NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Adil Untuk Delima

Delima menatap penuh kesedihan empat gundukan tanah berwarna merah itu. Dua orang lagi yaitu mbak Arti yang harus meregang nyawa karena keracunan asap. Ia belum sempat dibawa ke rumah sakit. Begitu juga dengan bayi yang belum diberi nama olehnya. Paru-parunya sudah dipenuhi asap yang berasal dari api yang membakar habis rumahnya. Namun sempat mendapatkan pertolongan medis beberapa jam namun pada akhirnya tak tertolong.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula, pepatah itu rasanya sangat menggambarkan kehidupan Delima sekarang ini. Tak ada lagi yang tersisa, semuanya telah habis. Kini Delima hanya seorang diri, tak ada gunanya hidup tanpa mereka. Kenapa ia harus tetap hidup? Merasakan kehilangan mereka semua dalam waktu yang berdekatan. Kebahagiaan seakan jauh dari hidupnya.

Delima kembali menatap rumah yang telah hangus terbakar tanpa sisa. Rumah yang harus dikosongkannya karena akan ambil Debt Collector.

"Aku minta maaf, Mas Rizal. Karena aku mbak Arti meninggal." Kata Delima entah sudah yang keberapa kalinya meminta maaf pada suami mbak Arti.

"Sudah aku katakan, itu musibah. Aku sudah ikhlas."

"Aku belum mengikhlaskan mereka, Mas."

"Lebih baik segera ikhlas kan kepergian mereka dan kamu kembali tata hidup kamu. Cari lah kerja supaya paling tidak kamu bisa perlahan sedikit melupakan mereka. Ada kesibukan untuk mengalihkan pikiran kamu dari mereka yang udah enggak ada."

Delima terdiam, menautkan kedua tangannya. Sepertinya itu harus segera dilakukannya, mengingat ia tidak memiliki tempat tinggal lagi. Dunianya akan terus berjalan ada atau tidak ada mereka, jadi ia harus hidup untuk dirinya sendiri. Dan bebarapa pertanyaan yang masih disimpannya dalam hati. Ia harus berpikir realistis, tidak selalu menggunakan perasaannya, apalagi sekarang perasaannya sangat kacau dan ia membutuhkan ketenangan atau minimal pengalihan. Menangis darah pun tak akan menghidupkan yang telah mati.

"Apa ada pekerjaan yang bisa aku isi, Mas?. Kalau bisa yang ada tempat tinggalnya karena Mas tahu aku sudah tidak memiliki apapun lagi." Tanya Delima.

"Aku belum tahu, Delima. Kalau di tempat kerja aku enggak ada. Tapi coba aku tanya teman dulu. Siapa tahu mereka ada informasi."

Delima mengangguk. "Kalau bisa hari ini juga ya, Mas."

"Iya, aku usahakan." Rizal paham dengan kondisi Delima sekarang ini.

Cukup lama Delima menunggu informasi dari teman-teman Rizal. Sampai-sampai Delima gelisah sendiri karena hari sudah mulai gelap. Meminta pada tetangga pun rasa tidak enak karena mereka tinggal mengontrak yang cukup untuk keluarganya saja.

Kesedihan apa lagi yang akan didapatnya malam ini?. Delima seolah menantang semesta, ia sudah tidak mempedulikannya bahkan berharap membawanya pada kematian.

"Bagaimana, Mas?." Tanya Delima pada Rizal setelah beberapa lama menghubungi beberapa kenalannya.

Rizal memasang wajah pesimis lalu duduk di depan Delima.

"Ada pekerjaan, tapi lumayan berat. Karena majikannya cerewet, galak, pelit, jorok dan gajinya juga kecil. Mungkin kamu orang kesekian yang merawatnya, karena yang sudah-sudah cuma betah satu dua hari."

"Enggak apa-apa, Mas. Yang penting aku kerja, punya tempat tinggal dan bisa punya kesibukan." Tanpa ragu Delima menyanggupi.

"Nanti kamu di jemput teman aku setelah mengantar pulang yang bekerja sebelumnya."

"Iya, Mas."

Tepat pukul sebelas malam, Delima di jemput oleh seorang kenalan Rizal. Rizal pun menitipkan Delima padanya. Setelahnya Delima pamit pada Rizal yang malam ini akan berangkat juga ke luar kota. Mengantar kedua orang tuanya yang akan merawat anaknya yang berumur dua tahun.

Delima menitikkan air matanya kala meninggalkan semua kenangan indah dan menyakitkan di tempat itu. Padahal di tempat itu ia menggantungkan semua harapan baiknya. Namun jutsru berakhir kesedihan.

"Mas Rizal udah cerita 'kan?." Kata kenalan Rizal yang bernama Sopian saat dalam perjalanan.

"Iya." Delima menjawab singkat.

