NovelToon NovelToon
ASI, Untuk Majikanku

ASI, Untuk Majikanku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa
Popularitas:53.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lusica Jung 2

Aneh Tapi Nyata. Nathan mengidap sebuah penyakit yang sangat aneh dan langka. Dia selalu bergantung pada Asi untuk menjaga kestabilan tubuhnya. Hampir setiap bulan sekali penyakitnya selalu kambuh sehingga Nathan membutuhkan Asi untuk mengembalikan tenaganya. Pada suatu ketika, stok ASI yang dia miliki benar-benar habis sementara penyakitnya sedang kambuh. Kedatangan Vivian, pelayan baru di kediaman Nathan mengubah segalanya. Mungkinkah Nathan bisa sembuh dari penyakit anehnya, atau dia harus terus bergantung pada Vivian? Hanya waktu yang mampu menjawab semuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4: Rasa Yang Aneh

Tubuh pria itu gemetar ketakutan, keringat dingin mengucur deras dari pelipisnya ketika melihat Nathan berdiri arogan di hadapannya. Julio Nam, manusia bermuka dua yang sangat pandai bersilat lidah dan memutar balik fakta, merasa seluruh keberaniannya lenyap di bawah tatapan dingin Nathan.

Nathan memandang Julio dengan mata tajam. Aura kekejaman dan arogansi terpancar dari dirinya, membuat siapa pun yang berada di dekatnya merasakan tekanan yang luar biasa.

"Tuan Muda Xi," suara Julio terdengar parau dan gemetar. "Ini hanya salah paham. Saya bisa menjelaskan semuanya."

Nathan mengangkat satu alis, menunjukkan ketidakpeduliannya. "Salah paham, katamu?" tanyanya dingin, suaranya rendah namun penuh ancaman. "Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan omong kosongmu."

Julio mencoba mempertahankan keberaniannya, meski tubuhnya semakin gemetar. "Tuan Muda Xi, saya bersumpah, saya tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan. Ini semua hanyalah fitnah."

Nathan melangkah mendekat, membuat Julio terdesak mundur. "Fitnah? Kau benar-benar menganggapku bodoh, ya?" Nathan mendesis, nadanya semakin dingin. "Kau pikir aku tidak tahu siapa dirimu sebenarnya? Berapa banyak orang yang sudah kau tipu dengan lidah beracunku itu?"

Julio menelan ludah, tidak tahu harus berkata apa. Dia tahu bahwa sekali Nathan memutuskan sesuatu, hampir tidak mungkin mengubah pendiriannya.

Nathan menatap Julio dengan tatapan yang membuat darah Julio seakan membeku. "Kau telah bermain api, Julio Nam, dan sekarang waktunya membayar. Aku tidak punya toleransi untuk pengkhianatan dan kebohongan."

Julio mencoba menarik napas dalam-dalam, mencari kata-kata untuk menyelamatkan dirinya. "Tuan Muda Xi, saya mohon... beri saya kesempatan untuk membuktikan bahwa saya tidak bersalah."

Nathan mendekatkan wajahnya ke Julio, menatap langsung ke dalam matanya. "Kesempatan? Kau sudah membuang semua kesempatanmu. Sekarang, aku hanya ingin memastikan kau mendapatkan konsekuensinya karena berani bermain api denganku,"

Dengan satu gerakan cepat, Nathan mengisyaratkan kepada anak buahnya yang segera meringkus Julio. "Bawa dia pergi. Pastikan dia mendapat 'pelajaran' yang layak," perintah Nathan tanpa sedikitpun belas kasihan.

Julio meronta-ronta, tetapi sia-sia. Anak buah Nathan yang terlatih dengan cepat menguasainya dan membawanya pergi dari hadapan Nathan. "Tuan Muda Xi, tolong dengarkan! Saya mohon...!" teriak Julio, tetapi Nathan tidak menghiraukannya.

Nathan berdiri diam sejenak, menenangkan dirinya. Wajahnya kembali menunjukkan ekspresi dingin dan arogan seperti biasanya. Dengan langkah tenang, Nathan beranjak dari sana dan pergi begitu saja.

***

Vivian berdiri sendiri di halaman belakang kediaman Nathan, mengagumi keindahan malam yang tenang. Dia mengenakan dress putih selutut yang kontras dengan warna kulitnya yang pucat.

Wajahnya terangkat ke langit malam yang dipenuhi gemerlap bintang, sementara bulan purnama menghiasi puncaknya. Suasana tenang tiba-tiba terganggu ketika langkah Nathan terdengar mendekatinya.

Nathan menghampiri Vivian dengan langkah tenang dan wajah yang tak terbaca. "Vivian," panggilnya dingin, suaranya terdengar di dalam keheningan malam.

Vivian menoleh perlahan, hatinya berdegup kencang. Dia masih teringat kejadian pagi itu yang membuatnya merasa takut, tetapi dia mencoba menahan ketakutannya. "Ya, Tuan Muda?" jawabnya dengan suara serendah mungkin, mencoba agar suaranya tidak gemetar.

Nathan menatapnya dengan tajam, tidak ada ekspresi di wajahnya. "Sudah cukup lama kau berada disini. Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tegas.

