NovelToon NovelToon
Penyesalan

Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

Semua itu karena rasa ego. Ego untuk mendapatkan orang yang dicintai, tanpa berfikir apakah orang yang dicintai memiliki perasaan yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

"Kepada waktu yang senantiasa bergerak maju, ijinkan aku untuk maju lebih dulu beberapa detik saja. Agar aku tahu menyiapkan hati, jikalau harus tersakiti lagi."

Dengan memakai gamis berwarna coklat tua dengan jilbab syar'i warna senada aku siap untuk bertemu dengan Kak Adam di Taman Kota, jarum jam menunjukkan pukul 8.30, aku tidak ingin datang terlambat sehingga menimbulkan kesan bahwa aku tidak disiplin waktu kepada kak Adam.

"Yah, perfekk..." lip tin tipis telah selesai aku oleskan ke bibirku.

"Mau ke mana Zara pagi-pagi begini, bukannya ini hari libur ya?" tanya ibu, oh iya aku lupa, aku belum pamitan kepada ibu.

"Iya Bu, aku ada acara jumpa temen, nanti siang aku bakal balik kok Bu,"

Aku sengaja berbohong, semoga Allah mengampuni dosaku. Aku tidak mungkin jujur ke ibu, kalau aku mau jumpain kak Adam, bisa-bisa mereka melarang. Sebab kiyai Nasir bilang, kalau ta'aruf tidak ada acara jumpaan berdua sekalipun itu di tempat ramai, tapi harus ada wali yang mendampingi. Tetapi, aku juga tidak mungkin menolak permintaan kak Adam untuk mengobrol berdua denganku, sebab tampaknya yang ingin dikatakan oleh kak Adam itu memang sangat penting dan privasi. Sesuai dengan yang pesan email-nya kemarin malam.

"Ohhh, ya sudah, kamu hati-hati di jalan, jangan lupa sholat Zuhur, jangan sampai tinggal," pesan ibu seperti biasa, kalau aku ke mana-mana pasti ibu selalu pesan agar tidak ketinggalan sholat. Dan aku langsung mengiyakan.

Dengan mengendarai sepeda motor, aku siap meluncur bertemu calon imam, hehheh.

Setelah 15 menit berkendara, aku akhirnya sampai di taman kota. Taman ini lumayan ramai orang, mungkin karena hari ini adalah hari weekend. Aku memilih untuk duduk di salah satu kursi taman, tepatnyabdi bawah pohon cheri yang rindang. Jarum jam baru menunjukkan pukul 8.45 wib, dan kami janjian bertemu jam 09.00 wib, itu artinya masih ada siswa waktu 15 menit lagi. Seraya menunggu kak Adam datang, aku mengambil buah cherry dan langsung memakannya di tempat.

'hap... hap...' buah cherry ini segar sekali, rasanya manis campur asam, tetapi kalau sudah merah sekali itu rasanya manis tidak ada asamnya.

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumussalam..." Aku menoleh ke arah sumber suara, itu kak Adam.

"Eh... kak Adam,"ucapku malu-malu, dan langsung menelan buah cherry terakhir ku. Ahh, seharusnya aku duduk anggun saja di kursi ini, tidak perlu pake berdiri segala untuk mencari buah cherry, apalagi langsung memakannya tanpa mencucinya. Kan jadi kelihatan rakusnya.

"Sudah lama?" tanyanya, aku menggelengkan kepala.

Aku tak mampu berkata-kata, sumpah demi apapun, saat ini kak Adam tampil sangat tampan, dengan baju kaos ngepas di badan, dipadu dengan celana chino premium, itu membuat tubuh gagahnya benar-benar kelihatan. Aku menelan ludah, sebelum akhirnya aku mengalihkan pandanganku.

'sadar Zara, dia itu baru calon, belum sah jadi suamimu, jadi kamu harus jaga pandangan,' aku berbicara pada diriku sendiri. Kemudian menundukkan pandangan ku.

"Silahkan duduk.." ucap kak Adam, aku mengangguk dan duduk di sampingnya.