"Supaya nanti kamu enggak kaget. Syukur-syukur kamu betah lama di sana."

"Akan aku berusaha sepenuh hati."

"Iya, semoga ya Delima."

Setelah beberapa jam berlalu, mobil melanju semakin lambat saat memasuki kawasan perumahan elit. Ternyata hanya terhalang dua rumah dari depan di situ lah mobil berhenti.

Rumah besar berlantai dua, yang didominasi warna putih dan hitam. Delima dan Sopian turun lalu mereka masuk melalui pintu samping. Kemudian Sopian menunjukkan kamar pada Delima. Setidaknya wanita itu harus istirahat sebelum besok pagi mendapat serangan dari Nyonya besar. Rizal juga menceritakan kemalangan yang dialami Delima.

Sepanjang malam Delima tak dapat memejamkan mata. Bayangan demi bayangan bermunculan satu persatu. Memenuhi hati dan pikirannya tanpa bisa dicegah, ia pun hanya bisa menangis dan menangis sampai pagi.

Sadar ia yang harus mulai bekerja. Delima segera membersihkan diri lalu keluar kamar setelah menggunakan seragam. Untung saja, karena ia benar-benar tidak memiliki pakaian lagi. Di dapur sudah ada perempuan kurang lebih seusianya dengan seragam yang sama. Perempuan itu meliriknya dengan tatapan tidak suka.

"Kamu baru?" tanyanya ketus pada Delima.

"Iya." Sebisa mungkin Delima bersikap ramah.

"Pasti sebentar lagi kamu minta berhenti." Katanya untuk meremehkan.

"Aku rasa tidak" Delima membalasnya dengan penuh percaya diri.

"Mari coba kita lihat!." Wanita itu menabrakkan tubuhnya pada Delima hingga Delima bergeser dari posisinya. Namun ia berusaha tetap tenang, untuk sementara ini ia harus mampu bertahan sebelum mendapatkan pekerjaan lain.

Delima masih diam mematung ditempatnya dengan tatapan kosong. Hidupnya terasa sangat berat namun masih lebih berat kehilangan mereka. Jadi seharusnya ini tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kesedihan sebelumnyanya.

Sebuah tangan besar bergerak ke bawah ke atas berulang kali di depan wajah Delima sampai kesadaran Delima kembali seutuhnyanya.

"Maaf" ucap Delima sambil menatap pria tinggi dan bertubuh tegap yang berdiri di depannya.

"Kalau kebanyakan bengong kamu enggak bakalan bisa kerja lama di sini." Katanya cukup pedas. Lagi-lagi ia diremehkan. Belum tahu saja mental bajanya yang baru terasah karena keadaan.

"Aku tidak bengong" Delima menggelengkan kepala. Menyangkal apa yang dituduhkan pria itu.

"Udah ketahuan enggak mau ngaku lagi" ejeknya sambil tersenyum. Lalu tiba-tiba dari salah satu kamar rumah besar itu terdengar suara teriakan yang begitu memetik telinga.

"Aaaaaaa..."

Pandangan Delima dan pria itu beradu.

"Kamar nenekku ada di bawah tangga persis." Kata pria itu sambil menujuk kamar yang dimaksudnya.

Delima mengangguk lalu mengikuti arahan pria tersebut tanpa tahu jika pria itu mengikutinya.

Dengan perasaan was-was Delima mendorong pelan pintu kamar hingga terbuka sedikit. Terlihat seorang perempuan dengan penampilan acak-acakan, tentu saja seisi kamar juga seperti kapal pecah.

"Permisi, saya izin masuk Nyonya" kata Delima dengan suara lembu lembut.

Mulut perempuan berusia delapan puluh tahun itu tertutup rapat. Hanya matanya saja yang menatapnya sangat tajam. Delima tak berani masuk sebelum Nyonya rumah mengizinkan.

"Permisi, Nyonya. Saya izin masuk ke kamar ini" kata Delima lagi kini sambil tersenyum. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih.

"Cepat masuk! Gantikan pampersku!." Perintahnya dengan ketus.

Delima segera membuka pintu lebar dan menghampiri Nyonya besar yang berbaring di tempat tidur super mewah.

"Maaf, Nyonya. Izin ya, saya bersihkan." Delima mulai mengerjakan tugasnya tanpa rasa jijik. Karena ia sudah biasa melakukannya. Bahkan ia sedang mengingatnya dan merindukannya. Namun hal tak terduga terjadi. Kala tangan wanita itu mengambil sedikit kotorannya lalu ditempelkannya pada pipi Delima yang sudah basah.

Bau? Pastinya iya. Namun lagi-lagi Delima sudah terbiasa dengan aroma itu. Walau baru kali ini mendapatkan perlakuan kurang mengenakan. Namun ia tak masalah, demi tempat tinggal dan mengobati rasa rindunya pada ibu Yunita.

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!