Tiba-tiba saja Alexa menghilang di hari pernikahannya, daripada malu baik pihak laki-laki dan perempuan sepakat menikahkan Gavin dengan Anjani. Anjani sendiri merupakan kakak dari Alexa, tetapi Gavin tidak mencintainya dengan alasan usia yang lebih tua darinya. Selisih usia mereka terpaut 6 tahun, Gavin selalu berlaku kasar.
Suatu hari Alexa kembali, ia ingin kekasihnya kembali. Gavin sendiri sangat senang, mereka berencana mel3nyapkan Anjani? Berhasilkah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dollar Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Anjani cukup terkejut siapa yang datang menyapanya. "Kamu, ngapain kesini?"
"Bu Anjani," ucap Dara, "lama nggak ketemu."
"Hemm."
"Cuek banget."
"Mau ngapain? Beli lukisan atau mau dilukis? Kalo nggak ada lebih baik pergi," usir Anjani.
Dara malah tersenyum. "Ya ampun, Bu Anjani galak banget sih!"
"Saya serius, Dara!"
"Oke, oke. Saya mau ngomong sama Ibu, boleh?"
"Ngomong aja nggak ada yang larang."
"Tapi ini penting, Bu."
"Sudah ngomong aja."
"Tapi Bu–" ucap Dara terhenti saat Anjani meliriknya dengan tajam, "baiklah, saya ngomong sekarang. Beberapa hari yang lalu Om Johan ke rumah saya, dia menanyakan tentang Alexa."
"Ya, lalu?" tanya Anjani lagi tanpa menoleh karena tangannya sibuk melukis.
"Saya kasih tahu semuanya tentang Alexa saat SMA sampai bangku kuliah," sahut Dara.
"Oh ya, terus hubungannya sama saya apa?" tanya Anjani.
"Ya ada urusannyalah, Bu, kan Pak Johan itu papanya Ibu."
"Saya nggak ada urusan lagi tentang papa saya, Alexa, Sinta, Gavin, dan kamu, begitu juga dengan Raka!"
"Bu," ucap Dara lagi.
Sedangkan Davia setuju dengan rencana Alexa. "Mama sih, setuju aja sama rencana kamu. Tapi, apa Nak Gavin tahu?"
"Alexa cuma kasih tahu rencana awalnya aja, Bu."
"Owh."
"Jadi nanti untuk sementara Alexa nggak ketemu sama Papa dulu, kalau bisa Mas Gavin sama Mbak Anjani cerai."
"Jadi kamu sudah tahu Anjani nikah sama Nak Gavin."
"Iya, Ma. Alexa sudah tahu itu, Mas Gavin sendiri kok, yang cerita."
"Syukur deh, Mama udah gedek banget sama Anjani yang mau nguasain rumah."
"Rumah yang Mas Gavin beli buat pernikahan itu, Ma?"
"Iya, Al. Makanya Mama minta sama dia jangan HB sama Nak Gavin."
"Kalau sampai dia HB sama Mas Gavin, Alexa bakalan hajar dia habis-habisan!"
"Makanya itu, Mama juga bakalan marah itu sama aja kayak pelakor!"
Alexa membatin, "Bagus deh, dengan begini Aku bakalan bikin Mama percaya kalau Mbak Anjani hamil anak Mas Gavin."
"Bu Anjani kenapa sih?" tanya Dara, "tujuan saya datang kesini baik loh."
"Nggak ada baik-baiknya datang kesini kalau dari teman Alexa," sahut Anjani.
"Saya sudah nggak temenan sama Alexa!"
"Kalau begitu ngapain kesini?"
"Ya ampun, Bu Anjani, oke, saya minta maaf kejadian di masa lalu. Tapi, untuk sekarang beda lagi. Ibu harus tahu betapa liciknya Alexa, saya mau bantu Ibu."
