Perang terakhir umat manusia begitu mengerikan. Aditya Nareswara kehilangan nyawanya di perang dahsyat ini. Kemarahan dan penyesalan memenuhi dirinya yang sudah sekarat. Dia kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali. Dia pasti akan melindungi dunia dan apa yang menjadi miliknya. Dia pasti akan menjadikan seluruh kegelapan ada di bawah telapak kakinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ash Shiddieqy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 - Insiden (2)
"Siapa kalian?" tanya profesor Elena. Tidak terlihat rasa takut sama sekali di wajah cantiknya.
"Berikan kalung itu pada kami atau kau mati di sini!" ucap salah satu dari mereka tanpa menjawab pertanyaan profesor.
Seringai tipis terlihat di bibir profesor Elena. "Kalian mau membunuhku? Datang dari mana kepercayaan diri kalian itu?"
Tanpa basa-basi mereka segera menerjang profesor Elena dengan belati yang mereka pegang. Namun belum sempat belati itu mengenai targetnya mereka terlempar ke belakang karena ledakan magic yang dikeluarkan profesor. Ledakan itu begitu kuat hingga membuat Aditya dan Rio sedikit terdorong menjauh.
"Apa kalian dari kelompok sesat itu? Harusnya kalian mengirimkan tetua kalian untuk membunuhku. Bukan keroco macam kalian ini," ejek profesor Elena.
Tiba-tiba salah satu dari mereka mengeluarkan pistol dari dalam sakunya. Dia membidik lalu menembakkan peluru ke arah profesor yang langsung mengenai kepalanya.
"Mati kau jalang sialan! hahaha," kata pria yang memegang pistol. Dia terlihat seperti pemimpin dari orang-orang berjubah hitam itu.
Aditya dan Rio yang tertegun untuk sesaat akhirnya mulai bergerak. Aditya mengambil sebuah tongkat kayu yang ada di dekatnya lalu bergerak menuju ke orang berjubah hitam terdekat. Tanpa kesulitan ia melumpuhkan orang itu dengan sekali gerakan.
Di sisi lain Rio telah melesat bagai angin ke arah pemimpin yang membawa pistol kemudian mencekik lehernya. Orang-orang berjubah hitam lain yang terkejut dengan kecepatan Rio tidak menyadari keberadaan Aditya yang menjatuhkan mereka satu per satu dengan teknik yang luar biasa.
"Lepaskan aku dasar bocah sialan!" bentak pemimpin yang dicekik oleh Rio. Dia terangkat ke atas dan kesulitan untuk bernapas.
"Kau bisa membunuhnya jika melakukan itu," ucap Aditya setelah berhasil membuat orang terakhir terkapar tak sadarkan diri.
"Tapi dia sudah menembak profesor Elena. Aku akan membunuhnya!" ucap Rio dengan emosi.
"Well, kalian berdua lebih kuat dari dugaanku," ucap profesor Elena yang mengejutkan Rio sedangkan Aditya memang sudah tahu kalau hal sepele semacam itu tidak akan bisa membunuh profesornya itu.
Dengan segera Rio melepaskan cengkeraman tangannya dan menatap ke arah profesor Elena. "Apa profesor baik-baik saja?" tanyanya.
"Hahaha, tentu saja. Kau pikir senjata mainan seperti itu dapat melukaiku?" kata profesor Elena sambil berjalan menuju ke pria yang jatuh bersimpuh sambil memegangi lehernya yang memerah.
"Siapa kalian ini? Apa kalung ini begitu penting bagi kalian?" Profesor Elena menunjukkan kalung itu tepat di depan mata pria itu.
"Haha." Pria itu tertawa dalam kondisinya yang menyedihkan. "Untuk apa aku memberitahumu? Jika kami gagal, para atasan kami yang akan bertindak. Kau pasti akan mati, Jalang."
[Magic Type - Binding Magic]
Profesor Elena mengikat semua orang berjubah hitam dengan sihirnya lalu ia mengumpulkannya ke satu tempat di tengah ruangan. Senyum miring kembali muncul di bibir profesor Elena.
"Tidak masalah. Para petinggimu itu akan bernasib sama seperti kalian jika mendatangiku. Kalian bahkan tidak mampu mengalahkan kedua muridku. Aku rasa atasanmu juga tidak akan jauh berbeda dari kalian."
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan dua orang pria paruh baya berpenampilan khas profesor akademi memasuki ruangan. Mereka terkejut dengan apa yang mereka lihat.
"Apa yang terjadi di sini?" ucap salah satu dari mereka yang memakai kacamata.
"Ya, seperti yang kalian lihat. Ada beberapa orang penyusup di sini." ujar profesor Elena tanpa mengalihkan pandangan mata tajamnya dari pria yang berniat membunuhnya itu.
Kedua profesor itu melihat ke sekeliling ruangan yang dipenuhi tubuh orang-orang berpakaian hitam yang sudah tak sadarkan diri. Kedua proses itu tampak bingung harus berbuat apa. Mereka terdiam sejenak sampai mereka baru menyadari ada dua siswa akademi yang berada di samping profesor Elena.
"Apa yang kalian berdua lakukan di sini?" tanya profesor yang berambut pirang.
"Tenang saja Aldrin! Mereka justru membantuku di sini," kata profesor Elena sambil berdiri.
"Kita harus memberitahu Kepala Akademi tentang hal ini," usul profesor yang memakai kacamata.