Kursi taman ini lumayan panjang, muat untuk 4 orang dewasa, dan aku memilih untuk duduk di samping kak Adam dengan memberi jarak sekitar 45 cm dari kak Adam.

"Kamu sudah baca CV ku semuanya?" tanya kak Adam, aku mengangguk.

Ia berbicara tanpa menatapku, kami  menatap ke yang lain kami sama-sama menjaga pandangan kami. Meski sesekali aku meliriknya dengan menggunakan ekor mataku.

"Sudah kak, kalau kakak sudah baca CVku?" tanyaku perlahan-lahan.

"Ya, sudah juga, cvmu bagus," pujinya, aku tersenyum tipis. Dipuji crush memang sebahagia itu.

"Btw, ternyata kamu dulu sekolah di SMP Cendrawasih ya? Aku baru tahu ternyata kamu adalah adik kelasku saat SMP dulu. Anehya selama dua tahun kita berada di sekolah yang sama, dan aku tidak pernah melihatmu atau mengenalmu," ujarnya tertawa kecil, aku jadi ikut tersenyum melihat tawanya. Kulirik dia masih menatap ke depan, ke arah air mancur yang terus memancarkan airnya.

Ya, dia memang tidak mengenal dan tidak pernah melihatku, tetapi tidak dengan aku. Aku sangat mengenalnya, bahkan hampir setiap hari melihatnya selama dua tahun berturut-turut sebelum akhirnya ia lulus SMP.

"Tapi, bukan itu yang ingin aku bicarakan saat ini Zara," ujarnya menyebut namaku, yang membuat hatiku berdebar lebih kencang lagi saat ini.

"Memangnya ada apa kak, apa ada masalah dengan perjodohan ini?" Aku langsung to the point saja, aku tidak ingin kak Adam merasa tidak enakan untuk membicarakannya, jadi biar aku yang mendahulukan untuk bertanya. aku yakin kak Adam memintaku untuk berbicara berdua pasti itu menyangkut perjodohan kami.

"Ya..." Ku lihat dia menghelas nafas pelan. Wajahnya menunduk, sebelum akhirnya dia mengangkatnya kembali dan menatap ke depan.

"Apa yang kamu pikirkan dengan perjodohan ini?" Dia mulai bertanya, aku sendiri tidak tahu hendak menjawab apa kepada kak Adam. Tidak mungkin ku jawab aku sangat bahagia dengan perjodohan ini sebab aku adalah salah satu pengagum rahasianya yang telah bertahun-tahun memendam rasa, dan mencintai dalam diam.

"Aku sudah berjanji kepada ibu dan ayah akan menerima siapapun pria yang mereka pilihkan untukku. Sebab aku percaya pilihan orang tua pastilah yang terbaik untuk anaknya." Jawabku, ini adalah alasan paling logika.

Lagipula, aku memang sudah berjanji sebelumnya kepada ibu dan ayah bahwa aku akan menerima siapa pun pria yang mereka pilihkan untukku.

"Apa aku bisa bertanya yang lain?" Tanyanya menatapku sesaat, dan aku mengangguk setuju.

"Silahkan!" ucapku.

"Apa ekspektasimu tentang suami dan pernikahan?" tanyanya, padahal aku sudah menuliskannya di CV milikku yang telah kukirimkan kepadanya, tetapi barangkali ia ingin mendengar aku mengatakannya sendiri.

"Ekspektasi ku tidak muluk-muluk kak, aku hanya berharap suamiku kelak adalah suami yang shaleh, beriman dan taat kepada Allah, mencintai, menyayangi, dan menerimaku apa adanya. Sebab aku pun akan mencintai, menyayangi, dan menerima suamiku apa adanya." ucapku, ia mengangguk-angguk.

"Mengenai pernikahan aku juga tidak muluk-muluk, aku hanya berharap pernikahan itu mampu melahirkan keluarga yang sakinah mawadah warahmah, melahirkan generasi penerus agama dan bangsa yang berilmu, beriman, dan berakhlakhul Karimah. Aku berharap dalam pernikahan nanti baik aku maupun suami bisa saling pengertian dan menerima apa adanya. Dan pada intinya aku berharap dengan pernikahan ini keluarga kecilku kelak bahagia dunia dan akhirat," terangku panjang lebar, ada banyak hal dalam fikiran ku, tetapi ini saja sudah cukup bagiku. Sebab, bagaimanapun pandanganku mengenai suami dan pernikahan, menurutku itu semua sudah ada pada diri Adam. Dia telah sempurna di mataku.