Vivian menelan ludah, mencoba untuk menjaga ketenangannya. "Saya hanya menikmati udara malam, Tuan," jawabnya singkat, berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati.

Nathan mengangguk sekali, masih menatapnya intens. "Ingat, ada batasan-batasan disini. Jangan terlalu lama di luar sendirian," katanya dengan nada perintah yang tanpa cela.

Vivian mengangguk cepat. "Baik, Tuan Muda. Saya akan memperhatikan itu," jawabnya patuh.

Nathan melangkah menjauh, meninggalkan Vivian sendirian di bawah cahaya rembulan. Vivian menghela napas lega saat Nathan pergi, tetapi dia juga merasa lega karena berhasil melewati pertemuan itu tanpa kejadian yang tidak diinginkan. Dia kembali menatap langit malam, tetapi kali ini dengan sedikit kelegaan bahwa semuanya berjalan lancar.

***

Nathan berdiri tegak di balkon kamarnya, mata tak berkedip menatap ke arah Vivian yang masih berdiri di halaman bawah. Meskipun jarak memisahkan mereka, pandangannya tidak bisa lepas dari gadis itu.

Sejak kejadian pagi yang mempertemukan mereka secara tak terduga, Nathan merasa ada sesuatu yang menghubungkan mereka, sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar pertemuan biasa. Mungkin itu rasa bersalah karena insiden pagi itu, atau mungkin juga ada magnetisme yang tak terungkapkan di antara mereka.

"Vivian....." bisiknya lirih memanggil nama gadis itu. Nathan menghela napas. Dia mengambil napas panjang dan menghelanya. Lalu beranjak dari balkon dan masuk ke kamarnya.

***

Pagi tiba dengan cahaya lembut yang menyelinap masuk melalui jendela-jendela besar kediaman Nathan. Vivian dan para pelayan lainnya sibuk menyiapkan sarapan untuk majikan mereka. Mereka bergerak lincah di sekitar dapur yang luas, menyajikan hidangan-hidangan yang lezat dan rapi.

Vivian dan Martha, salah satu pelayan lainnya, terlihat semakin akrab. Mereka saling berbincang dengan senyum-senyum kecil di antara tugas-tugas mereka. Hubungan mereka tampak hangat dan dekat, sebagai bentuk keakraban di antara para pelayan.

Di sisi lain, Monica, pelayan lain yang lebih senior, justru semakin menunjukkan ketidaksukaannya pada Vivian. Pandangannya tajam dan sinis setiap kali melihat Vivian, seolah memancarkan kebencian yang mendalam. Tidak ada kata-kata yang terucap, tetapi ekspresinya menyiratkan perasaan yang sangat jelas.

Ditempat yang sama namun di lokasi berbeda. Nathan duduk di meja kerjanya, menyusun rencana bisnis yang kompleks, ketika Max tiba-tiba memasuki ruang kerja dengan sikap hormat.

"Tuan Muda, Anda memanggil saya?" tanya Max dengan penuh kepatuhan.

Nathan menatap Max dengan serius. "Panggilkan Vivian kemari sekarang juga," ujarnya tanpa basa-basi.

Max mengangguk cepat. "Baik, Tuan Muda. Saya akan segera mengatakannya padanya."

Beberapa saat kemudian, Max menemui Vivian di dapur yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. "Vivian, Tuan Muda memanggilmu ke kamarnya," kata Max dengan suara rendah.

Vivian mengangguk singkat, meskipun merasa sedikit gugup. "Baik, saya akan segera pergi," jawabnya sambil meletakkan spatula yang digenggamnya.

Vivian pun meninggalkan dapur dan berjalan menuju kamarnya Nathan, mencoba untuk menebak apa yang mungkin diinginkan majikan yang misterius ini darinya.

Sementara Vivian pergi memenuhi panggilan Nathan, Monica memperhatikan dengan pandangan tajam. Wajahnya tampak kesal dan mulutnya bergerak tidak jelas, mengisyaratkan ketidakpuasan yang mendalam. Martha, yang memperhatikan ekspresi Monica, mendekatinya dengan penuh kehati-hatian.

"Monica, apa ada yang salah?" tanya Martha dengan suara lembut, mencoba menenangkan suasana.

Monica mendesah, menatap Martha dengan sinis. "Ini tidak adil. Kenapa dia harus dipanggil oleh, Tuan Muda? Dia baru saja datang dan sudah mendapatkan perhatian khusus," keluhnya.

Martha mengangguk, mencoba memberikan pengertian. "Jangan banyak mengeluh!! Kita semua memiliki tugas masing-masing, Monica. Sebaiknya fokus pada pekerjaanmu," ucapnya dengan lembut, berusaha meredakan ketegangan di antara mereka. Monica menghela napas, dia pun segara kembali menyelesaikan pekerjaannya.

***

Bersambung

1
Lissaerlina
lanjuttttt
sella surya amanda
lanjut
Vanettapink Fashion
Luar biasa
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
Lissaerlina
lanjuttttt
Musringah
lanjutt
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
Anonymous
semangat nulis😁
Iyan
/Ok/
Meiriya Romadhon
bagus
Putu Sriasih
Luar biasa
NAJ L
/Rose//Rose//Rose/
NAJ L
Buruk
Lissaerlina
lanjuttttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!