"Tentu, kau bisa membawa mereka."
[Magic Type - Telekinesis Magic]
Profesor berkacamata itu menarik orang-orang yang terikat itu menggunakan magic-nya menuju ke luar ruangan. "Kau juga harus ikut dengan kami. Masalah ini bukan hal yang sepele. Penyusup di akademi kita berarti ada orang dalam yang membantu mereka."
"Tentu saja. Aku akan menyelesaikan urusanku dengan kedua muridku ini dulu," timpal profesor Elena.
Setelah profesor Faisal dan Aldrin keluar dari ruangan, profesor Elena menundukkan kepalanya kepada Aditya dan Rio. "Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih kepada kalian berdua. Andai saja racun itu masih ada, peluru itu pasti sudah menembus kepalaku."
Rio dan Aditya menggeleng kompak. "Kami berdua hanya melakukan yang harus dilakukan," balas Aditya.
"Kalau begitu aku pamit dulu. Kalian segera kembali ke kelas!" kata profesor Elena sebelum berbalik dan diikuti oleh mereka berdua ke luar ruangan.
Dalam perjalanan menuju ke kelas mereka berdua tampak diam karena tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Aditya merasa lebih tenang karena ternyata dia bisa mengubah kejadian masa depan. Profesor Elena yang seharusnya sudah mati sekarang pasti akan baik-baik saja.
"Sejak kapan teknik tombakmu jadi sekuat itu? Bahkan aku mungkin tidak akan bisa menjatuhkan mereka semua hanya dengan masing-masing satu gerakan," papar Rio bingung.
Aditya terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba itu. "Ah iya, aku berlatih lebih keras akhir-akhir ini," kilah Aditya sambil menggaruk kepalanya.
Rio menatap Aditya penuh curiga. Dia tahu bahwa sahabatnya sedang menyembunyikan sesuatu. Dia sudah hafal dengan gelagat Aditya saat mencoba mengatakan kebohongan. Menurut Rio kemampuan tombak yang ditunjukkan Aditya terlihat tidak masuk akal dapat ditunjukkan oleh seorang siswa akademi. Gerakan itu terlalu akurat untuk bisa mengincar titik vital seolah Aditya adalah veteran perang.
"Apa jangan-jangan kau membuat kontrak dengan iblis?" tanya Rio.
"Ngaco kau. Mana ada kontrak dengan iblis. Kemampuan ini adalah hasil dari kerja keras yang aku lakukan."
Kali ini Rio tidak melihat kebohongan di mata Aditya. Walaupun masih ada kebingungan dalam hatinya dia merasa sangat lega. Itu artinya dia harus bekerja lebih keras untuk bisa melampaui kemampuan sahabatnya.
"Aku tidak bisa mengatakan padamu yang sebenarnya saat ini. Aku masih perlu mencari tahu bagaimana dan mengapa aku bisa kembali ke masa lalu," batin Aditya.
...****************...
Aditya berjalan pulang menuju ke rumahnya yang berjarak tak jauh dari akademi. Rio menawarkan untuk mengantar pulang dengan motornya, tapi ia menolak. Dia ingin bernostalgia dengan mengamati berbagai macam hal yang ia lewati dalam perjalanan menuju ke rumahnya. Dia sungguh sangat merindukan momen-momen yang damai seperti ini.
Sesampainya di rumah Aditya masuk begitu saja. Dia belum melihat tanda-tanda ibunya sudah pulang. Sepertinya ada banyak kesibukan yang harus dilakukan ibunya hari ini.
"Selamat datang, Tuan Muda," sapa seorang pria paruh baya yang memakai setelan rapi. Dia menyambut Aditya dengan ramah.
Aditya terdiam menatap pria di hadapannya. Senyum di wajahnya perlahan terbentuk tanpa ia sadari. Dia sudah menganggap pria di depannya ini sebagai bagian dari keluarganya. Dia adalah pak Farhan yang merupakan Butler di keluarganya.
"Apa ada yang Anda butuhkan, Tuan Muda?" tanya pak Farhan yang membuyarkan lamunan Aditya.
"Tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu. Kenapa ibu belum pulang hari ini?" tanya Aditya balik.
"Archduchess berpesan bahwa beliau akan pulang malam hari ini," jawab Pak Farhan.
"Baiklah, aku akan pergi ke kamarku. Bisakah kau siapkan makanan untukku?" ujar Aditya sambil berjalan menuju ke lantai dua rumahnya.
"Tentu, saya akan menyiapkannya, Tuan Muda. Anda bisa memanggil saya jika membutuhkan sesuatu yang lain."
Aditya masuk ke dalam kamar dan duduk termenung di ranjang. Dia masih belum percaya bahwa dia benar-benar kembali ke masa lalu. Rasanya ini semua seperti mimpi baginya.
Tiba-tiba padangan mata Aditya mengarah pada sebuah buku dengan sampul berwarna hitam dan keemasan yang terletak di meja kamarnya. Ia segera mengambil buku itu. Dari yang dia ingat buku ini adalah peninggalan terakhir dari ayahnya yang berisi teknik tombak yang sudah ia pelajari di kehidupan sebelumnya. Tapi sayang sekali ada beberapa halaman di buku ini yang hilang membuatnya tidak bisa menggunakan teknik ini secara sempurna.
Tiba-tiba buku itu bersinar sangat terang dengan cahaya emas yang membutakan.
^^^^^^Continued^^^^^^
selamat berkarya terus.....