"Lalu, bagaimana jika sosok suami yang kamu inginkan itu tidak kamu temukan pada diriku? Apa kamu masih mau melanjutkan perjodohan ini ke jenjang berikutnya?" tanyanya, aku menatapnya sekilas untuk seperkian detik pandangan kami saling bertemu sebelum akhirnya aku yang lebih dahulu mengalihkan pandangan ku.

"Aku yakin semua itu ada pada kak Adam, aku sudah baca CV kak Adam, dan aku yakin kak Adam adalah calon imam yang tepat untuk Zara," ucapku seraya menunduk.

Ku dengar dia menghela nafas lagi, aku memejamkan mata. Berharap kak Adam tidak akan membatalkan perjodohan kami, apapun yang terjadi. Sebab aku bisa menerima kak Adam apa adanya, apapun dirinya. Aku terima.

"Inilah sebabnya aku memintamu untuk berbicara berdua di sini Zara. Aku rasa kamu perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak ingin menjebakmu seumur hidupmu denganku. Aku tidak ingin menyia-nyiakan masa depanmu bersamaku. Dan aku tidak ingijn kamu merasa tertipu olehku atau oleh keluargaku, apalagi oleh kiyai Nasir yang telah menjembatani perkenalan kita. Aku ingin jujur, aku ingin kamu tahu siapa pria yang dicalonkan oleh orang tuamu untuk jadi suamimu." ucapnya menatapku, aku menatapnya penuh selidik. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi?

"Sebelumnya aku ingin minta maaf kepadamu Zara, ku tahu kamu gadis baik-baik, gadis shalehah, dan gadis terjaga, tetapi aku tidak bisa dengan mudah jatuh cinta kepada sembarang wanita asing," ujarnya. Aku menunduk.

"Aku tahu itu kak Adam," ujarku, aku paham Kak Adam pastinya tidak mungkin jatuh cinta padaku, apalagi dalam waktu sesingkat ini. Itu mustahil,kecuali Allah yang berkehendak. Tetapi, bukankah seiring berjalannya waktu hati akan terbiasa dan jatuh cinta?

"Aku pernah menikah, dan kamu tahu itu kan Zara?" tanyanya, dan aku mengangguk.

"Ya, aku tahu itu kak Adam,"

"Saya rasa kamu sudah membacanya di CV ku, bahwa pernikahan kami hanya bertahan selama satu bulan saja, setelah itu kami resmi bercerai baik secara agama dan negara."

Ku menganggukkan kepala.

"Tapi satu hal yang kamu harus tahu Zara, bahwa kami bercerai bukan karena sudah tidak saling cinta," Kak Adam menatapku, dan aku pun menatapnya dengan tatapan terkejut. Untuk seperkian detik pandangan kami saling beradu. Kemudian kembali aku yang mengalihkan pandanganku lebih dulu.

"Lalu kenapa kak?" tanyaku.

Kak Adam terdiam sejenak, dia tampak tertekan.

"Te...tapi" dia berhenti berbicara, aku tak memberikan tanggapan apapun.

"Tetapi karena dia, mantan istriku divonis mengidap penyakit HIV oleh dokter. Aku tidak percaya kalau dia terpapar virus HIV sebab aku tahu dia, dia wanita terjaga, cerdas, dan bermoral. Dia tidak mungkin bermain gila apalagi berzina." Ucapnya menatapku, aku pun menatapnya.

"Lalu?" Lanjutku.

"Awalnya aku tidak perduli, mau tidak mengidap HIV ataupun tidak hal itu tidak akan mengurangi kadar cintaku padanya. Aku sangat mencintainya."

"Jika kakak mencintainya, kenapa kakak tidak membersamainya?" Aku menguatkan hati untuk bertanya.

