Farah adalah seorang psikolog muda yang energik dan penuh dedikasi. Setiap pagi dimulai dengan keceriaan, berinteraksi dengan penjaga gedung sebelum menuju tempat kerjanya di lantai enam. Sebagai seorang psikolog yang sudah berpraktik selama empat tahun, Farah menemukan kebahagiaan dalam mendengarkan dan berbagi tawa bersama pasien-pasiennya.
Pada suatu hari, saat makan siang, Farah mendengar kabar bahwa ada seorang psikiater baru yang bergabung di rumah sakit tempatnya bekerja. Jantungnya berdebar-debar, berharap bahwa psikiater baru tersebut adalah kakaknya yang telah lama tak ia temui. Di tengah-tengah rasa penasaran dan kekecewaannya karena belum mendapat kepastian, Farah bertemu dengan seorang pria misterius di kantin. Pria itu, seorang dokter psikiater dengan penampilan rapi dan ramah, membuat Farah penasaran setelah pertemuan singkat mereka.
Apakah pria itu akan berperan penting dalam kehidupannya? Dan apakah akhirnya Farah akan menemukan kakaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariadna Vespera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4
Pria itu tidak memakai baju, bajunya
sudah sobek saat tersangkut di pembatas jalan. Di
tengah kepanikan Farah yang
semakin menjadi-jadi pria itu tersadar, Farah yang
mengetahui hal itu pun langsung membantu dia masuk kedalam mobil.
Akhirnya setelah bersusah payah Farah langsung
berangkat ke rumah sakit terdekat. pria itu masih tidak menggunakan baju, lalu
Farah hanya menutupi tubuh pria itu dengan selimut yang selalu dia bawa di
mobil.
Sampainya mereka di rumah sakit, pria itu langsung
masuk UGD untuk di tangani lebih lanjut oleh dokter yang sedang bertugas di
sana. Kebetulan rumah sakit itu juga tempat Farah bekerja. Namun, berbeda
gedung. Di rumah sakit Bimaristan Al Nuri ada dua
gedung utama, gedung yang pertama untuk orang sakit
fisik dan gedung kedua
untuk orang yang sakit mental.
Farah mengurus administrasi dari pria itu, tapi
sayangnya pria itu tak meninggalkan identitas apapun. Namun, ternyata perawat
di sana mengenalinya. Pria itu bernama Reno
salah satu dokter spesialis paru di rumah sakit
Bimaristan Al Nuri. Setelah selesai
mengurus administrasinya Farah langsung menemui
Reno, saat itu Reno masih tidak
sadarkan diri.
Farah melihat kearah jam di tangannya sudah pukul
11:00 malam, jika Farah tidak pulang sekarang maka dia akan dimarahi oleh
ibunya. Tapi Farah tidak tega untuk meninggalkan Reno sendirian. Saat itu
tangan Reno sudah dijahit dan Reno juga sudah menerima transfusi darah.
Satu jam telah berlalu Reno masih belum sadar,
Farah yang sudah lelah menunggu akhirnya memutuskan untuk pergi sebentar sambil
mencari minuman. Saat ingin menuju ke lift, Betapa terkejutnya Farah melihat
Ruel yang sudah terlebih dahulu memasuki
lift tanpa berfikir panjang farah
langsung mengikutinya. Melihat di lantai berapa
lift itu berhenti Farah
langsung menyusul Ruel.
Ruel berhenti di lantai empat, saat Farah tiba di
sana Ruel tidak terlihat lagi. Farah sudah mencari ke seluruh ruangan yang bisa
akses siapa saja tak termasuk ruangan pasien.
namun, tak ada hasil, Akhirnya Farah
kembali untuk menemani Reno.
Saat masuk lift, ada orang yang berlari sambil
berteriak “TUNGGU…” Farah menahan pintu lift itu. Ternyata yang masuk kedalam
lift adalah Ruel, kakak yang selama ini Farah cari. Orang yang mengubah cara
berfikir Farah, orang menyelamatkan Farah dari bunuh diri. Akhirnya mereka
bertemu lagi.
“Kakak!” ucap Farah dengan tatapan kagum, tak
percaya, terharu dan bahagia menjadi satu.
Farah meneteskan air mata, dari mata kanan yang
berarti kebahagiaan. Sepuluh tahun sudah berlalu wajah yang menangkan dan
hangat itu tak menua sedikitpun. Saat Farah memanggilnya kakak, Ruel
kebingungan, sambil mengangkat kedua alisnya,
terkejut.
Disaat yang bersamaan handphone Ruel berdering,
lantai yang Ruel tuju sudah tiba, dia
keluar tanpa merespon apapun kepada Farah. Farah
pun bingung “Apakah aku salah
orang?” ucap Farah. Farah yakin itu Ruel. Farah
hanya berfikir bahwa penampilannya jauh berbeda dari sepuluh tahun lalu,
karna itu Ruel tak mengenalinya. Kecewa, tentu
dirasakan Farah, orang yang selama sepuluh tahun terakhir ini dia kagumi tak
mengenalinya.
Dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan, Farah
kembali ke UGD untuk menemani Reno. Farah berfikir jika dia mengejar Ruel
sekarang itu akan semakin menyakiti hatinya. Baguslah
jika Ruel mengingat momen singkat mereka berdua
ketika Farah menjelaskan
kembali tapi, bagaimana jika tidak. Farah tak mau
mengambil resiko.