"Dulu kamu juga ingin bantu saya, tapi ujung-ujungnya malah kerja sama dengan Alexa juga Gavin. Dan kejutan, saya dikeluarkan dari sekolah dan nggak boleh jadi guru lagi. Hal itu, memicu untuk tidak berinteraksi dengan kalian semua! Oh, saya lupa waktu itu menanyakan tentang uang yang kalian korupsi? Uang segitu banyaknya, yang menghabiskan cuma 4 orang. Pasti kalian pesta yah, iya sih, sudah seharusnya pesta karena berhasil menghancurkan hidup orang lain."
"Bu, saya udah dapat karmanya. Makanya mau minta maaf sama Ibu, itu pun kalau ibu mau memaafkan."
"Saya udah maafin kamu tapi nggak mau lagi berhubungan sama kamu, ngerti!"
"Ya udah kalau gitu, Ibu harus hati-hati sama Alexa."
"Saya tahu itu, udah sering juga dia mau bunuh saya waktu SMA."
"Ya udah, Bu. Saya pergi dulu," pamit Dara.
"Hemmm." Anjani hanya berdehem lalu lanjut melukis.
Dara sendiri memilih ke apartemen miliknya yang ada di jakarta, ia juga sudah ada janji dengan Sinta disana.
Sampai di apartemen, Dara mengurung dirinya dan tidak lama Sinta datang.
"Dara," panggil Sinta.
"Sinta," ucap Dara saat membuka pintu.
"Kamu kenapa?" tanya Sinta masuk ke kamarnya.
"Aku lagi sedih, Sin," sahut Dara.
"Sedih kenapa?"
"Aku tadi ke toko Bu Anjani."
Sinta terkejut dengan ucapan Dara. "Kamu serius ke toko Bu Anjani."
"Iya."
"Ya ampun, Dar. Kamu ngapain ke toko Bu Anjani? Dia pasti marah, hubungan kita nggak terlalu baik."
"Tapi Sin, aku udah nggak tahan. Mungkin dengan minta maaf sama Bu Anjani, hidup aku jadi lebih baik."
Sinta langsung memeluk Dara yang sedang menangis, ia sangat tahu perjalanan sahabatnya ini tidak mudah setelah lulus SMA. Itu berawal dari Bu Anjani yang dikeluarkan juga diberhentikan haknya sebagai guru, bayangan itu juga tidak pernah hilang dari ingatan Sinta.
"Lalu apa tanggapan Bu Anjani?" tanya Sinta.
"Bu Anjani bilang, beliau nggak mau lagi berhubungan sama kita tapi udah maafin kok. Tapi rasanya masih kurang, apalagi karena kita karir Bu Anjani hancur!" Dara semakin menangis.
Sinta terus mengelus punggung sahabat ini. "Aku juga ingin minta maaf sama Bu Anjani, tapi belum ada keberanian untuk bertemu beliau."
Dara melepaskan pelukan Sinta dan menatapnya. "Apa kita bantu Bu Anjani diam-diam, aku yakin Alexa itu jahat banget orangnya sama Bu Anjani. Kita aja tertipu selama ini, tahu-tahunya dia yang jahat sama Bu Anjani!"
"Aju juga ngerasa tertipu, Dar ..." ucap Sinta dengan lirih.
Pak Romi menerima telpon dari Maya. "Hallo Maya, ada apa?"
"Begini Pak Romi, sudah dari kemarin Pak Gavin tidak datang ke kantor. Sedangkan, banyak meeting yang batal. Klien juga sudah ada memutuskan kontrak secara sepihak, saya sudah berusaha menghubungi Pak Gavin tapi tidak ada respon."
"Oh, ya sudah kalau begitu. Terima kasih informasinya, biar saya yang urus!"
"Baik, Pak."
Pak Romi bener-bener pusing dibuat oleh Gavin. "Anak itu kenapa lagi!"
Manager di perusahaan cabang masuk. "Permisi, Pak Romi."