"Dia sendirilah yang memaksaku untuk melepaskannya. Dia rela bercerai dariku demi kebaikan diriku. Aku tidak ingin menceraikannya, aku siap menemaninya sampai sembuh dari penyakitnya. Tetapi, dia tidak mau membebaniku, dia terus menangis dan memintaku untuk melepaskannya. Aku tidak tega melihatnya menangis terus sepanjang hari. Akhirnya tepat satu bulan pernikahan kami, aku pun dengan berat hati melepaskannya. Kami bercerai, dia kembali kepada orang tuanya, duniaku terasa hancur saat itu juga." Ia berhenti berbicara, matanya berkaca kaca, suaranya mulai parau. Seperti ia sangat berduka atas perceraiannya.

"Aku tidak pernah pacaran Zara, aku tidak pernah dekat dengan wanita non mahram manapun, aku selalu menjaga diri dari yang diharamkan oleh Allah. Aku dengannya tidak kenal lama, aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Setelah satu bulan mengenalnya, aku melamarnya dan dia menerima lamaranku. Tetapi sayang, musibah itu menimpanya." Ia berhenti berbicara dan melap air matanya dengan jari telunjuk dan jempolnya. Aku turut bersedih melihatnya saat ini.

"Dan kamu tahu Zara, hingga saat ini aku masih saja mencintainya sama seperti pertama kali aku bertemu dengannya dulu," Deg... Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong ketika mendengar perkataan Kak Adam.

Aku memejamkan mataku mendengar kalimatnya, adakah yang bisa mengerti betapa patahnya hatiku saat ini, ketika mendengar orang yang paling kita cintai mengaku sendiri bahwa dia mencintai wanita lain.

"Aku sangat berduka kehilangannya Zara," ujarnya menangkupkan wajahnya dengan tangannya. Prustasi. Tetapi, saat ini bukan hanya dirinya saja yang berduka, tetapi aku juga tengah berduka saat ini, sebab ku tahu bahwa hati pria yang kucintai masih ada pada masa lalunya.

"Mungkin setelah mendengar ini, kamu akan mengatai ku, aku tidak masalah untuk itu Zara. Itu hakmu, kamu berhak memakiku, dan kamu berhak untuk membatalkan perjodohan ini," ucapnya.

Tanpa ku minta air mataku telah menitik bagai rintik hujan. Dengan segera aku melapnya dengan ujung jilbabku, agar kak Adam tidak mengetahuinya bahwa aku pun turut menangis karenanya.

"Tetapi kamu harus tahu kebenarannya zara!" dia menatapku dengan mata merah dan berair, dia menangis melihatku, bukan tatapan seperti ini yang kuharapkan dari kak Adam. Bukan tatapan seperti ini.

"Kamu harus tahu, bahwa aku masih mencintainya dan kemungkinan hanya akan mencintainya. Dan sejauh ini aku masih mengharapkan dia kembali meski aku tidak tahu kapan dia akan kembali kepadaku," ucapnya.

"Jika kak Adam masih mencintainya, jika kak Adam masih menginginkannya kembali, dan jika kak Adam merasa tidak bisa jatuh cinta lagi kepada siapapun selain kepadanya, lalu kenapa harus ada perjodohan ini kak Adam? Pernikahan bukan untuk main-main, dan perasaanku dan keluargaku bukan mainan," kali ini aku tak mampu lagi untuk menutup mulutku. Akhirnya aku buka suara.  aku berusaha untuk menahan emosiku agar aku tidak menangis di hadapan kak Adam. Aku harus terlihat tegar di hadapannya, aku tidak boleh lemah.

"Ini semua permintaan ayah dan ibuku Zara, semenjak perceraian itu,  psikologis ku jadi terganggu, tidurku tidak teratur, makan tidak berselera, dan aku lebih sering mengurung diri di kamar, beberapa kali aku ke psikolog dan psikiater, dan mereka memvonis ku depresi. Aku sudah melalui banyak terapi jiwa, untuk menenangkan diri Zara. Aku sudah pergi berguru ke beberapa pondok pesantren untuk memulihkan hatiku yang patah. Bahkan, restoran dan beberapa cabang ku untuk sementara waktu pernah diambil alih oleh ayahku sebab aku sangat berduka dan berputus asa kala itu."

