidak tidak! Itu ketuaan," jawab adik kandung Dewi itu melambaikan tangannya.
Cis, dengus Dewi. "Silahkan keluar semua! Waktunya berangkat ke Hotel," perintahnya.
Mobil telah menunggu di halaman rumah dari tadi, barang-barang perlengkapan mereka juga telah disusun oleh asisten rumah tangga dan supir pribadi Dewi.
Keluarga Arman cuma sedikit, bahkan Dewi hanya punya Dita. Untungnya ada Alan pengganti orang tua mereka. Sedangkan keluarga besar Arman akan langsung ke hotel, dan lusa baru akan berkumpul di acara ijab kabul.
_____________