"Iya, ada apa?"
Manager melaporkan kondisi perusahaan cabang sekarang, kali ini Pak Romi bernafas lega.
"Baguslah kalau begitu," ucap Pak Romi.
"Ini berkat Pak Romi," sahut Manager.
"Nanti kalau Gavin menarik uang disini tolong tahan, kasih tahu saya dulu. Kalau pun dia mengancam, segera telpon."
"Baik, Pak."
"Besok saya akan kembali ke Jakarta, jadi kamu harus handle sendiri setelah ini."
"Saya akan usahakan yang terbaik."
"Bagus."
"Gavin, kenapa dia nggak datang? Aku harus cari tahu," batin Pak Romi.
"Kamu bisa keluar," ucap Pak Romi.
"Baik, Pak," sahut Manager.
Lalu Pak Romi menghubungi seseorang. "Hallo, saya ada tugas buat kamu. Cari tahu kemana Gavin? Apa saja yang dia lakukan?"
Anjani sudah selesai menutup tokonya, ternyata Roy datang.
"Wah, mau tutup yah."
"Iya, saya mau tutup. Kenapa?"
"Nggak papa, mau kasih tahu kamu aja kalau lukisan yang saya beli itu sudah didaftarkan di acara pelelangan seni."
"Oh ya, cepet banget."
"Tentu dong, kan saya yang daftarinnya."
"Apa hubungannya?"
"Nggak ada hubungan apa-apa sih."
"Owh, kalau gitu saya pulang dulu."
"Mau saya antar."
"Nggak usah Mas Roy, bisa sendiri."
"Jangan gitu, saya khawatir sama kamu. Apalagi waktu itu pernah dibegal, kan?"
"Ya sudah kalau itu mau Mas."
"Oke."
Saat mengikuti Anjani, Roy merasa ada yang berbeda dengan arah jalan pulang.
"Kok beda yah arah jalannya," batin Roy.
Sampai di rumah, Anjani turun dan menyapa Roy.
"Mau mampir?" tanya Anjani.
"Emang boleh," sahut Roy dengan tersenyum.
"Duduk diluar aja, nggak didalam nanti orang mikirnya aneh-aneh, apalagi udah mau malam."
"Bener juga yah." Roy menggaruk lehernya yang tidak gatal itu.
"Masih mau?" tanya Anjani.
"Enggak deh," sahut Roy, "nanti kamu dikira apa-apa lagi kalau saya duduk di depan sendirian."
"Pinter juga kamu, Mas," ucap Anjani tersenyum tipis.
"Jadi tadi nawarin saya hanya pemanis aja," sahut Roy pura-pura sedih.
Anjani malah tertawa. "Akhirnya kamu sadar juga, Mas. Tapi makasih udah anterin sampai rumah."
"Tapi ngomong-ngomong rumah kamu ini beda ya dari yang kemarin," ucap Roy, "kenapa?"
"Saya mau bercerai dari suami," sahut Anjani.
"Oh ya, calon janda dong!" ucap Roy semangat.
Anjani menaikkan alisnya karena heran. "Seneng banget kayaknya kalau saya jadi janda."
Roy malah cengengesan dan menyuruh Jihan masuk ke rumah. "Sudah ah, ayo masuk ke dalam rumah. Nanti dikira macam-macam sama warga, soalnya saya kan lelaki sejati."
Anjani memutar bola matanya dengan malas. "Ada-ada aja."
Roy tersenyum melihat Anjani masuk ke dalam, saat ia berbalik dan ingin masuk ke dalam mobil matanya tidak sengaja melihat seseorang sedang mengawasi rumah Anjani.
"Siapa dia?" batin Roy.
BERSAMBUNG
semoga datang karma pada mereka..
Anjani aja gak pernah gangguin hidup mu...kamu aja yang tiap hari usil...
orang ketus mank harus dibalas ketus 👍👍👍