Astaghfirullah, sungguh sakit hati ini ketika mengetahui semua ini.

"Dan aku baru dinyatakan pulih beberapa bulan yang lalu, dan setelah itu ibu dan ayahku memintaku untuk menikah lagi. Awalnya aku tidak mau, tetapi aku tidak mampu melihat mereka khawatir dan tersiksa karena ulahku. Akhirnya aku setuju, dan entah bagaimana ceritanya ayahku berkata bahwa kiyai Nasir ada calon yang cocok untukku. Dan itu adalah dirimu. Awalnya aku ingin merahasiakan semua ini darimu, tetapi aku juga tidak sejahat itu, aku tidak ingin kamu merasa dijebak atau tertipu olehku." ucapnya.

Kutahu saat ini ia tengah menatapku iba, tetapi aku tak membalas tatapannya, aku mendongakkan wajahku ke atas menatap ke atas pohon chery. Aku tersenyum tipis tetapi air mataku tak bisa berbohong. Baru saja kemarin hatiku berbunga-bunga karena perjodohan ini, dan sekarang bunga-bunga dipaksa untuk layu dan berguguran . Sungguh sakit sekali.

"Sekarang pilihan ada di tanganmu, jika kamu ingin melanjutkan perjodohan ini atau membatalkannya itu hak mu. Aku menghargai keputusanmu. Tetapi saranku, lebih baik pernikahan ini kamu batalkan saja!" ucapnya, gampang sekali dia berkata begitu, tidakkah dia tahu bahwa aku telah mencintainya dalam diam bertahun-tahun lamanya.

"Lalu kenapa tidak kamu saja yang membatalkan perjodohan ini? Kenapa harus aku?" tanyaku, aku tidak akan sanggup membatalkan perjodohan ini, sebab aku sangat mencintai dan menginginkannya, tetapi jika yang membatalkannya adalah dirinya. Maka aku akan berusaha ikhlas untuk menerimanya.

"Aku tidak bisa membatalkannya, aku tidak mau mengecewakan ayah dan ibu, aku sungguh tidak ada alasan untuk menolakmu. Kamu gadis yang baik, shalehah, terjaga, dan berasal dari keluarga baik-baik pula. Aku tidak punya alasan!" ucapnya.

"Kamu bisa mengatakan alasanmu yang sejujurnya. Kamu bisa mengatakan bahwa kamu tidak menemukan kecocokan denganku, atau kamu bisa mengatakan bahwa kamu masih mencintai orang lamamu!" ucapku sekenanya.

"Aku tidak bisa mengatakan itu semua. Aku tidak ingin mengecewakan ayah dan ibuku." ujarnya, aku tersenyum tipis.

"Jika kamu tidak bisa mengecewakan ayah dan ibumu, lalu apa kamu pikir aku bisa dan mau mengecewakan ayah dan ibuku? Kamu punya orang tua, dan aku juga punya? Kamu menyanyangia orang tuamu dan aku juga sangat menyanyangi orang tuaku. Aku tidak akan pernah sanggup mengecewakan mereka dalam hidupku. Aku sudah berjanji untuk menerima dan menyetujui perjodohan dengan siapapun laki laki pilihan mereka. Aku sudah berjanji, jadi aku tidak mungkin mengingkarinya dengan menbatalkan pernikahan ini, itu tidak mungkin Kak Adam" ucapku panjang lebar.

"Jadi kamu mau tetap lanjutkan perjodohan ini meski kamu sudah tahu kebenarannya?" tanyanya, aku menatapnya ragu, air mataku telah mengalir menitik membasahi pipi.

"Ya" aku mengangukk, apapun resikonya akan aku terima. Aku mencintainya, dan aku tidak akan melepaskannya.

1
Tiawa Mohamad
kenapa ceritanya gantung lanjut thor
shanum
sampai sini dlu, mampir di "cinta dibalik heroin"
Ariani Indah Utami
?
Ariani Indah Utami
...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!