Saat Farah sampai di UGD Reno sudah tidak ada di
kasurnya. Farah yang panik langsung
menanyai perawat di sana, perawat mengatakan bahwa
reno ada panggilan darurat di ICU. Farah bingung bukannya handphonenya tidak
ada yah, perawat di sana yang melapor bahwa dokter Reno ada di UGD. Tapi
bukannya keterlaluan menyuruh orang
yang sakit untuk bekerja, pikir Farah.
Perawat mengatakan bahwa semua itu atas
kemauan dokter Reno langsung. Baru sadar dan langsung menangani pasien, dia
orang yang gila kerja. Sudahlah pikir Farah dia
yang paling tau tentang
kondisinya sendiri.
Sudah lewat tengah malam, Farah pergi ke ruangannya
bekerja dan berfikir untuk tidur di ruang istirahat saja untuk malam ini. Jika
Farah pulang sekarang telinga nya akan
panas mendengar ocehan dari ibunya. Sudah bersiap
untuk tidur hanya tinggal menutup
mata, tiba-tiba handphone Farah berdering. Farah
melihat siapa yang menelponnya tengah malam, mungkinkan ibunya yang ingin
memarahinya.
Setelah dilihat ternyata bukan “Iya pera, kenapa?”
jawab Farah di telpon. Pera adalah sahabat gilanya Farah, orang yang ingin
berteman dengan Farah hanya karna obsessed dengan nilai yang bagus. Saat
sekolah menengah pertama Pere bertekad ingin bersahabat dengan orang paling
pintar di sekolah yaitu Farah. “BABY,,, “ rengek
Pera. “Jemput aku di bandara.”
“Dia benar-benar
gila, memang ada yah sahabat yang tiba-tiba
menelpon di tengah malam minta jemput
di bandara. Oh, iyah, ada kok sahabat kaya gitu,
sahabat aku.” Ucap Farah dalam
hati. Farah sebenarnya sudah terbiasa dengan
tingkah mengejutkan Pera setiap
saat tapi, dia masih tak habis fikir.
“Kamu di bandara mana?” tanya Farah.
“Di bandara Sabzevar.”
Jawab Pera. Farah menutup telponnya dan bergegas
berangkat.
Sesampainya Farah di bandara, Farah menelpon Pera
menanyakan dia dimana dan ternyata Pera sudah didalam kamar hotel di dekat
bandara. Farah sudah menduga hal itu akan terjadi
tapi dia tetap terkejut. “Apakah aku
harus pulang lagi sekarang?”tanya Farah di dalam
telpon.
“Jangan! Aku dikamar 778.” Jawab Pera. Farah
menutup telponnya dan menghampiri Pera. Sesampainya Farah di kamar Pera
“BABY,,,” rengek Pera. Pera adalah anak broken home
dan dia diasuh oleh ibunya. Pera memiliki kakak yang sangat pintar. berbanding
terbalik dengan Pera yang selalu
dalam urutan akhir jika pembagian rapot.
Ibunya selalu bilang menyesal telah
memilihnya saat memilih hak asuh, “seharusnya kau
dengan pria bajingan itu
saja” adalah kalimat yang selalu ibunya ucapkan
kepada Pera dan pria bajingan
yang di maksud adalah ayah Pera. Mulai saat itu dia
terobsesi untuk menjadi
yang nomor satu di sekolah tapi tak berhasil, karna
itu memang bukan bakatnya
sejak awal.
Namun, setelah lama bersahabat dengan Farah dia
sadar jika sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik. Pera sukses dengan
karirnya sekarang menjadi desainer baju dan
memiliki butik yang terkenal.
Namun, sejak saat itu juga sikapnya terhadap Farah
makin kekanak-kanakan. Pera
Selalu membuat Farah kewalahan dengan tingkah
lakunya. “Aku dikejar orang.” Suara Pera yang bergetar saat mengucapkannya.
Farah yang terkejut pun meminta Pera untuk menjelaskan semuanya dari awal.
Namun, disaat yang bersamaan “TING…TONG…” bel kamar Pera berbunyi.
Farah mengintip siapa yang ada di luar. Farah
memberikan isyarat kepada Pera
untuk memastikan apakah ini orang yang Pera maksud,
Lalu Pera menganggukkan
kepalanya. Farah yang sudah sangat marah dan emosi,
membuka pintu dan langsung
mengeluarkan jurus andalannya dalam karate yaitu
oizuki-chudan yang langsung
mengarah ke uluh hati. Dalam satu serangan pria itu
pingsan.
“Apa yang kau lakukan, Baby?” tanya Pera.
“Bukannya dia orang yang mengikuti mu?” tanya Farah
balik.
Mereka saling bertatapan mata dan saling
kebingungan, apa yang harus mereka
lakukan. Seorang pria asing yang sedang pingsan di
depan kamar. Apakah akan ada
yang menganggap ini sebagai pembunuhan. Tamatlah
riwayat mereka jika ada yang
melihat. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
tanya Pera.
“Bawa masuk!” jawab Farah. Mereka pun membawa pria
asing itu
masuk ke kamar dan mengikatnya di kuris. “Sekarang
apa yang akan kita lakukan?”
tanya Pera.